Qi-Lamp-O adalah buatan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang menjadi mesin lokal pertama yang berbasis molekular. Ia mampu memburu dua gen khas pada Covid-19. Varian Delta dan Omicron bisa diendusnya.
Sebuah mesin baru pendeteksi Covid-19 siap meluncur ke pasar alat kesehatan (alkes) di Indonesia. Mesin ini buatan dalam negeri, hasil kerja sama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan mitra swastanya, PT Biomedis Medika Indonesia. Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan surat izin edar bagi alkes yang menyandang merek dagang Qi-Lamp-O itu, dan berlaku sampai 2027.
Dalam siaran pers BRIN yang dirilis Rabu (12/1/2022) disebutkan, mesin mungil itu bekerja dengan metode reverse transcription loop mediated isothermal amplification (RT-LAMP), platform amplifikasi asam nukleat kemudian mendeteksi keberadaannya dengan sensor yang sangat sensitif. Yang dideteksi sensor adalah tingkat kekeruhan (turbiditas) larutan spesimen di akhir prosesnya.
Proses biokimia dalam tabung, yang melibatkan asam nukleat khas Covid-19 dan sejumlah reagen, akan menimbulkan tingkat kekeruhan tertentu. Sensor real-time turbidimeter pada Qi-Lamp-O itu yang memindai kekeruhan itu adalah inovasi BRIN dan telah didaftarkan patennya. Sensor tersebut penting karena menentukan akurasinya, dan ia bisa menjadi pembeda satu mesin dengan yang lain.
Mesin pendeteksi Covid-19 dengan platform RT-Lamp banyak macamnya di pasar alkes. Di industri alkes, mesin ini tergolong mutakhir, canggih, dan mengalami pengembangan yang sangat pesat di masa pandemi Covid-19 dalam dua tahun terakhir ini. Dalam khazanah alkes pendeteksi Covid-19, mesin model RT-Lamp ini tergolong sebagai nucleic acid amplification test (NAAT). Mesin reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) juga termasuk dalam golongan NAAT.
Sejauh ini, RT-PCR (biasa disebut PCR saja) diakui menorehkan presisi yang lebih tinggi dibanding mesin NAAT yang lain. Namun Dr Tjandrawati Mozef, ahli biokimia BRIN dan motor perancangan mesin itu, mengatakan bahwa Qi-Lamp-O ialah alternatif dari RT-PCR.
‘’Keunggulan RT-LAMP dari RT-PCR, adalah harganya lebih ringan, harga kit-nya juga lebih murah, lebih cepat hasilnya bisa ketahui dan akurasinya cukup tinggi,’’ ujarnya. Dalam tempo 1 jam, Qi-Lamp-O bisa menunjukkan hasilnya.
Sebagai alat deteksi, menurut Tjandrawati, Qi-Lamp-O buatan BRIN ini sangat cermat. Dalam pengujian, spesimen yang mengandung koloni Covid-19 tak akan lolos dari endusannya. “Termasuk varian Delta dan Omicron bisa terdeteksi,’’ tandasnya.
Karena reputasinya itu, menurut Tjandrawati, piranti berbasis RT-Lamp itu telah disetarakan dengan RT-PCR di Belanda dan Spanyol, yang boleh dijadikan alat diagnostik bagi para dokter. Tjandrawati belum memasang target Qi-Lamp-O itu menjadi alat diagnosis. Namun, katanya, untuk alat skrining, terkait tracing, testing, dan treatment (3T) alat itu sangat memadai.
Dunia medis mengakui, piranti berplatform RT-Lamp lebih bisa diandalkan ketimbang test-kit antigen, tes serologis antibodi, atau e-nose (elektronik nose). Bahkan, dua alat terakhir itu kini tak lagi digunakan sebagai alat skrining.
Bobot akurasi RT-Lamp dianggap lebih tinggi dari alat tes antigen. Metode RT-Lamp ini mendeteksi langsung material genetik (RNA) Covid-19, sementara itu tes antigen hanya bisa menandai protein yang menempel di badan luar virus. Cara kerja tes antigen pun simpel, yakni mencampurkan reagen khusus pada spesimen swab.
Bila virus Covid-19 itu hadir, maka protein luarnya akan digandeng reagen khusus dan membentuk gumpalan protein dengan efek pijaran fluoresensi yang cukup spesifik. Pijaran fluoresensi itu yang dipindai oleh biosensor dalam test-kit. Kalangan medis menyebut akurasinya sekitar 80 persen saja bila dibandingkan PCR. Ada pun, metode tes antibodi yang berbasis pada pemindaian serologis dan teknik e-nose dianggap menyodorkan akurasi yang lebih rendah lagi.
RT-Lamp lebih dipercaya, karena ia langsung mendeteksi material genetik. Metodenya mencakup amplifikasi asam nukleat virus pada spesimen. Targetnya adalah gen ORF dan gen N. Amplifikasi itu dilakukan pada suhu tetap, hal yang membuatnya disebut isotermal. Untuk proses tersebut, mesin Qi-Lamp-O itu menyediakan sederet reagen, berupa enam set primer untuk keperluan amplifikasi asam ribonukleat pada gen target, enzim reverse transcriptase, enzim polimerase, dan pelarut.
Produk samping dari proses amplifikasi yang khas ialah munculnya endapan magnesium pirofosfat yang membuat larutan dalam tabung reaksi menjadi lebih keruh. Pada produk tertentu disisipkan zat pewarna untuk membuat endapan tersebut lebih mudah terliihat. Pada prinsipnya, endapan itu muncul bila ada gen target dari virus Covid-19 (dalam hal ini gen ORF dan N) muncul.
Mesin buatan BRIN ini menggunakan piranti fotometri untuk memindai turbiditas (kekeruhan) oleh endapan magnesium pirofosfat tersebut. Sistem fotometri ini dikembangkan oleh Dr Agus Sukarto dan Wismogroho dari Pusat Riset Fisika BRIN. Bila larutan keruh, berarti gen target hadir dan dapat disimpulkan bahwa spesimen mengandung virus Covid-19.
Untuk ke depannya, sistem fotometri Qi-Lamp-O ini dapat dikembangkan untuk mengukur secara kuantitatif dengan mengukur tingkat kekeruhannya. Semakin keruh berarti makin besar gen target yang ada dalam spesimen. Dengan begitu, ia bisa menjadi piranti diagnosis yang dapat menyajikan tingkat paparan virus dari spesimen swab pasien, apalagi bila gen target yang dibidik lebih banyak.
Secara prinsip, yang membedakan metode RT-Lamp dari RT-PCR adalah pada teknik amplifikasinya. Pada RT-Lamp amplifikasi asam ribonuklet dilakukan pada suhu tetap (isotermal), sedangkan pada RT-PCR prosesnya berlangsung pada suhu yang berubah. Kebutuhan suhu ruang untuk amplifikasi RNA berbeda berkenaan dengan sifat enzimnya. Maka, pada mesin RT-PCR terdapat thermocycler yang bisa mengatur suhu tabung reaksi sesuai kebutuhan.
Dengan metode ini, RT-PCR bisa mengmplifikasi gen target yang lebih beragam. Namun, prosesnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Imbal baliknya RT-PCR dianggap lebih akurat. Pada mesin RT-PCR yang lebih mutakhir lebih banyak lagi target gen yang bisa dibidik.
Walhasil, mesin RT-PCR baru itu dapat mengendus jejak varian Omicron dengan indikasi absennya sejumlah gen target, yang lazim ada pada varian Delta dan varian sebelumnya, namun tak ada pada Omicron, utamanya pada gen Spike (S) virus. Teknik pendeteksian semacam ini kini disebut S-Gene Target Failure (SGTF).
Sampel swab yang gagal menunjukkan sejumlah S-Gene itu disebut probable Omicron. Kementerian Kesehatan telah mengoperasikan RT-PCR model anyar itu di berbagai pintu gerbang masuk ke Indonesia seperti di Bandara Soekarno Hatta dan Pelabuhan Batam.
Tak ada jaminan Omicron itu varian terakhir. ‘’Varian-varian baru masih bisa bermunculan, sehingga memotivasi kami dari BRIN terus melakukan riset, berkontribusi dalam pengendalian pandemi, dan mendukung program 3T,” ujar dokter Tjandrawati Mozef dari lab kerjanya di Pusat Penelitian Kimia BRIN di Serpong, Tangerang Selatan.
Untuk meningkatkan kinerja piranti Qi-Lamp-O karyanya, Tjandra dan kawan-kawan bertekad terus melakukan inovasi. Mereka akan mencari target gen dengan asam ribonuklet yang baru sehingga bisa mendeteksi Covid-19 dalam versi yang paling anyar. Ledakan pandemi biasanya terjadi karena keterlambatan dalam deteksi dini.
Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari