Sampai akhir Juni 2022 ada kecenderungan laju karhutla menyusut dibandingkan 2021. Patroli dilakukan lewat darat, udara, dan citra satelit. Kemarau basah bisa menekan laju karhutla.
Setelah berjuang tiga hari, Tim BPBD Rokan Hulu, Riau, berhasil memadamkan kobaran api di lahan hutan Desa Suka Maju, Kecamatan Rambah. Pemadaman api berjalan alot dan melelahkan, karena petugas BPBD yang diperkuat unsur TNI dan Polri itu harus bekerja secara manual. Tak ada corong sprinkler dan mesin pompa air.
‘’Kami memadamkan api dengan ranting-ranting segar. Lokasinya di perbukitan yang berlereng, tak ada air di situ, tak ada gunanya membawa sprinkler,’’ kata Serda Dedy Novery Samosir, Babinsa Koramil 02, Kecamatan Rambah, Rokan Hulu. Toh, dengan perjuangan pantang mundur, tim gabungan itu bisa memadamkan api kebakaran hutan dan lahan (karhutla) itu. Sekitar 80 hektare lahan hangus.
Kobaran api di Desa Suka Maju, Kecamatan Rambah, hanya satu dari 19 titik api yang muncul di Kabupaten Rokan Hulu pada awal Juli 2022. Semuanya sudah tertangani. ‘’Informasi yang kami peroleh dari data BMKG itu kebakaran di Rokan Hulu sudah nol dari yang terjadi sebelumnya 19 titik," kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Rokan Hulu Zuliandri Rosa, seperti dikutip situs Pro3 RRI, Senin (11/7/2022).
Memasuki musim kemarau 2022, sejak Mei silam, BPPD Rokan Hulu mengintensifkan pemantauan lewat “Operasi Siaga Karhutla”. Selain memonitoring titik-titik api melalui citra satelit, yang dikirim oleh BPPD Provinsi Riau dan BMKG, Tim Siaga Karhutla Rokan Hulu rutin melakukan patroli darat ke desa-desa setiap hari.
"Sambil melakukan patroli, kami terus menyampaikan imbauan dan sosialisasi kepada masyarakat, disampaikan ke kepala desa dan kepala dusunnya serta tokoh masyarakat, untuk tidak melakukan pembakaran hutan dan lahan dalam membuka perkebunan," jelasnya.
Petugas juga menekankan bahwa pembakaran lahan tanpa izin dan koordinasi dengan aparatur desa dan kecamatan, berisiko pidana. Bukan hanya di Rokan Hulu, patroli karhutla itu juga gencar dilakukan oleh tim gabungan dari BPBD, petugas lapangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Manggala Agni), serta TNI-Polri di seluruh kabupaten di Riau. BPBD Riau juga terus memantau lapangan lewat citra satelit, termasuk dari Aplikasi Lancang Kuning, yang dioperasikan Polda Riau dengan memadukan citra dari sejumlah satelit. Semua titik panas (hotspot) terpantau hingga titik koordinatnya secara rinci.
Hasilnya cukup menggembirakan. Karhutla bisa direspons lebih dini. Sepanjang Januari–Juni 2022, cakupan karhutla di Provinsi Riau tercatat 661 ha, menurun dari 873 ha di 2021. Di masa lalu, cakupan karhutla di Riau ini bisa puluhan atau bahkan ratusan ribu pada tahun-tahun dengan kemarau yang kering dan panas menyengat. Insidensi Karhutla bisa terjadi sepanjang tahun, namun puncaknya adalah Juni–Oktober.
Kesibukan pemantauan juga terlihat di Pontianak. Tim Gabungan Satgas Penanganan Bencana Asap Karhutla 2022, yang beranggotakan unsur KPBD, Kementerian LHK, serta TNI-Polri, terus memantau situasi karhutla yang berakibat gangguan pada keselamatan operasional bandar udara.
Dalam laporannya per 15 Juli 2022, Satgas Penanganan Bencana Asap Karhutla Kalbar menyatakan, ada 90 hotspot di wilayah kerjanya. Yang terbanyak ada di Ketapang 20 titik, Sanggau 18 titik, dan Bengkayang 15 titik. Semua telat diketahui titik koordinatnya. Pemantauan dilakukan lewat citra satelit dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
Secara umum, menurut laporan Satgas, gangguan asap karhutla di Kalbar kecil. Jarak pandang di Bandara Supadio, Pontianak, dalam kondisi sempurna, yakni 10.000 meter. Kondisi buruk terjadi pada 15 Juni 2022, di mana asap karhutla menyelimuti Bandara Supadio Pontianak, sehingga jarak pandang turun sampai di bawah 1.000 meter. Namun, asap itu menghilang seiring dengan pemadaman api di lokasi karhutla di seputar Pontianak.
Sehari sebelumnya, satgas juga mengirim kendaraan operasional helikopter Bell 505 PK-WSA untuk patroli udara selama 3 jam. Titik-titik panas ditinjau dan diperiksa secara visual. Hasilnya, ditemukan sejumlah kepulan asap karhutla, dalam skala kecil. Satgas menyimpulkan, belum perlu mengirim heli bombing Mi-8 EX yang mampu mengangkut 4 ton air. Pemadaman api dapat dilakukan lewat darat dan diserahkan ke satgas kabupaten/kota.
Secara umum kejadian karhutla di 2022 relatif tidak menunjukkan gelagat yang ugal-ugalan. Bukan hanya di Riau angka karhutla menurun, kecenderungan serupa terlihat di Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, serta Kalimantan Timur. Namun, tren sama atau kenaikan dibandingkan 2021 terlihat di Provinsi Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Sumatra Selatan, dan Kalimantan Barat.
Di Kalimantan Barat, pada 2021, muncul 26.577 hotspot yang menyebabkan karhutla di area seluas 20.590 ha. Pada semester I-2022 ini “baru” tercatat ada 5.492 kasus titik api, tapi sudah membakar area seluas 12.461 ha. Tak heran bila Satgas Karhutla Kalbar itu kini semakin intens melakukan pengawasan dan aksi pemadaman.
Secara nasional, sampai akhir Juni lalu, karhutla telah melahap 59 ribu ha lahan di area hutan. Pada 2021, 359 ribu ha lahan terbakar, sedikit lebih tinggi dari 2020 yang mencapai 299 ribu ha. Kebakaran besar terjadi pada 2019, dengan cakupan lahan seluas 1,65 juta ha.
Neraca emisi karbon pada 2019 pun ambyar. Emisi karbon dari area karhutla pada 2019 hampir 710 juta ton. Oleh karenanya, tren penurunan pada 2020 dan 2021 perlu dijaga berlanjut agar target penurunan emisi karbon sebanyak 29 persen pada 2030 bisa tercapai.
Kuncinya memang ada di sektor forest and land use (FoLU), yang selama ini menjadi penyumbang emisi terbesar di Indonesia. Karhutla adalah wujud dari kegagalan tata kelola FoLU. Badan Meteorlogis Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan, di sepanjang Juli hingga Agustus 2022, sebagian wilayah tanah air masih akan cukup basah. ‘’Kemarau basah,’’ ujar Kepala BMKG Profesor Dwikorita Karnawati, Sabtu (16/7/2022). Termasuk di dalam area kemarau basah itu adalah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku yang berpotensi menyumbang kasus karhutla.
Angin kering monsun dari Australlia ke Asia terus bertiup sesuai dengan musimnya. Namun, angin kering itu tak menimbulkan efek kemarau, karena beberapa faktor cuaca lain yang bekerja di atas langit Indonesia. ‘’Masih ada faktor La Nina yang meski pun skalanya lemah, tapi memberi pasokan awan dari Pasifik,’’ ujar Dwikorita.
Ada pula faktor Osilasi Madden-Julian, yakni siklus gerakan angin yang membawa uap air dari arah Lautan Hindia ke Pasifik melalui Indonesia. Ditambah pula, ada unsur anomali cuaca berupa suhu permukaan laut di perairan Indonesia yang relatif lebih tinggi dibandingkan suhu laut di sekitarnya.
Situasi ini mengakibatkan adanya tekanan rendah di Indonesia yang mengundang massa udara di sekitar datang dan membawa uap air. Maka pada Juli, hujan masih terus datang, bahkan mendatangkan genangan di sejumlah tempat di Jakarta, Bekasi, dan Tangerang pada pekan kedua Juli 2022. ‘’Situasi ini akan berlangsung setidaknya sampai Agustus,’’ kata Dwikorita.
Hujan di musim kemarau itu membuat lantai hutan di Sumatra dan Sulawesi lembab dan tak mudah terbakar. Tapi, Satgas Asap Karhutla Kalimantan Barat memilih waspada. Meski di layar komputer citra satelit menunjukkan warna hijau, yang berarti basah, patroli terus dilakukan. Cuaca mudah berubah, dan sekian hari hujan tidak turun, api bisa langsung berkorbar.
Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari