RUU Ibu Kota Negara memastikan nama ibu kota negara Indonesia yang baru itu sebagai Nusantara. Nama itu dikaitkan dengan filosofi Indonesia sebagai negara maritim.
RUU tentang Ibu Kota Negara (IKN) sudah disetujui DPR pada 17 Januari 2022. Nusantara terpilih sebagai nama calon ibu kota baru Indonesia di Kalimantan Timur. Nama itu juga sudah disetujui langsung oleh Presiden Joko Widodo, pada Jumat 14 Januari 2022. Salah satu alasan pemilihan nama Nusantara karena telah memiliki catatan sejarah panjang dan menjadi ikonik di dunia internasional.
Dalam Pasal 1, Ayat 1 RUU IKN disebutkan, Ibu Kota Negara adalah Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada ayat 2 disebutkan, Ibu Kota Negara bernama Nusantara dan selanjutnya disebut sebagai Ibu Kota Nusantara adalah satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus setingkat provinsi yang wilayahnya menjadi tempat kedudukan Ibu Kota Negara sebagaimana ditetapkan dan diatur dengan undang-undang ini.
“Nusantara itu sebuah konsep kesatuan yang siap mengakomodasi kemajemukan itu dan Ibu Kota Indonesia dengan nama itu mengungkapkan realitas itu tadi,” kata Suharso Manoarfa, pada Senin, 17 Januari 2022.
Selain itu, nama nusantara sudah sangat dikenal sejak dahulu dan ikonik di dunia internasional. Nusantara menggambarkan wilayah maritim yang berpulau-pulau dan disatukan oleh lautan. Dan dari situ pula terungkap sebuah pengakuan kemajemukan geografis yang melandasi kemajemukan budaya etnis di Indonesia.
Pada Pasal 2 RUU itu disebutkan, Ibu Kota Nusantara memiliki visi sebagai kota dunia untuk semua yang dibangun dan dikelola dengan tujuan untuk menjadi kota berkelanjutan di dunia, sebagai penggerak ekonomi Indonesia di masa depan, dan menjadi simbol identitas nasional yang merepresentasikan keberagaman Bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sementara itu dalam penjelasan RUU ini disebutkan bahwa dalam rangka pemindahan Ibu Kota Negara, dengan undang-undang ini dibentuk suatu daerah setingkat provinsi yang dinamakan “Nusantara”. Nusantara dipilih sebagai nama ibu kota negara karena secara harfiah, nusantara merupakan konseptualisasi dari seluruh wilayah kepulauan Indonesia yang disatukan oleh lautan.
“Dengan demikian, secara implisit nusantara merefleksikan karakter bangsa Indonesia yang majemuk dan konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mengakomodasi kemajemukan. Nusantara disematkan sebagai nama ibu kota negara untuk mengungkapkan realitas tersebut. “
Disebutkan pula dalam penjelasan itu, pembangunan dan pengelolaan Ibu Kota Nusantara memiliki visi ibu kota negara sebagai kota dunia untuk semua yang bertujuan utama mewujudkan kota ideal yang dapat menjadi acuan (role model) bagi pembangunan dan pengelolaan kota di Indonesia dan dunia.
Visi besar tersebut bertujuan untuk mewujudkan Ibu Kota Nusantara sebagai kota berkelanjutan di dunia, yang menciptakan kenyamanan, keselarasan dengan alam, ketangguhan melalui efisiensi penggunaan sumber daya dan rendah karbon; penggerak ekonomi Indonesia di masa depan, yang memberi peluang ekonomi untuk semua melalui pengembangan potensi, inovasi dan teknologi; serta simbol identitas nasional, merepresentasikan keharmonisan dalam keragaman sesuai dengan Bhinneka Tunggal Ika.
Ada yang berpendapat penamaan Nusantara itu Jawa sentris. Karena nama Nusantara identik dengan kekuasaan kerajaan-kerajaan Jawa. Sejumlah sejarawan berpendapat, asal-usul istilah nusantara pertama kali tercatat dalam literatur Jawa Pertengahan (abad ke-12 hingga ke-16).
Nama itu digunakan untuk menggambarkan konsep kenegaraan yang dipakai Kerajaan Majapahit. Kata ini termuat dalam naskah Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gadjah Mada, saat diangkat menjadi Patih Amangkubumi Kerajaan Majapahit (1336): “Lamun huwus kalah Nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa.”
Setelah keruntuhan Majapahit, istilah nusantara muncul lagi awal 1920-an. Ki Hajar Dewantara menggunakannya dalam rangka sebagai nama alternatif dari negara merdeka setelah Hindia-Belanda, selain “Indonesia” dan “Insulinde”.
Benarkah nusantara Jawa sentris? Sejarawan KaltimMuhammad Sarip menyebutkan, istilah nusantara justru merupakan toponimi wilayah di timur Kalimantan sebelum bernama Kutai, di akhir abad ke-13 Masehi. Dia mendasarkan argumentasinya itu pada riset SW Tromp (1888) dan SC Knappert (1905).
Tromp merupakan ilmuwan Belanda yang pernah menjabat Asisten Residen Oost Borneo. Dia termasuk orang yang meneliti manuskrip Salasilah Kutai. Adapun Knappert adalah seorang peneliti penduduk asli Kutai.
S. C. KNAPPERT menulis, “Volgens de inlandsche verhalen zou het landschap Koetei niet altijd dien naam gedragen hebben; vroegen zou het geheeten hebben Noesëntara.... Yang diterjemahkan secara bebas: “Menurut kisah orang-orang bumiputra, daerah Kutei tidak hanya menggunakan nama itu; di masa lampau namanja Noesëntara”.
Sarip menjelaskan, diksi nusantara terpengaruh bahasa Sanskerta. Itu merupakan toponimi di timur Kalimantan, sebelum muncul entitas Kutai. Di pedalaman Sungai Mahakam, ada monarki lain yang eksis, yaitu Kerajaan Martapura. Dinasti Mulawarman ini mewariskan batu bertulis berbahasa Sanskerta, yang juga dikenal sebagai Prasasti Yupa. Karena interaksi lintas pulau, lintas kawasan, tentu saja memopulerkan sebutan nusantara.
Istilah nusantara kemudian berkembang menjadi sebutan lampau untuk pulau luas Kalimantan. Lalu, terjadi dinamika lagi pada era jaya Majapahit sehingga Gajah Mada perlu mengidentifikasi wilayah dari gugusan pulau di barat sampai timur dengan geopolitik bernama nusantara.
Dalam perspektif keislaman Indonesia pun, istilah nusantara bahkan digunakan untuk menyebut teologi Islam yang moderat, yakni Islam Nusantara.
Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari