Indonesia.go.id - Mengawal Industri Fintech

Mengawal Industri Fintech

  • Administrator
  • Selasa, 5 April 2022 | 09:02 WIB
KOMINFO
  Menteri Kominfo Johnny G Plate mengungkapkan, pemerintah menutup akses atau takedown konten-konten investasi ilegal sejak 2016. Ada ribuan platform yang diblokir. KOMINFO
Pemerintah menutup akses atau takedown konten-konten investasi ilegal sejak 2016. Ada ribuan platform yang diblokir, termasuk Binomo.

Pemberitaan akhir-akhir ini cukup ramai membicarakan soal konten investasi binary option, seperti binomo. Korban dari Binomo sudah banyak yang berjatuhan dan kerugian yang diderita korbannya pun tidaklah sedikit.

Investasi binary option hanyalah salah satu model dari perkembangan layanan keuangan berbasis digital (fintech). Banyak model layanan fintech, seperti investasi valuta asing (forex), pinjaman online, robot trading, dan sejenisnya. Semuanya berbasis digital.

Maraknya layanan jasa keuangan digital yang merugikan masyarakat tentunya sangat disesalkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) di tengah melesatnya jasa ekonomi berbasis digital.

Tak pelak, sikap tegas pun diambil oleh Kemenkominfo. Kementerian itu menyebutkan, sebanyak 3.216 konten investasi ilegal, termasuk binary option, telah diblokir. Namun pihak kementerian itu menilai, langkah serupa itu saja tidaklah cukup. Literasi digital masyarakat perlu ditingkatkan.

Menteri Kominfo Johnny G Plate mengungkapkan, pemerintah menutup akses atau takedown konten-konten investasi ilegal sejak 2016. Ada ribuan platform yang diblokir.

"Kami secara aktif melakukan pemutusan akses atas website atau takedown terhadap konten yang melanggar ketentuan perundang-undangan sepanjang periode 2016 sampai 2022," kata Johnny, saat Rapat Kerja bersama Komisi I DPR, Selasa (22/3/2022).

Total, 3.216 konten investasi bodong diblokir. Rinciannya sebagai berikut, kategori pialang atau perdagangan berjangka ilegal sebanyak 967 konten, investasi ilegal 867 konten, forex ilegal 1.167 konten, dan kategori binary option 215 konten.

"Pelaksanaan pemutusan akses oleh Kemenkominfo, kami lakukan berdasarkan rekomendasi dari kementerian atau lembaga yang memiliki otoritas, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti)," tambah Johnny.

Kemenkominfo juga rutin mengais langsung di dunia digital untuk mencari pinjaman online ilegal. “Selanjutnya diteruskan kepada OJK untuk diverifikasi," kata dia.

Kendati demikian, Johnny mengakui bahwa pemutusan akses bukanlah satu-satunya solusi untuk mengatasi platform investasi ilegal, baik binary option maupun robot trading. Oleh sebab itu, dia menilai, upaya literasi digital untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berinvestasi dan bertransaksi di ruang digital perlu terus dilakukan.

Kerja sama antara pemerintah dan masyarakat luas pun dibutuhkan. "Hal ini mengingat pemutusan akses bukanlah satu-satunya solusi dalam mengatasi permasalahan. Literasi digital, penanganan konten dan penegakan hukum perlu dilakukan secara bersama-sama dengan dukungan masyarakat luas," ujar Johnny.

Cerita di atas adalah gambaran betapa peluang ekonomi digital sangat luas dan lebar. Investor ada yang melihatnya untuk kepentingan yang positif dan ada yang memanfaatkannya untuk kepentingan ilegal. Oleh karena itu, literasi digital sangat penting menyikapi fenomena ekonomi digital.

Dalam konteks ekonomi digital, industri fintech kini juga berkembang sangat pesat. Sejumlah layanan keuangan yang berbasis digital telah tumbuh bak cendawan di musim hujan. Semua layanan berbasis keuangan digital tersedia di negara ini.

Wajar saja, Indonesia disebut pasar ekonomi digital yang tumbuh signifikan di dunia, minimal di kawasan Asia Tenggara. Bayangkan, seperti dikatakan Ketua Dewan Pengawas Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Rudiantara, Indonesia telah membukukan total investasi mencapai USD904 juta pada tahun lalu.

Nilai itu setara 23 persen dari akumulasi investasi pada industri fintech di Asia Tenggara, pada tahun yang sama. “Secara akumulatif, jumlah investasi di industri fintech mencapai hampir USD1 miliar, tepatnya USD904 juta atau 23 persen dari akumulasi investasi pada industri fintech di Asia Tenggara pada 2021,” ujarnya, Jumat (25/3/2022).

Selain menunjukkan signifikansi industri fintech pada dunia investasi, statistik ini menunjukkan peran fintech yang semakin signifikan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi bagi Indonesia.

Dia pun berharap, porsi 23 persen itu diharapkan bisa terus ditingkatkan di Indonesia. Porsi sebesar itu mempresentasikan 40 persen populasi di Asia Tenggara. Peningkatan juga diharapkan berkembang baik dari aspek jumlah perusahaan hingga dampak yang dihasilkan.

Rudiantara juga menyampaikan, ada sejumlah catatan atas perkembangan fintech sepanjang 2021. Nilai transaksi uang elektronik meningkat hampir 60 persen year on year (yoy) menjadi Rp35 triliun.

Adopsi QRIS juga sudah melampaui target 12 juta merchant sebelum akhir 2021, sebagai upaya bersama mendukung UMKM. Selain itu, penyaluran pinjaman melalui fintech P2P lending telah merambah lebih dari 13 juta rekening peminjam, senilai Rp13,6 triliun per Desember 2021.

Adapun fintech turut serta mendorong banyak anak muda menjadi investor di pasar modal dan perdagangan aset digital pun belakangan ramai bergulir.

“Kemudian model bisnis fintech juga berkembang seperti credit scoring, aggregator, financial planner, insurtech, juga securities crowdfunding itu sudah mulai meningkat,” tuturnya.

Pada kesempatan itu, Ketua Dewan Pengawas Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) itu menjelaskan, tatanan regulasi fintech yang ada di Indonesia sudah cukup progresif dengan menganut self regulatory organization (SRO).

Harapannya, fintech bisa menjadi alat pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depannya, apalagi dari sisi populasi dan aksesabilitas infrastruktur sudah sangat mendukung perkembangan industri tersebut. Melalui ekonomi digital, Indonesia berpotensi menjadi salah satu negara dengan ekonomi besar di dunia.

 

Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari