PLN diminta mengamankan pasokan batu bara di tengah lonjakan harga komoditas tersebut.
Harga batu bara terus menggeliat pekan ini. Dari ICE Newcastle--pasar dan acuan untuk batu bara dunia--harga komoditas itu untuk kontrak April sudah mencapai di level USD269,95 per ton pada perdagangan Rabu (23/3/2022). Komoditas emas hitam itu sempat mengalami penurunan, bahkan sempat menyentuh harga USD231,95 per ton untuk kontrak Mei 2022.
Kendati permintaan masih bisa dikatakan tinggi, pasar komoditas batu bara tampak mulai jenuh merespons konflik Rusia dan Ukraina. Apalagi kemudian ada berita, kedua negara yang sebelumnya pernah menjadi satu negara bernama Uni Soviet juga tengah melakukan upaya perundingan damai. Walau kabar terbaru, keduanya masih belum memperoleh kata sepakat.
Yang jelas, konflik kedua negara itu tetap menyebabkan fluktuasinya harga batu bara. Bahkan, komoditas itu sempat tembus ke level USD400 per ton, usai Rusia menyerang Ukraina. Kini, harga batu bara di kisaran USD200 per ton. Artinya, harga batu bara masih terbilang mahal.
Benar, pelaku bisnis sektor pertambangan kini sedang menikmati bulan madu dengan naiknya harga komoditas, termasuk batu bara di tengah perang Ukraina Vs Rusia. Bagi produsen, kini saatnya menikmati keuntungan ekspor dari meroketnya harga emas hitam tersebut.
Di sisi lain, kepentingan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sangat tergantung bahan bakar batu bara bagi pembangkitannya. Kebutuhan BUMN listrik itu terhadap bahan bakar batu bara masih di atas 60 persen.
Menurut data PLN, kebutuhan batu bara antara 115 juta sampai 125 juta ton pada tahun ini. Kebutuhan itu akan meningkat secara berkelanjutan dan konsisten mencapai angka 153 juta ton pada 2030.
Dalam rangka mengamankan kebutuhan energinya, pemerintah telah mengamankan soal pasokan bahan pembangkitan itu melalui kebijakan DMO batu bara. Tahun ini, kebijakan DMO batu bara ditetapkan sebesar 166 juta ton dari total produksi 663 juta ton.
Meskipun sudah ada kebijakan DMO, PLN sempat mengalami krisis pasokan akibat produsen berlomba-lomba mengekspor produknya jelang akhir 2022. Pemerintah dan Kementerian ESDM pun mengeluarkan kebijakan larangan ekspor selama satu bulan di Januari 2022.
Kebijakan itu kemudian direlaksasi, ekspor diizinkan bila perusahaan batu bara telah memenuhi 76 persen--100 persen kewajiban DMO. Sedangkan produsen yang DMO nya masih di bawah 75 persen, izinnya ditangguhkan.
Agar pasokan bahan bakar pembangkit jangan sampai terganggu, Menteri Keuangan Sri Mulyani pun sampai perlu mengingatkan PLN agar mengamankan pasokan batu baranya di di tengah lonjakan harga komoditas tersebut.
“Kita punya kebijakan DMO. Jangan sampai pasokan menipis karena harga batu bara sedang tinggi-tingginya sekarang. PLN harus secure, jangan sampai nanti tiba-tiba PLN tidak ada pasokan, akibat harga batu bara naik tinggi," ujar Sri Mulyani dalam satu seminar Indonesia Economic Outlook 2022, Selasa (22/3/2022).
Di tengah melonjaknya harga komoditas itu, Sri Mulyani juga menjamin, pemerintah tetap mempertahankan tarif listrik agar tak naik di tengah lonjakan harga berbagai komoditas. “Tujuannya agar tak terjadi market shock. Dengan demikian, daya beli masyarakat tetap terjaga,” tandasnya.
Apalagi, dia menambahkan, jika pemerintah mengerek tarif listrik, maka proses pemulihan ekonomi berpotensi terganggu. Ujung-ujungnya, pemerintah akan gagal mempertahankan ekonomi domestik di zona positif tahun ini.
Agar lebih mengamankan pasokan bahan bakar batu bara di tengah lonjakan harga komoditas itu, pemerintah baru saja mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 17/PMK.02/2022. PMK yang lahir pada 1 Maret dan diundangkan pada 2 Maret itu mengatur tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Kebutuhan Mendesak Berupa Denda dan Dana Kompensasi Pemenuhan Kebutuhan Batu Bara Dalam Negeri pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Isa Rachmatarwata, Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan, mengemukakan bahwa tujuan penetapan PMK tersebut untuk memastikan pasokan minerba, khususnya batu bara, dapat tercukupi untuk kepentingan dalam negeri, baik untuk PLN, industri semen, dan industri lain, sebelum diekspor.
“Meskipun sejumlah regulasi memagarinya, masih saja terdapat perusahaan pemegang IUP atau IUPK yang belum patuh melaksanakan kewajibannya dalam memenuhi kebutuhan batu bara untuk kepentingan dalam negeri,” ujarnya dalam siaran persnya, Senin (21/3/2022).
Hal ini, tambah Isa, menyebabkan batu bara tidak selalu tersedia dalam jumlah yang cukup di dalam negeri, sehingga industri di dalam negeri mengalami kekurangan bahan baku untuk operasionalnya. “Ini pun kemudian mengakibatkan suplai produk industri untuk kepentingan umum terganggu.”
PMK ini diharapkan dapat mengakomodir jenis PNBP baru berupa denda dan dana kompensasi pemenuhan kebutuhan batu bara dalam negeri pada Kementerian ESDM, sehingga pemungutan atas jenis PNBP dimaksud memiliki dasar hukum yang kuat.
Penetapan PMK ini telah selaras dengan kebijakan nasional pengutamaan mineral dan/atau batu bara untuk kepentingan dalam negeri yang diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, dan Pasal 158 Ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Dalam rangka pelaksanaan ketentuan dimaksud, dalam Pasal 158 Ayat (3) Peraturan Pemerintah 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Minerba, lebih lanjut telah ditetapkan bahwa pemegang izin usaha pertambangan (IUP) atau pemegang izin usaha pertambangan khusus (IUPK) tahap kegiatan operasi produksi dapat melakukan penjualan ke komoditas batu bara yang diproduksi luar negeri, setelah terpenuhinya kebutuhan batu bara dalam negeri.
“Hal ini sesuai dengan arahan Presiden Republik Indonesia yang menyatakan agar pemenuhan kebutuhan batu bara dalam negeri harus dipenuhi khususnya untuk kepentingan umum”, ujar Isa.
Dengan adanya PMK, dia menjelaskan, pemerintah dapat mengatur pengenaan sanksi bagi perusahaan yang melanggar ketentuan tidak memenuhi kebutuhan batu bara untuk kepentingan dalam negeri berupa pengenaan denda atau dana kompensasi. Dalam hal pemegang IUP atau IUPK tidak melaksanakan pemenuhan batu bara sesuai kontrak dengan industri dalam negeri, pemegang IUP atau IUPK akan dikenakan denda.
Sementara itu, untuk pemegang IUP atau IUPK yang punya kewajiban pemenuhan batu bara ke dalam negeri, kendati tidak mengikat kontrak dengan industri dalam negeri dan menjual seluruh hasil produksinya ke luar negeri (misalnya mengingat spesifikasi batu bara yang diproduksi pemegang IUP atau IUPK tidak sesuai dengan kebutuhan industri dalam negeri) akan dikenakan kompensasi.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari