Pemerintah mengajak swasta ikut andil memenuhi kebutuhan air bersih dan sanitasi layak bagi masyarakat.
Air bersih dan sanitasi layak adalah kebutuhandasar manusia. Salah satu poin tujuanpembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs) pada sektorlingkungan hidup adalah memastikanmasyarakat mencapai akses universal air bersih dan sanitasi.
Target SDGs pada 2030 salah satunya adalahakses dalam sektor air minum dan sanitasi, diharapkan dapat tercapai 100 persen. Pasalnya, air bersih dan sanitasi layak adalahkebutuhan dasar manusia.
Sesuai bunyi SDGs PBB pada 27 panel tingkattinggi dan panel kemitraan global, pada Juli2012, bahwa untuk memberantas kemiskinandan mengubah perekonomian dilakukan lewatpembangunan berkelanjutan. Nah, dari poinpembangunan berkelanjutan itulah, fokusutamanya adalah ketersediaan pangan, air bersih, dan energi yang merupakan dasar darikehidupan.
Merujuk pengamatan Bank Dunia pada 2014, ada 780 juta orang yang tidak memiliki aksesair bersih. Lebih dari 2 miliar penduduk di bumi juga tidak memiliki akses terhadapsanitasi. Akibatnya, ribuan nyawa melayangtiap hari dan kerugian materi.
Masih ada tersisa delapan tahun mencapai target 100 persen akses air dan sanitasi. Pertanyaannya, bagaimana dalam konteksIndonesia? Bappenas menyebutkan, Indonesia telah berhasil meningkatkan akses sanitasilayak dari 55 persen pada 2010 menjadi 80persen pada 2021.
Data itu juga menyebutkan, praktik buang air besar (BAB) sembarangan pun mengalamipenurunan dari 19 persen pada 2010 menjadi 5persen pada 2021 dan ditargetkan mencapainol persen pada 2024. Berkaitan denganpenyediaan air bersih dan sanitasi yang layak, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai pengampuinfrastruktur telah menjelaskan bahwapemerintah tidak bisa menyediakan fasilitasitu sendirian.
Oleh karena itu, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono kemudian mengajak swastaberkolaborasi dengan kementerian/lembaga(K/L) untuk memenuhi kebutuhan air bersihdan sanitasi layak. Selama ini, Kementerian PUPR telah menyediakan sanitasi layak dan air minum aman yang diwujudkan denganpembangunan 61 bendungan, perbaikankualitas danau-danau alami, sertapembangunan intake di sungai.
Menteri Basuki mengungkapkan, untukmewujudkan akses air minum aman dan sanitasi layak sesuai sustainable development goals (SDGs), pembiayaannya tidak bisadilakukan hanya melalui anggaran pendapatandan belanja negara (APBN). Untuk itu, Menteri Basuki mengajak pihak swasta untukikut berpartisipasi.
“Saya ingin mengajak pihak swasta untukberkolaborasi, untuk itu di Kementerian PUPR dibentuk Direktorat Jenderal PembiayaanInfrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahanyang tugasnya menggali pembiayaan non-APBN,” kata Menteri Basuki pada KonferensiSanitasi dan Air Minum Nasional (KSAN) 2022, Rabu (25/5/2022).
Dia menuturkan, preservasi jalan, pembangunan jalan tol, penyediaan air minumsudah dilakukan melalui skema kerja samapemerintah dengan badan usaha (KPBU).
“Saya ingin sanitasi juga bisa dilakukandengan KPBU, kalau hanya mengandalkanAPBN capaiannya akan lebih lambatdibanding dibantu dengan pembiayaan lain,” imbuh dia.
Selain itu, Menteri Basuki mengajakKemendikbud dan Badan Riset dan InovasiNasional (BRIN) untuk meningkatkan inovasisistem air minum dan sanitasi agar lebihefisien. “Saya juga ingin mengajak Kemendestermasuk pemerintah desa untuk berkolaborasidalam pemeliharaan dan operasi hibahinfrastruktur yang telah dibangun Kementerian PUPR,” ujarnya.
Menteri Basuki juga menekankan bahwa air bersih merupakan sumber kehidupan. Ketersediaan air bersih diyakini mampumeningkatkan kesehatan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi.
“Dengan program sanitasi dan air bersih, kami ingin memperkecil angka stunting (gagaltumbuh kembang pada balita) dan kemiskinanekstrem. Jadi, ketersediaan air bersih dan sanitasi yang baik merupakan dasar untukkesehatan masyarakat dan pertumbuhanekonomi,” papar dia.
Di tempat yang sama, Menteri PPN/ KepalaBappenas Suharso Monoarfa mendorong agar para pemangku kepentingan mengambillangkah perbaikan yang berorientasi pada kualitas air minum dan sanitasi demi mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang baik. “Ini buat bupati dan wali kotadalam hal penyediaan air minum, terutama di kota-kota yang ada PDAM, memang sebuahtantangan besar dan perlu penyelesaian-penyelesaian terintegrasi,” ujarnya.
Suharso mengungkapkan, akses sanitasi yang aman sangat penting terutama agar air limbahdomestik tidak menimbulkan bahaya bagilingkungan, utamanya air minum.
Dari 91 persen rumah tangga yang memilikiakses untuk air minum layak hanya 12 persen, di antaranya yang dinilai aman dan 19 persenyang memiliki jaringan air minum perpipaan. Menurutnya, jika peningkatan akses tidakdiikuti peningkatan kualitas, hal itu akanmempengaruhi kualitas SDM dan mencerminkan sistem kesehatan nasional yang terganggu.
Akses dan kualitas air minum dan sanitasisangat penting untuk menghindari potensimasyarakat terinfeksi penyakit yang pada akhirnya menghambat pembangunan negeri, termasuk dalam mencapai visi Indonesia 2045.
“Karena itu perlu diselesaikan secaraterintegrasi terutama untuk mencegah dan mengendalikan infeksi yang sebagai salah satusumber gangguan penyakit,” jelas Suharso.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari