Indonesia.go.id - 14 Aturan Turunan Perpajakan yang Baru

14 Aturan Turunan Perpajakan yang Baru

  • Administrator
  • Minggu, 17 April 2022 | 11:00 WIB
REGULASI
  Ilustrasi. Pemerintah melahirkan kebijakan pajak untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional . Salah satunya transaksi kripto akan dikenai pajak. PEXEL
Dari 14 Peraturan Menteri Keuangan yang baru, ada tiga yang menjadi perbincangan masyarakat. Yaitu, Peraturan tentang Pajak Kendaraan Bermotor Bekas, Pajak Kripto, dan Pajak membangun rumah.

Pemerintah menerbitkan empat belas aturan turunan berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) untuk mengimplementasikan ketentuan pada Undang-Undang (UU) nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Pemerintah berupaya merumuskan kebijakan yang seimbang untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional.

Penerbitan PMK tersebut diharapkan dapat memudahkan wajib pajak (WP) dalam memahami dan melaksanakan amanat terkait kebijakan pada UU HPP. “Kami berharap agar wajib pajak dapat melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan pada UU HPP serta aturan turunannya,” ungkap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor dalam keterangan resmi.

Pemerintah berharap agar masyarakat dapat mendukung pelaksanaan setiap kebijakan dalam UU HPP, yang merupakan bagian dari reformasi perpajakan, serta dapat melihat setiap kebijakan tersebut sebagai satu kesatuan yang utuh. Hal itu dilakukan demi menciptakan fondasi pajak yang optimal dan berkelanjutan.

Dari 14 Peraturan Menteri Keuangan itu ada tiga peraturan yang menjadi perbincangan masyarakat. Yaitu, Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Bekas, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto, dan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) atau membangun rumah dengan luas bangunan paling sedikit 200 meter persegi.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 65 tahun 2022 disebutkan, pemerintah akan mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap perdagangan kendaraan bermotor bekas sebesar 1,1 persen dari harga jual. Direktur Neilmaldrin mengatakan, pengusaha kena pajak (PKP) yang memungut PPN merupakan PKP pedagang kendaraan bermotor bekas yang melakukan kegiatan usaha penyerahan kendaraan bermotor bekas.

Sedangkan kegiatan jual-beli kendaraan bermotor bekas yang dilakukan oleh orang pribadi atau individual yang bukan PKP dan penjualan atau pembelian yang dilakukan bukan karena kegiatan usaha, tidak perlu memungut PPN. Dalam PMK nomor 61/PMK.03/2022  pemerintah juga menaikkan (PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri/KMS) atau membangun rumah dengan luas bangunan paling sedikit 200 meter persegi.

Hal itu menyusul kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen per 1 April 2022.  PPN atas kegiatan membangun sendiri sebenarnya bukan hal baru. Pajak ini memang sudah ada sejak UU nomor 11 tahun 1994 yang berlaku pada 1 Januari 1995.  Yang disesuaikan hanya tarif dari 10 persen menjadi 11 persen, untuk rumah dengan luas bangunan paling sedikit 200 meter persegi. Dasar pengenaannya hanya 20 persen dari jumlah biaya.

Kegiatan membangun rumah sendiri adalah membangun tanpa menggunakan kontraktor yang memungut PPN, baik bangunan baru maupun perluasan dari yang lama. Dalam PMK dijelaskan, besaran pajak terutang sama dengan 20 persen x tarif PPN yaitu 11 persen x Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau 2,2 persen dari DPP. Adapun DPP PPN kegiatan membangun sendiri adalah nilai tertentu sebesar jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan untuk setiap masa pajak sampai dengan bangunan selesai, tidak termasuk biaya perolehan tanah.  

Ilustrasinya, seorang yang membangun rumah senilai Rp1 miliar, maka PPN yang harus dibayarkan adalah sebesar Rp22 juta (Rp1 miliar x 20 persen x 11 persen) atau (Rp1 miliar x 2,2 persen).

 

Pajak Kripto

Dan pada Mei 2022 nanti, transaksi kripto resmi mulai dikenakan pajak. Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 68/PMK.03/2022 tentang PPN dan Pajak Penghasilan (PPh) atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto. Poin-poin aturan itu mulai berlaku pada bulan depan.

Adalah Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor yang menegaskan bahwa aturan itu ditujukan untuk memberikan kepastian hukum tentang pemberlakuan PPN dan PPh atas transaksi kripto.

Pemberlakuan perpajakan mengacu kepada status aset kripto dalam kerangka hukum Indonesia. Bank Indonesia menyatakan, aset kripto bukanlah alat tukar yang sah, lalu Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dan Kementerian Perdagangan menegaskan bahwa aset kripto merupakan komoditas.

PPN yang terutang atas perdagangan kripto dipungut dan disetor oleh PPMSE dengan besaran tertentu (Pasal 9A UU PPN) sebesar 1% dari tarif PPN dikali dengan nilai transaksi aset kripto, dalam hal PPMSE merupakan pedagang fisik aset kripto (PFAK) dan 2% dari tarif PPN dikali dengan nilai transaksi aset kripto. Sedangkan dalam hal PPMSE bukan merupakan PFAK atau jasa penyediaan sarana elektronik untuk memfasilitasi transaksi aset kripto (jasa exchange dan dompet elektronik) merupakan JKP dan dikenai mekanisme umum PPN. 

Begitu juga jasa mining aset kripto (verifikasi transaksi aset kripto) merupakan JKP yang dipungut PPN dengan besaran tertentu sebesar 10% dari tarif PPN dikali nilai berupa uang atas aset kripto yang diterima penambang (miner). Juga pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh, 1) Penjual aset kripto dikenai PPh 22 final dengan tarif 0,1% dari nilai transaksi untuk PFAK; dan 0,2% dari nilai transaksi untuk selain PFAK. 2)  Penambang aset kripto dikenai PPh 22 final 0,1% dari nilai transaksi. 3) PPMSE atas penyelenggaraan perdagangan kripto dikenai PPh dengan tarif umum, atas transaksi aset kripto dikenai PPh 22 final 0,1% dari nilai transaksi.

 

Sedangkan 11 PMK yang lain adalah:

  1. PMK nomor 58/PMK.03/2022 berisi tentang Penunjukan Pihak Lain sebagai Pemungut Pajak dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan/atau Pelaporan Pajak yang Dipungut oleh Pihak Lain atas Transaksi Pengadaan Barang dan/atau Jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah.
  2. PMK nomor 59/PMK.03/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan nomor 231/PMK.03/2019 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Pemotongan dan/atau Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak bagi Instansi Pemerintah.
  3. PMK nomor 60/PMK.03/2022 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan melalui Sistem Elektronik.
  4. PMK nomor 62/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Liquified Petroleum Gas Tertentu.
  5. PMK nomor 63/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Hasil Tembakau. Nilai lain sebagai DPP untuk menghitung pajak pertambahan nilai yang terutang atas penyerahan hasil tembakau ditetapkan sebesar 100/(100+t) dikali harga jual eceran hasil tembakau. (t) adalah tarif PPN yang berlaku. PPN terutang dihitung dengan mengalikan tarif PPN yang berlaku dengan nilai lain sebagai DPP, sehingga PPN yang terutang berdasarkan pembulatan dihitung sebesar: 1) 9,9%  (sembilan koma sembilan persen) dikali harga jual eceran hasil tembakau, untuk penyerahan hasil tembakau yang mulai berlaku pada 1 April 2022; atau 2)  10,7% (sepuluh koma tujuh persen) dikali harga jual eceran hasil tembakau, untuk penyerahan hasil tembakau yang mulai berlaku pada saat diberlakukannya penerapan tarif PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Ayat (1) Huruf b UU PPN.
  6. PMK nomor 64/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Barang Hasil Pertanian Tertentu. PPN yang terutang atas penyerahan BHP Tertentu dihitung dengan menggunakan besaran tertentu yang ditetapkan sebesar 1,1% dari harga jual yang mulai berlaku 1 April 2022; dan 1,2 % dari harga jual yang berlaku sejak diberlakukannya penerapan tarif PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Ayat (1) Huruf b UU PPN.
  7. PMK nomor 66/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian.
  8. PMK nomor 67/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Agen Asuransi, Jasa Pialang Asuransi, dan Jasa Pialang Reasuransi. Sebagai pemungut PPN, perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi wajib melakukan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN atas pembayaran komisi jasa agen asuransi dan jasa pialang asuransi/reasuransi. PPN dipungut dengan besaran tertentu, yaitu 10% x tarif PPN Ps 7 (1) UU HPP x komisi/fee, untuk agen asuransi; atau 20% x tarif PPN Ps 7 (1) UU HPP x komisi/fee, untuk broker asuransi/reasuransi.
  9. PMK nomor 69/PMK.03/2022 tentang Perlakuan Perpajakan atas Teknologi Finansial. Ada prinsip equal treatment PPN antara transaksi digital dan konvensional. Tidak ada objek pajak baru dalam digital economy, yang berbeda hanya cara bertransaksi. Uang   elektronik   di   dalam   suatu   media   merupakan   non-BKP.   Jasa meminjamkan/menempatkan dana oleh kreditur kepada debitur melalui platform peer to peer lending (P2P) merupakan JKP yang dibebaskan PPN. Jasa asuransi melalui platform merupakan JKP yang dibebaskan PPN. Jasa penyediaan platform P2P, sarana/sistem pembayaran merupakan JKP.
  10. PMK nomor 70/PMK.03/2022 tentang Kriteria dan/atau Rincian Makanan dan Minuman, Jasa Kesenian dan Hiburan, Jasa Perhotelan, Jasa Penyediaan Tempat Parkir, serta Jasa Boga atau Katering, yang tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
  11. PMK nomor 71/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan JKP Tertentu Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan JKP tertentu wajib memungut dan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dengan besaran tertentu. Lima jenis JKP tertentu yang dipungut PPN dengan besaran tertentu berdasarkan PMK ini yaitu, 1) Jasa pengiriman paket pos, 10% dari tarif PPN dikalikan jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih. 2) Jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan wisata, 10% dari tarif PPN dikali jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih. 3) Jasa pengurusan transportasi (freight forwarding), 10% dari tarif PPN dikali jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih. 4) Jasa pemasaran dengan media voucer, jasa penyelenggaraan layanan transaksi pembayaran terkait dengan distribusi voucer, jasa penyelenggaraan program loyalitas dan penghargaan pelanggan (consumer loyalty/reward program), 10% dari tarif PPN dikali harga jual voucer. 5)  Jasa perjalanan ke tempat lain dalam perjalanan ibadah keagamaan, dalam hal tagihannya dirinci antara tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan dan tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain sebesar 10% dari tarif PPN dikali jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih.

 

Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari