Indonesia.go.id - Strategi Pemerintah Dorong Produktivitas Ekonomi

Strategi Pemerintah Dorong Produktivitas Ekonomi

  • Administrator
  • Minggu, 20 Februari 2022 | 13:24 WIB
KEBIJAKAN FISKAL
  Menteri Koordinator bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto memberikan keterangan di Kantor Presiden, Jakarta, selepas mengikuti Sidang Kabinet Paripurna yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, pada Rabu (16/02/2022). SETPRES
Sidang paripurna kabinet memutuskan bahwa APBN 2023 akan kembali ke aturan dengan defisit di bawah 3%. Banyak peluang tingkatkan Produk Domestik Bruto (PDB). Inflasi global bisa menjadi ancaman.

Tahun 2022 baru berjalan tujuh pekan, namun  Presiden Joko Widodo sudah mengantisipasi situasi 2023. Agenda 2023 mewarnai Rapat Paripurna Kabinet Indonesia Maju, Rabu (16/2/2022), di Istana Kepresidenan RI, Jakarta. Sidang kabinet lengkap itu membahas Rencana Kerja Pemerintah pada 2023, terutama dalam penyiapan segala kebijakan ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskalnya.

Situasi pandemi Covid-19 masih akan menjadi isu penting di 2023. Dalam keterangan persnya di Istana Presiden, usai mengikuti rapat kabinet, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan,  situasi pandemi yang sulit diprediksi itu akan menjadi faktor penting dalam perumusan kebijakan.

Toh, dalam situasi ini pemerintah tetap harus maju membangun. Mengutip Presiden Jokowi, Menko Airlangga menyebut, tema pembangunan ekonomi di 2023 adalah “Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan”.

Tema tersebut penting karena terkait soal kebijakan fiskal, yakni APBN. Semakin produktif ekosistem ekonomi nasional, pajak dan penerimaan negara lainnya meningkat, APBN aman.

Di tengah ketidakpastian pandemi Covid-19, APBN yang paling aman ialah bila nilainya bertumbuh dan cukup besar. Namun tidak seperti tahun 2020 dan 2021, pada 2023 nanti defisit anggaran (utang) pemerintah pada APBN sudah dipatok lagi paling tinggi 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB), sesuai ketentuan pada UU nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Kelonggaran defisit di atas 3% kerena pandemi Covid-19, dan dijamin UU nomor 2 tahun 2020, tak bisa berlaku lagi di 2023. Sidang Paripurna Kabinet Indonesia Maju itu pun memutuskan APBN 2023 akan kembali ke situasi normal. Defisit anggaran akan ditekan di bawah 3%.

Tak ada rencana memperpanjang UU nomor 2 tahun 2020 itu. Semua sepakat. Maka, penerimaan negara harus naik. Untuk mengejar setoran APBN yang tinggi dengan defisit rendah itu perlu  pertumbuhan  ekonomi yang  cukup tinggi.  

‘’Dari sisi pertumbuhan ekonomi, tadi disepakati dan dilaporkan pada Presiden kisarannya di 5,3--5,9 persen,’’ ujar Menko Airlangga, saat jumpa pers yang disiarkan lewat channel YouTube Sekretariat Presiden itu. Defisit APBN, katanya, disepakati di bawah 3%.

Airlangga menambahkan, pertumbuhan PDB 2023 itu akan disumbang oleh konsumsi masyarakat yang trennya kembali menguat. Pertumbuhan konsumsi dipatok 5,1%. Sumber pertumbuhan lainnya ialah investasi yang ditargetkan bisa tumbuh 6,1%, ekspor tumbuh 6--6,7%, dan hilirisasi mineral, batu bara, dan bahan mentah lainnya.

Belanja pemerintah, meski bukan faktor utama, masih bisa diharapkan ikut mendorong pemulihan ekonomi melalui program peningkatan kualitas SDM, transformasi sistem kesehatan, pendidikan, dan reformasi perlindungan sosial dan akselerasi infrastruktur. Pengembangan ekonomi hijau pun akan digenjot. ‘’Tentunya dengan berbagai insentif yang mendukung agar ekonomi hijau itu dapat berjalan," ujar Airlangga.

Dari sisi produksi (supply), kata Menko Airlangga, sektor industri pengolahan akan didorong melaju 5,3 sampai 5,8%. Sektor perdagangan, informasi, dan komunikasi, sektor akomodasi, makanan dan minuman, dan pertanian, juga akan dipacu untuk memberikan kontribusi lebih tinggi.

Peluang dan Tantangan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa kebijakan fiskal 2023 akan menjadi tantangan tersendiri. Namun, ia menggarisbawahi bahwa kondisi perekonomian Indonesia saat ini sudah kembali ke posisi pra-Covid-19, bahkan lebih tinggi. ‘’Kita dapat mencapai kondisi ini dalam lima kuartal,’’ ujarnya.

Sektor-sektor pendongkrak pertumbuhan sudah mulai bergerak cepat kembali. Dari sisi permintaan (demand), menurut  Menkeu, konsumsi rumah tangga, investasi, dan ekspor sudah bangkit kembali. ‘’Tapi, untuk ekspor tidak bisa setinggi tahun 2021, tapi kita harapkan bisa tumbuh 6,7%,’’ ujar Sri Mulyani. Kenaikan harga komoditas di 2021 kemungkinan tidak terulang.

Dari sisi produksi (supply), industri manufaktur, sektor perdagangan, bahkan dunia konstruksi yang sempat lunglai diterjang pandemi, telah pulih seperti situasi prapandemi. Tapi untuk menunjang pertumbuhan baik dari sisi produksi maupun permintaan, yang diharapkan banyak berperan ialah kekuatan non-APBN. Peluangnya, menurut Menkeu, terbuka.

Namun untuk mencapai peningkatan produktivitas itu perlu syarat. Menkeu menyebut pemulihan (SDM) ekonomi lanjutan yang lebih produktif itu menuntut peningkatan kualitas sumber daya manusia, penyiapan infrastruktur, reformasi birokrasi, dan regulasi. Bila syarat terpenuhi, peluang yang ada bisa termanfaatkan secara optimal.

Tatanan normal baru pasca-Covid-19 juga memberi peluang tumbuhnya industri  layanan kesehatan, makanan, minuman sehat, dan berbagai produk jasa serta barang yang terkait perawatan dan pengobatan. Ekonomi hijau punya momentum berkembang, utamanya energi terbarukan. Posisi Presidensi G20 Indonesia memberikan peluang lebih besar.

Terkait pembiayaan, Menkeu Sri Mulyani melihat bahwa perbankan nasional memiliki  kapasitas lebih yang bisa dimanfaatkan. Saat ini, dana pihak ketiga di perbankan mencapai Rp7.250 triliun, dan ratio loan to debt baru 77%. ‘’Jadi masih ada ruang untuk mengeluarkan kredit baru,’’ ujarnya.

Pasar modal dan obligasi, disebut Sri Mulyani Indrawati juga punya potensi besar seiring dengan dengan investor bertambah yang kini mencapai 7,5 juta orang. Kapitalisasi pasar modal pun tumbuh 3,77% di 2021 menjadi Rp7.223 triliun, dan pasar obligasi pun tumbuh 9,56% menjadi Rp4.718 triliun. ‘’Jadi, silakan IPO, right issue, jual ombigasi. Investornya sudah sangat besar,’’ katanya.

Inflasi Global

Namun, Menteri Sri Mulyani punya catatan lain, Indonesia kini harus mewaspadai lonjakan inflasi dunia, baik di negara maju maupun emerging.  “Yang harus diwaspadai ialah lonjakan inflasi dunia.  Seperti di AS inflasinya mencapai 7,5%  pada Februari ini. Ini akan mendorong kenaikan suku bunga serta pengetatan likuiditas,” ujarnya.

Hal ini tentu akan memberikan dampak spill over atau rambatan yang harus dalam bentuk arus modal (capital flow). Menurutnya, capital flow akan mendapat pengaruh negatif dari kenaikan suku bunga imbal hasil (yield) dari Surat Berharga Negara (SBN). Tentu, ini akan mendorong dalam hal biaya atas surat utang negara.

Negara-negara emerging juga mencatatkan kenaikan inflasi yang tinggi. Argentina mencatat inflasi 50%, Turki 48%, Brazil 10,4%, Rusia 8,7%, dan Meksiko 7,1%. Rambatan atas gerakan inflasi ini perlu diwaspadai. “Kenaikan infasi yang tinggi tentu akan bisa mengancam proses pemulihan ekonomi karena daya beli masyarakat tentu akan tergerus,” kata Sri Mulyani.

Skenario menghadapi dampak inflasi ini juga sedang disusun. “Kami masih akan melakukan langkah-langkah untuk membuat detail Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF), yang dipresentasikan di DPR untuk menjadi bahan menyusun RAPBN 2023,’’ kata Menkeu.

 

Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari

Berita Populer