Indonesia.go.id - Mendorong Kontribusi Koperasi

Mendorong Kontribusi Koperasi

  • Administrator
  • Minggu, 24 Juli 2022 | 10:32 WIB
KOPERASI
  Menteri Koodinator Bidan Perekonomian Airlangga Hartarto saat menghadiri acara Puncak Peringatan Hari Koperasi Nasional ke-75 dan Pembukaan Pekan Raya Kendal di Stadion Kebondalem, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. IST
Pemerintah terus mendorong kontribusi koperasi terhadap PDB hingga 5,5 persen pada 2024. Kontribusi koperasi pada 2019 sebesar 5,1 persen.

Acara Puncak Peringatan Hari Koperasi Nasional ke-75 dilaksanakan di Stadion Kebondalem, Kabupaten Kendal, pada Sabtu, 23 Juli 2022. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, dan Ketua Dekopin Nurdin Halid beserta sekitar 15.000 penggerak koperasi dari berbagai daerah hadir dalam acara ini.

Selain apel para penggerak koperasi, acara juga dilanjutkan dengan Pekan Raya Kendal. Menko Airlangga dalam sambutannya mengingatkan bahwa koperasi yang merupakan pilar ekonomi kerakyatan menjadi salah satu prasyarat bagi terwujudnya kemandirian dan kedaulatan bangsa. Koperasi dengan filosofi kegotongroyongannya mampu mengungkit dan mewujudkan kesejahteraan bagi anggotanya.

Dalam RPJMN 2020--2024 juga telah mengamanatkan pengembangan koperasi, terutama pada kontribusinya terhadap perekonomian nasional. Hingga awal Juli 2022, Indonesia tercatat memiliki sekitar 236 ribu unit koperasi dengan jumlah anggota sekitar 26,96 juta orang, dan volume usaha yang mencapai Rp163,45 triliun.

Namun demikian, Menko Airlangga terus mendorong kontribusi koperasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 5,5 persen pada 2024. Diketahui, kontribusi koperasi pada 2019 sebesar 5,1 persen.

“Jumlah dan kontribusi yang diberikan koperasi perlu terus kita dorong dan optimalkan lebih jauh lagi agar mampu memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat,” tutur Menko Airlangga, dalam sambutan dalam acara Puncak Peringatan Hari Koperasi Nasional ke-75 dan Pembukaan Pekan Raya Kendal di Stadion Kebondalem, Kendal.

Menurut Menko Airlangga, sebagai upaya untuk mengembangkan koperasi, pemerintah terus mendorong terwujudnya konglomerasi ekonomi Indonesia melalui koperasi. Koperasi juga didorong memiliki peningkatan jumlah anggota yang signifikan dan mengalami peningkatan aset serta mampu berpartisipasi aktif selama pandemi.

Selain itu pemerintah juga telah memberikan insentif kepada koperasi dengan program penyaluran dana bergulir Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Melalui Lembaga LPDB-KUMKM pada 2020 sebesar Rp1,29 triliun disalurkan dengan jumlah penerima manfaat sebanyak 84 mitra koperasi dengan total UMKM yang terbantu mencapai sekitar 118 ribu pelaku usaha. Bantuan itu diberikan dengan skema konvensional maupun syariah.

Pada 2020, pemerintah telah menyiapkan beberapa kebijakan untuk mendorong transformasi koperasi, antara lain, melalui Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM. Kedua aturan itu memberikan berbagai kemudahan bagi koperasi.

Selain itu, transformasi koperasi juga dilakukan melalui program modernisasi koperasi, penguatan pengawasan koperasi, pembiayaan penjaminan koperasi, dan pengembangan SDM perkoperasian. Pemberdayaan koperasi juga dilakukan melalui program Korporasi Petani dan Nelayan (KPN) sebagai off taker sekaligus badan usaha yang melakukan kegiatan off farm.

"Berbagai kebijakan pemerintah dalam mentransformasi koperasi diharapkan dapat menumbuhkan semangat dan antusiasme pengusaha koperasi nasional, terutama para generasi milenial pemuda-pemuda Indonesia," katanya.

Pada acara di Kendal itu, Menko Airlangga bersama Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia Nurdin Halid juga memberikan penghargaan dan mengapresiasi kontribusi para Tokoh Penggerak Koperasi.

Menanggapi pertanyaan terkait bagaimana menghidupkan kembali koperasi yang mati suri, Menko Airlangga pada sesi doorstop di akhir kunjungan menegaskan bahwa akan tetap fokus mendorong koperasi supaya mampu bertahan. Pemerintah menyediakan berbagai kemudahan dalam mendirikan koperasi dan UMKM.

 

Sejarah Koperasi

Koperasi pertama kali diperkenalkan oleh seorang berkebangsaan Skotlandia bernama Robert Owen (1771-1858).  Sejumlah sumber menyebutkan, koperasi mulai diperkenalkan di Indonesia oleh Patih R Aria Wiria Atmaja pada 1896 di Purwokerto. 

Melihat penderitaan rakyat karena ulah rentenir, Patih Aria lalu mendirikan bank untuk para pegawai negeri. Patih Aria mengadopsi sistem serupa dengan yang ada di Jerman, yakni mendirikan koperasi kredit.

Seorang asisten residen Belanda bernama De Wolffvan Westerrode, merespons tindakan Patih Aria. Sewaktu mengunjungi Jerman, De Wolffvan Westerrode menganjurkan untuk mengubah Bank Pertolongan Tabungan yang sudah ada menjadi Bank Pertolongan, Tabungan, dan Pertanian.

Setelah itu, koperasi mulai cepat berkembang di Indonesia. Bahkan untuk mengansitipasi ekonomi yang berkembang pesat, saat itu Pemerintahan Hindia-Belanda mengeluarkan aturan perundangan tentang perkoperasian. Pertama, diterbitkan Peraturan Perkumpulan Koperasi nomor 43 tahun 1915, lalu pada 1927 dikeluarkan pula Peraturan nomor 91 tahun 1927, yang mengatur perkumpulan-perkumpulan koperasi bagi golongan Bumiputra.

Pada 1933, Pemerintah Hindia-Belanda menetapkan Peraturan Umum Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi nomor 21 tahun 1933. Peraturan tersebut hanya diberlakukan bagi golongan yang tunduk kepada tatanan hukum barat, sedangkan peraturan tahun 1927, berlaku bagi golongan Bumiputra.

Lantaran Pemerintahan Hindia-Belanda menunjukkan sikap diskriminasi dalam peraturan yang dibuatnya, pada 1908, Dr Sutomo yang merupakan pendiri dari Boedi Utomo pun turun tangan untuk gerakan koperasi demi memperbaiki kondisi kehidupan rakyat.

Serikat Dagang Islam (SDI) 1927 dibentuk dengan tujuan memperjuangkan kedudukan ekonomi pengusah-pengusaha pribumi. Kemudian pada 1929, berdiri Partai Nasional Indonesia yang memperjuangkan penyebarluasan semangat koperasi.

Setelah Jepang berhasil menguasai sebagian besar daerah Asia, termasuk Indonesia, sistem pemerintahan pun berpindah tangan dari Pemerintahan Hindia-Belanda ke Pemerintahan Jepang. Jepang lalu mendirikan Koperasi Kumiyai. Namun nyatanya, langkah itu hanya dimanfaatkan Jepang untuk mengeruk keuntungan.

Setelah Indonesia merdeka, pada 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Pada kesempatan itu, sekaligus dibentuk Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) yang berkedudukan di Tasikmalaya. Momentum itu pun membuat 12 Juli ditetapkan sebagai Hari Koperasi Nasional.

 

Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari