Dalam sepuluh tahun terakhir, industri kopi Indonesia mengalami pertumbuhan yang signifikan sebesar 250%.
Setiap 11 Maret, sejumlah kegiatan perkopian digelar di mana-mana, mulai di Sumatra hingga Papua. Ada yang mengadakan pameran, ada pula yang bagi-bagi kopi gratis di pasar
Ya, 11 Maret merupakan hari istimewa bagi pecinta kopi Indonesia. Tanggal itu diperingati sebagai Hari Kopi Nasional. Hari kopi ini pertama kalinya diusulkan oleh Dewan Kopi Indonesia (Dekopi) pada 2018.
Penetapan Hari Kopi itu diawali dengan pameran kopi di Intermark Convention Hall, Serpong, yang dilanjutkan dengan diumumkannnya Dewan Pengurus Pusat (DPP) Dekopi oleh Ketua Dekopi sendiri, yaitu Anton Apriyantono, yang pernah menjadi Menteri Pertanian Indonesia.
Beberapa bulan sebelumnya, Dekopi dideklarasikan di Yogyakarta, tepatnya pada 9 Desember 2017. Cita-cita yang diemban Dekopi saat itu adalah memacu perkopian nasional serta mengembalikan dan meningkatkan kejayaan kopi nusantara.
Untuk memperingati Hari Kopi Nasional, sebuah kedai kopi di Kota Malang membagikan 200 gelas kopi gratis pada Jumat, 11 Maret 2022. Mereka mengenalkan kopi lokal yang memiliki kualitas tak kalah dengan kopi impor.
Sejak pagi, para barista di kedai kopi Klodjen Djaja, yang terletak di kawasan Pasar Klojen Kota Malang, tampak sibuk. Selain roasting kopi, mereka juga terus menyeduh kopi hitam robusta untuk dibagikan secara gratis.
Mereka memberikan gratis ngopi jika memesan pukul 08.00--11.00. Selain itu mereka juga membagi kopi gratis kepada wisatawan, pedagang, dan warga sekitar pasar.
Di Timika, Papua, dalam rangka merayaan Hari Kopi Nasional, komunitas kafe melakukan kegiatan bagi-bagi kopi untuk menarik minat para pecinta kopi di Timika, Ibu Kota Kabupaten Mimika Papua. Lebih dari 1.000 gelas kopi yang diseduh habis sebelum senja.
Lima belas barista dari masing-masing kafe di Timika bergabung untuk meriahkan acara ini. Aroma kopi pun semerbak hingga memenuhi koridor di Jl Kartini.
Sementara itu pada Hari Kopi Nasional, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membuka Indonesia Premium Coffee Expo & Forum 2022 pada 11 Maret 2022, yang dirancang untuk menjadi perluasan informasi peta komoditas kopi Indonesia dan stimulator bagi pertumbuhan ekonomi.
Didukung program acara yang menarik bagi pengembangan industri kopi nasional, Indonesia Premium Coffee Expo & Forum 2022 juga membidik perluasan pasar global dengan menjadikan pertemuan G20 di Bali dan konferensi perubahan iklim COP-27 di Mesir 2022. Hal ini akan memberikan manfaat bagi perluasan rantai nilai dan strategi pemasaran guna memperkuat trade mark sekaligus meningkatkan penjualan kopi nasional ke mancanegara.
Indonesia Premium Coffee Expo & Forum 2022 yang diadakan secara virtual itu akan berlangsung hingga November 2022 melalui www.indonesiapremiumcoffeeexpo.com. Selain itu, diselenggarakan juga dengan platform hibrida pada 24--26 Juni 2022 di Taman Lapangan Banteng Jakarta.
Airlangga Hartarto mengatakan kopi merupakan salah satu komoditas hasil perkebunan yang mempunyai peran penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, karena merupakan komoditas perkebunan ketiga terbesar setelah sawit dan karet dengan persentase kontribusi terhadap PDB perkebunan sebesar 16,15%.
Dengan lebih kurang sebanyak 7,8 juta jiwa yang menggantungkan hidupnya dari perkebunan kopi, Indonesia juga merupakan produsen kopi terbesar ke-4 di dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia.
Melalui peran yang cukup penting dan menjanjikan dalam perekonomian nasional, industri kopi mempunyai potensi yang besar untuk terus berkembang di Indonesia. Menurut Airlangga, dalam 10 tahun terakhir, industri kopi Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan yakni sebesar 250%.
“Tentunya diharapkan kita bisa mendorong kontribusi komoditas kopi terhadap perekonomian, dan apresiasi kepada beberapa brand kopi lokal yang berhasil melantai di bursa dan juga menguasai pasar di luar negeri,” ujar Menko Airlangga dalam pidato sambutannya pada acara Opening Ceremony Indonesia Premium Coffee Expo & Forum 2022, Jumat (11/3/2022).
Beberapa daerah penghasil kopi asal Indonesia yang dikenal dunia di antaranya, kopi Gayo di Provinsi Aceh, kopi Papua, kopi Kintamani asal Bali, kopi Toraja asal Sulawesi dan kopi Java Ijen Raung asal Bondowoso. Jenis kopi lain yang cukup dikenal seperti, kopi Liberika asal Riau, kopi Sidikalang dari Sumatra Utara, kopi Flores Bajawa, kopi Temanggung, kopi Lampung, dan masih banyak lainnya.
Produksi kopi tanah air pun cenderung meningkat dalam lima tahun terakhir. Berdasarkan laporan Statistik Indonesia yang dilansir Databoks-Katadata, menyebutkan jumlah produksi kopi Indonesia mencapai 774,60 ribu ton pada 2021. Jumlah itu meningkat sekitar 1,62% dari tahun sebelumnya yang sebanyak 762,20 ribu ton.
Sumatra Selatan merupakan produsen kopi terbesar di Indonesia sepanjang 2021. Jumlah produksi kopi di provinsi ini mencapai 201,40 ribu ton. Lampung menyusul dengan jumlah produksi kopi sebanyak 118 ribu ton. Kemudian, Sumatra Utara dan Aceh masing-masing memproduksi kopi sebanyak 76,80 ribu ton dan 74,20 ribu ton.
Selama lima tahun terakhir, jumlah produksi kopi di Indonesia yang tertinggi yakni pada 2021. Sementara itu, produksi kopi terendah yakni pada 2017 sebanyak 716,10 ribu ton.
Ekspor kopi tanah air pun terus diminati oleh sejumlah negara di dunia. Seperti laporan Databoks-Katadata yang melansir Statistik Indonesia menunjukkan, volume dan nilai ekspor kopi Indonesia tercatat naik pada 2021. Volume ekspor kopi Indonesia sebesar 380,17 ribu ton pada 2021. Angka ini naik sekitar 1,21% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 375,60 ribu ton.
Sementara itu, nilai ekspor kopi tanah air sebesar USD842,52 juta. Angka tersebut naik sekitar 4,11% dibandingkan 2020 yang sebanyak USD809,20 juta. Amerika Serikat menjadi negara tujuan utama ekspor kopi Indonesia pada 2021. Tercatat, volume ekspor kopi Indonesia ke Negeri Paman Sam sebesar 57,69 ribu ton. Sementara itu, nilai ekspornya sebesar USD194,76 juta. Secara tren, volume dan nilai ekspor kopi Indonesia cenderung menurun dalam 10 tahun terakhir. Volume dan nilai ekspor kopi tertinggi tercatat pada 2013, sedangkan yang terendah yakni pada 2018.
Menurut catatan International Coffee Organization (ICO), konsumsi kopi Indonesia tahun 2019 3,6 juta karung. Sedangkan pada 2020 sebanyak 5 juta karung. Dalam sepuluh tahun terakhir konsumsi tumbuh 3,7%, tertinggi kedua di antara negara-negara produsen kopi. Sedang konsumsi per kapita masih termasuk rendah yaitu 1,1 kg/tahun.
Sementara menurut Direktur PT Riset Perkebunan Nusantara Iman Yani Harahap pada Desember 2021, konsumsi kopi Indonesia saat ini mencapai 300.000 ton, dengan pertumbuhan mencapai 8%. Konsumsi perkapita 1,5 kg/tahun masih rendah dibanding negara-negara Eropa seperti Finlandia yang mencapai 12 kg dan Jerman 6,5 kg.
Pertumbuhan konsumsi ini tidak diikuti oleh pertumbuhan produksi sehingga harus dipacu lagi. Road map kopi nasional menargetkan produksi meningkat dua kali lipat dari saat ini yang 775.000 ton menjadi 1,5 ton, juga posisi Indonesia sebagai negara produsen nomor empat menjadi nomor dua.
Pengalaman Brasil, negara produsen kopi terbesar dunia, konsumsi lokal yang besar membuat industri olahan di dalam negeri berkembang pesat. Industri pengolahan lokal skala besar menjadi penyangga bagi fluktuasi harga kopi di pasar internasional, meningkatkan penyerapan tenaga kerja terutama anak milenial di semua rantai pasoknya, meningkatkan pendapatan negara lewat pajak dan peningkatan PDB.
Dampak dari pandemi yang membuat harga kopi di tingkat petani menurun, maka Sekretariat ICO ditugaskan menjaga sustainability kopi di negara-negara produsen, salah satunya dengan meningkatkan konsumsi kopi di masing-masing negara produsen. Ada dana khusus dari ICO yang digunakan untuk membuat strategi peningkatan konsumsi kopi di negara-negara produsen kawasan Asia dan Oceania, termasuk Indonesia.
Dana ICO untuk peningkatan konsumsi kopi di dalam negeri di Indonesia seperti yang dilansir mediaperkebunan.id diberikan pada Puslitkoka. Dana ini menjadi jaring pengaman bagi petani ketika harga rendah, membuat industri olahan kopi dalam negeri berkembang dan Indonesia tidak terlalu terpengaruh dengan volatilitas harga ditingkat internasional.
Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari