Gelombang besar menimbulkan banjir air laut di Semarang. Tinggi air pasang bahkan sampai 210 cm. Fenomena turunnya muka tanah di pesisir membuat dampak air rob lebih serius.
Alarm tanda darurat berbunyi nyaring ketika air rob mulai menyerbu masuk dan membasahi lantai pabrik di Kawasan Industri Tanjungmas, Semarang, selepas jam istirahat siang, Senin (23/5/2022). Para pekerja menghentikan aktivitasnya, mematikan mesin perkakas, dan bergegas meninggalkan aula kerjanya. Listrik dipadamkan dan para pekerja diizinkan agar pulang lebih cepat.
Ribuan pekerja industri di kawasan berikat Tanjungmas, yang berada di dalam Kompleks Pelabuhan Tanjungmas berhamburan dan mencoba keluar dari area industri itu. Namun air rob semakin tinggi. Mereka yang bergerak cepat dapat lolos keluar dari dari area pelabuhan. Sebagian yang lain bertahan di lantai bangunan pabrik yang cukup tinggi seraya menyaksikan sepeda motor mereka di halaman parkir ambruk oleh arus air yang kuat dan nyaris tenggelam dalam genangan.
Tapi tak sedikit yang terjebak di jalan yang tergenang air rob satu meter tingginya. Sejumlah pekerja perempuan dari sejumlah industri garmen, sepatu dan tekstil itu, berjuang mendorong motornya di tengah arus air yang mengalir deras. ‘’Tanggul jebol. Banjirnya dari arah laut,’’ seru petugas sekuriti.
Banjir air rob tidak hanya melanda kawasan Pelabuhan Tanjungmas, siang itu. Area di kanan dan kiri pelabuhan pun diserbu air, bahkan di seluruh pesisir Semarang. Serbuan air itu berlangsung sampai beberapa jam, dan mencapai puncaknya sekitar jam empat sore, yang menimbulkan genangan sedalam 1,5 meter di sejumlah titik.
Air rob tak cepat surut. Sampai Selasa esok harinya (24/5/2022), 20 pabrik di Kompleks Pelabuhan Tanjungmas masih meliburkan karyawannya. Air masih menggenang. Sejumlah industri dan ribuan rumah di Kelurahan Bandarhardjo dan Tambaklorok tergenang. Terminal peti kemas di Pelabuhan Tanjungmas terendam air. Sejauh ini tak ada laporan korban jiwa.
Gubernur Ganjar Prabowo yang meninjau kawasan banjir Selasa pagi (24/5/2022) mengatakan, tak menemukan ada tanggul jebol. ‘’Ini anomali cuaca. Gelombang laut yang sampai ke pantai ini cukup tinggi. Air melimpas di atas tanggul dan masuk daratan,’’ kata Ganjar.
Ia pun memerintahkan aparatnya untuk mempertebal dan meninggikan tanggul-tanggul yang terlalu tipis. Jajarannya juga dimintanya memompa air dari kawasan yang tergenang. Tak hanya Semarang, gelombang tinggi juga menerjang kota-kota pantai Jawa Tengah seperti Tegal, Pekalongan, Demak, Pati, Rembang, bahkan sampai ke Pantai Kota Tuban di Jawa Timur. Air rob itu menerjang masuk daratan melalui sungai-sungai dan melimpas ke kanan kiri.
Di Pekalongan, setidaknya enam kelurahan terdampak oleh gelombang laut setinggi 1,5 meter yang menghempas pantai. Air laut menyeruak dan membangkitkan arus balik di Kali Widuri, di Pekalongan Barat, menjebol tanggul sepanjang 13 meter dan menimbulkan genangan di Kampung Tirto. Rumah-rumah warga tergenang. Sejumlah ruas jalan di sekitar Pantai Pekalongan tergenang sampai ke esok harinya.
Fenomena alam gelombang tinggi di Laut Jawa, yang menerjang pantai utara (pantura) Jawa Tengah dan Jawa Timur itu belum teridentifikasi secara persis. Koordinator Observasi dan Informasi Stasiun Meteorologi Maritim Tanjung Emas, Semarang, Ganis Erutjahjo mengatakan, banjir rob disebabkan oleh fenomena reguler perigee, yakni jarak bulan berada di titik terdekat dari bumi, sejalan dengan akan berakhirnya Syawal. Gravitasi bulan meningkat dan menimbulkan air pasang disertai gelombang besar. Sebagian kalangan menganggap teori astronomi ini tak cukup untuk menjelaskan anomali cuaca laut ini, namun sejauh ini belum ada kajian yang representatif untuk mengungkapkannya.
‘’Tinggi gelombang di perairan utara Jawa Tengah itu mencapai 1,25--2,5 meter. Pada 23 Mei 2022, pukul 16.00 WIB tercatat tinggi pasang 210 cm," kata Ganis. Tak ayal, air laut itu mudah melimpas di atas tanggul dan masuk kota Semarang.
Sebagian akademisi berpendapat teori astronomi ini tidak cukup untuk menjelaskan anomali cuaca laut ini. Toh, sejauh ini belum ada kajian yang representatif untuk mengungkapkannya. Namun, ada satu soal yang secara umum disepakati. Gelombang tinggi itu diakui membawa dampak lebih buruk karena peristiwa subsidensi (amblesan), fenomena turunnya muka tanah.
Subsidensi terjadi karena volume tanah mengalami pemampatan. Fenomena itu terjadi di hampir sepanjang pantai utara Pulau Jawa, dari Tangerang, Jakarta, Bekasi, terus ke timur ke arah Cirebon, Semarang, hingga ke Gresik di Jawa Timur. Kota-kota di Pantura Jawa itu berada di atas tanah khas pesisir, yakni tanah aluvial yang terbentuk dari endapan. Tanah aluvial pantura itu terbentuk pada wilayah pasang surut pantai sejak era 12 ribu tahun silam di akhir zaman es.
Tanah aluvial itu bersifat lunak dan gampang ambles. Proses sunsidensi bisa karena sebab alamiah, seperti karena adanya sedimentasi pada lapisan batuan di bawahnya. Yang mempercepat proses subsidensi itu adalah munculnya struktur besar di kota-kota pesisir, seperti rumah beton, jalan tol, kawasan industri, bangunan bertindak, dan banyak struktur lainnya.
Penyebab lainnya adalah pengambilan air tanah. Eksploitasi air tanah itu membuah struktur tanah aluvial rapuh dan mudah hancur akibat beban yang menindihnya. Kombinasi struktur besar di kota-kota dan eksploitasi air tanah menjadi faktor utama terjadinya subsidensi, terutama di wilayah yang tumbuh menjadi kawasan permukiman, perdagangan, bisnis, dan industri seperti di Tangerang, DKI Jakarta, Bekasi, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, hingga Gresik. Sebagian wilayah kota telah lebih rendah dari permukaan laut.
Fenomena itu sudah lama terjadi. Sistem tata kelola air dengan model polder, dengan kolam-kolam penampung, pompa air, dan kanal-kanal memberikan solusi. Sistem itu pula yang dipraktikkan di kota mandiri seperi Pantai Indah Kapuk (PIK) I dan II di perbatasan DKI-Tangerang. Namun, cara itu terlalu mahal untuk dilakukan di kota-kota yang telanjur berkembang seperti Jakarta dan Semarang. Perlu modal besar untuk melakukannya.
Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari