Indonesia.go.id - BRIN Bentuk Platform Terbuka Riset Inovasi Global

BRIN Bentuk Platform Terbuka Riset Inovasi Global

  • Administrator
  • Kamis, 14 April 2022 | 07:00 WIB
G20
  BRIN mengajukan dua agenda utama untuk dibahas bersama yaitu meningkatkan kolaborasi riset dan inovasi melalui sharing fasilitasi, infrastruktur dan pendanaan. BRIN
Dalam Presidensi G20, Indonesia menawarkan tema riset dalam wadah skema kolaborasi riset dan peningkatan kapasitas dan kemampuan peneliti dalam pemanfaatan biodiversitas yang dikenal juga sebagai keanekaragaman hayati.

Sebagai salah satu rangkaian pendukung perhelatan Presidensi G20 Indonesia, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengadakan Research and Innovation Initiative Gathering (RIIG) sebagai side event untuk meningkatkan, mengintensifkan, serta memperkuat kolaborasi riset dan inovasi dengan berbagi sarana, prasarana, dan pendanaan di antara negara-negara anggota G20.

Kegiatan 1st RIIG yang secara spesifik membahas tentang Biodiversity Utilization to Support Green and Blue Economy (Pemanfaatan Biodiversitas Untuk Mendukung Ekonomi Hijau dan Ekonomi Biru) digelar di Jakarta secara daring, Rabu (13/4/2022) malam. Side event diikuti oleh delegasi dari 20 negara anggota G20 dan perwakilan lembaga internasional seperti Uni Eropa, Uni Afrika, ASEAN, Bank Pembangunan Islam (IDB), dan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

Pada RIIG 2022, BRIN mengajukan dua agenda utama untuk dibahas bersama yaitu meningkatkan kolaborasi riset dan inovasi melalui sharing fasilitasi, infrastruktur dan pendanaan. Kedua, penggunaan biodiversitas untuk mendukung kebijakan ekonomi hijau dan biru (green and blue economy).

Terpilihnya kedua hal tadi sebagai agenda utama dilatarbelakangi adanya keinginan untuk membentuk platform terbuka yang bisa menjadi jembatan (bridging) di antara anggota G20. Sekaligus mencapai pemahaman bersama yang dapat mewujudkan tujuan bermanfaat pada dunia riset dan inovasi. Demikian dikatakan Kepala BRIN Laksana Tri Handoko dalam sambutan tertulisnya.

Dikatakan Handoko, pada Presidensi G20 kali ini, Indonesia berinisiatif melanjutkan RIIG yang telah diinisiasi oleh Italia pada G20 sebelumnya. “Pada G20 kali ini, RIIG akan difokuskan pada kesadaran dan membuat kesepakatan bagaimana kita berkolaborasi memanfaatkan biodiversitas berbasis pada kolaborasi riset, sharing infrastruktur, dan pendanaan secara sederajat,” kata Handoko.

Menurutnya, berdasarkan pengalaman pandemi Covid-19 yang berlangsung hampir tiga tahun belakangan ini, kolaborasi riset biodiversitas dan pemanfaatannya berperan sangat penting. Pada kenyataannya, selama ini biodiversitas masih dikelola sendiri oleh masing-masing pihak. 

Kepala Organisasi Riset Kebumian dan Maritim BRIN sekaligus Co-Chair RIIG 2022, Ocky Karna Radjasa menyatakan bahwa biodiversitas adalah isu sangat penting, di mana saat ini ada sejumlah negara telah mengadopsi kebijakan gabungan ekonomi hijau dan biru.

Indonesia adalah rumah bagi 2,5 juta hektare terumbu karang atau 14 persen dari populasi terumbu karang dunia; 3,4 juta ha hutan mangrove (23 persen mangrove dunia); dan 292 ribu ha padang lamun.

Di samping itu terdapat 480 jenis karang keras atau 60 persen dari jenis karang keras dunia. Indonesia menjadi tempat bagi hidupnya 1.400 spesies ikan laut, 515 jenis mamalia, 270 spesies amfibi, 511 spesies reptil (keempat terbanyak di dunia), 240 jenis tumbuhan sangat langka, 2.827 jenis serangga terbang, dan 121 jenis kupu-kupu.

Dengan kekayaan biodiversitas demikian, menurut pakar mikrobiologi itu, Indonesia menawarkan kerja sama skema riset bersama dalam pelestarian dan isu-isu yang terkait di dalamnya. Selain itu, Indonesia juga menawarkan tema riset dalam wadah skema kolaborasi riset dan peningkatan kapasitas dan kemampuan peneliti dalam pemanfaatan biodiversitas yang dikenal juga sebagai keanekaragaman hayati.

 

Kolaborasi Riset Global

Ocky menambahkan, perlu adanya kerangka kerja yang jelas untuk melakukan kolaborasi khususnya dalam hal riset dan inovasi di antara negara-negara G20. Juga dikaitkan dengan pendekatan platform digital agar memaksimalkan hasil yang akan dicapai. "Ketika bicara mengenai pemanfaatan keanekaragaman hayati yang berkelanjutan, kita harus memikirkan bagaimana kita menjaganya bukan hanya untuk masa depan, tapi untuk planet kita. Karena itu, kita butuh pendekatan green and blue economy,” tegasnya.

Dalam kesempatan pemaparan singkat dari tiap delegasi G20, terlontar beberapa poin pembahasan pada rangkaian RIIG berikutnya. Australia, Brasil, Meksiko, Italia, India, Turki, dan Uni Eropa menekankan pentingnya kerangka kerja sama serta kolaborasi riset biodiversitas, berbagi fasilitas, dan data. "Kolaborasi dalam riset biodiversitas adalah hal penting yang perlu dilakukan oleh seluruh negara anggota G20 saat ini untuk menyelamatkan biodiversitas kita," kata Karina Pombo, wakil delegasi Argentina.

Delegasi Afrika Selatan menyampaikan dibutuhkannya pendanaan global bagi berbagai kegiatan untuk kepentingan biodiversitas seperti riset yang melibatkan lebih banyak lagi peneliti muda global. Hal serupa juga disuarakan wakil delegasi Tiongkok dan mengingatkan seluruh peserta bahwa masih banyak pekerjaan rumah terkait penanganan lingkungan dan perubahan iklim yang memerlukan riset dan inovasi.

Delegasi Korea Selatan dan Jepang menaruh perhatian kepada pemanfaatan lebih luas sumber daya kelautan bagi kesejahteraan bersama. Hal yang sama juga disampaikan wakil delegasi Kanada. "Kami siap mendukung ide pelestarian ekologi keanekaragaman hayati terutama di laut dalam kerangka ekonomi biru dan menjadi masukan untuk dokumen pada agenda KTT G20 utamanya untuk konservasi hayati," ujar Dennis Orbay dari Kanada.

Delegasi Inggris dan Amerika Serikat tertarik untuk mengajak negara-negara G20 mengembangkan riset dan inovasi pada energi baru terbarukan dalam kaitannya dengan ekonomi hijau dan ekonomi biru. Singapura yang mempunyai kekuatan dalam hal riset dan data menawarkan pengalaman dalam mengembangkan kawasan maritim dari negara pulau itu tidak hanya untuk tujuan pariwisata, tetapi juga sebagai tempat penelitian, pendidikan, konservasi, dan kepentingan biodiversitas.

 

Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Elvira Inda Sari