Postur APBN hingga akhir April surplus sangat besar. Keseimbangan primer dan total balance surplus 0,58 persen dari GDP.
Dunia kini masih diliputi ketidakpastian pandemi dan meletusnya perang Ukraina–Rusia. Namun demikian, Indonesia hingga saat ini terbukti masih mampu menahan dampak krisis baik dari sisi kesehatan, sosial, hingga ekonomi.
Semua itu tidak lepas dari peran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pasalnya, APBN menjadi instrumen kebijakan fiskal sangat fundamental dalam upaya pengendalian pandemi dan pemulihan ekonomi nasional.
Nah, dalam konteks ini Kementerian Keuangan, Senin (23/5/2023) baru saja melaporkan kinerja APBN hinggga April 2023. Seperti disampaikan Sri Mulyani Indrawati, Menkeu, kinerja APBN 2022 mencetak surplus Rp103,1 triliun atau setara 0,58 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) per April tahun ini.
Surplus APBN hingga April ini jauh lebih baik dibandingkan periode sama tahun lalu yang defisit Rp138,2 triliun atau 0,81 persen terhadap PDB. APBN dalam posisi surplus Rp103,1 triliun dibandingkan tahun lalu yang defisit.
Artinya, kinerja APBN mengalami pembalikan yang sangat cepat sekali atau 174 persen. Bahkan, dibandingkan bulan sebelumnya yang surplus anggarannya baru mencapai Rp10 triliun.
“Ini lonjakannya sangat tinggi,” tutur Menkeu Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (23/5/2022).
Secara rinci, surplus April disebabkan oleh pendapatan negara yang tercatat Rp853,6 triliun atau meningkat 45,9 persen year on year (yoy). Menurut Sri Mulyani, pertumbuhan pendapatan negara ini dinilainya sangat bagus, karena pada bulan lalu pertumbuhan pendapatan negara baru 31,1 persen.
Dari mana saja kontribusi kinerja APBN itu? Komponen pendapatan pajak tercatat Rp567,1 triliun atau tumbuh 51,5% (yoy), kemudian kepabeanan dan cukai tercatat Rp108,4 triliun atau tumbuh 37,7 persen (yoy), PNBP realisasinya Rp177,4 trilun atau tumbuh 35 persen (yoy).
“Pencapaian di sektor kepaebanan cukai itu luar biasa, tahun lalu sudah tumbuh tinggi, sekarang tumbuh lebih tinggi lagi. Pajak tahun lalu kan flat hampir growth-nya. Jadi kalau pajak baru mulai terlihat tahun ini, tapi kalau bea cukai growth-nya masih terlihat tinggi dan masih bertahan tinggi Alhamdulilah bagus,” ujarnya.
Di sisi lain, kinerja belanja negara hanya sebesar Rp750,5 triliun pada akhir April 2022. Realisasi itu naik 3,8 persen (yoy) dibandingkan dengan periode sama tahun lalu sebesar Rp723 triliun.
Begitu juga dengan belanja pemerintah pusat tercatat Rp508 triliun atau tumbuh 3,7 persen (yoy) dan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) Rp242,4 triliun atau tumbuh 4 persen (yoy).
“Belanja negara positif tumbuh mulai April, karena waktu kami lihat Maret pertumbuhan masih negatif semua. Jadi ini sudah terjadi akselerasi belanja kita,” tambah Sri Mulyani.
Adapun keseimbangan primer per April tercatat surplus Rp220,9 triliun atau lebih tinggi dari surplus keseimbangan primer per Maret 2022 yang sebesar Rp94,7 triliun. Ini juga lebih baik dari keseimbangan primer per April 2021 yang tercatat defisit Rp36,5 triliun.
“Jadi secara umum, dilihat postur APBN sampai akhir April surplus sangat besar keseimbangan primer dan total balance yakni surplus 0,58 persen dari GDP,” ujar mantan pejabat IMF tersebut.
Dengan kondisi surplus yang besar, alhasil pembiayaan utang menjadi turun signifikan, yang pada April tercatat Rp142 triliun atau turun hingga 64,1 persen (yoy).
“Nah, ini suatu prestasi konsolidasi APBN sangat baik, tentu kami gunakan surplus ini nanti, seperti yang kami sampaikan ke DPR untuk jadi shock absorber penahan guncangan karena pandemi dan sekarang sisi komoditas. Itulah APBN jadi shock absorber, stabilizer atau counter cyclical. Itu sebuah terminologi bahwa APBN selalu jadi instrumen utama dan pertama yang diandalkan rakyat dan perekonomian,” kata Sri Mulyani.
Meski demikian, Menkeu menyatakan, realisasi APBN yang gemilang hingga April berpotensi berubah, apabila pemerintah mulai membayar subsidi, kompensasi, hingga belanja negara mulai naik. Tetapi, Menkeu berharap pendapatan negara masih akan terjaga dengan baik sejalan dengan pemulihan ekonomi yang kian menguat.
Sebagaimana diketahui, pemerintah baru saja merevisi target defisit yang semula dipatok Rp868 triliun menjadi Rp840,2 triliun, karena defisit akan turun sekitar Rp27,8 triliun.
Sementara itu, outlook pendapatan negara naik Rp420,1 triliun dari Rp1.846,1 triliun menjadi Rp2.266,2 triliun sampai akhir 2022 dan outlook belanja negara ditargetkan naik Rp392,3 triliun dari Rp2.714,2 triliun menjadi Rp3.106,4 triliun.
APBN sebagai instrumen kebijakan fiskal sangat fundamental juga dibiayai dari utang. Berkaitan dengan itu, Sri Mulyani mengatakan, pembiayaan APBN melalui utang turun sangat tajam pada April 2022, yakni 62,4 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (yoy).
Alhasil, realisasi pembiayaan utang pada April 2022 mencapai Rp155,9 triliun. “Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Posisi April pembiayaan utang mencapai Rp414,9 triliun. Artinya, pembiayaan itu turun 62,4 persen,” ujarnya.
Dia memerinci, realisasi pembiayaan utang pada bulan lalu dilakukan melalui penerbitan surat berharga negara (SBN) neto sebesar Rp142,2 triliun dan pinjaman neto senilai Rp13,6 triliun.
Penerbitan SBN neto pada April 2022 menurun 65,9 persen dari April 2021 yang sebesar Rp416,7 triliun, begitu pula dengan pinjaman neto yang turun 857,2 persen dari sebesar minus Rp1,8 triliun pada April 2021.
“Ini menurun sangat tajam dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp416,7 triliun. Ini menggambarkan APBN sudah mulai terjadi konsolidasi atau pemulihan. Itu yang kami lihat dari profil pembiayan kita, yang paling utama penurunan sangat tajam dari issurance SBN,” tuturnya.
Menanggapi kinerja APBN 2022 hingga April, Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah menilai, ketahanan APBN 2022 sangat baik. Bahkan, dia memprediksi pemerintah mendapatkan windfall profit hampir Rp425 triliun.
Dari gambaran di atas, semoga prospek penerimaan pada tahun depan terus membaik. Dan, sektor penerimaan pajak sebagai penyetor utama kantong negara per April 2022 mencapai Rp567,1 triliun bisa lebih digenjot lagi seiring dengan mulai pulihnya ekonomi nasional yang sudah berjalan sesuai dengan skenario pemerintah.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari