Indonesia.go.id - Menambah Laju Si Ular Besi

Menambah Laju Si Ular Besi

  • Administrator
  • Sabtu, 10 September 2022 | 10:26 WIB
KONEKTIVITAS
  Kereta api angkut logistik di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. kereta api makin dilirik oleh industri untuk mengangkut hasil produksi mereka ke tujuan akhir di pelabuhan. PT KAI
Pemerintah sedang menyiapkan konektivitas kereta api dengan jalan tol, pelabuhan, dan kawasan industri seperti di Karawang dan Subang.

Kereta api adalah moda transportasi yang berjalan di jalur khusus berbasis rel dan membuatnya dapat berlari cepat, tak pernah direpoti oleh kemacetan, seperti halnya di jalan raya. Moda ini mampu mengangkut penumpang dalam jumlah ratusan hingga ribuan orang dalam sekali perjalanannya.

Kereta, utamanya yang digerakkan oleh tenaga listrik, juga lebih ramah lingkungan. Tidak salah jika moda ini menjadi salah satu pilihan sebagian masyarakat dalam bertransportasi. Termasuk di Jawa, pulau dengan populasi terpadat di Nusantara, serta sebagian Sumatra. Saat ini, hampir di setiap sudut Pulau Jawa, dari ujung barat hingga timur, terhubung oleh rel kereta api. Moda ini juga sebentar lagi dapat dinikmati masyarakat di Sulawesi, juga Kalimantan.

Menurut catatan Badan Pusat Statistik, hingga Juni 2022 kereta api telah membawa 116,754 juta penumpang di daerah yang memiliki jaringan rel seperti Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi atau Jabodetabek, luar Jabodetabek, dan sebagian Pulau Sumatra. Adapun rincian wilayahnya, sebanyak 92,009 juta penumpang diangkut moda berjuluk ular besi ini menggunakan kereta jenis Commuterline di wilayah Jabodetabek. Sedangkan sebanyak 22,783 juta lainnya di luar Jabodetabek. Kemudian ada sebanyak 1,962 juta orang berhasil diangkut dengan kereta di Sumatra. 

Secara umum, masyarakat yang menggunakan kereta tumbuh secara signifikan dalam rentang 2017--2019 dan hanya turun ketika fase pandemi terjadi 2020—2021 karena terbatasnya mobilitas masyarakat. Pada 2022, perlahan mulai pulih, seperti dikutip dari Buku Informasi Transportasi Volume 12 yang diterbitkan Kementerian Perhubungan.

Dalam buku itu, Direktorat Jenderal Perkeretaapian melaporkan bahwa pada 2017 kereta api mampu mengangkut 392.363.270 penumpang atau tumbuh sebesar 11,29 persen. Jumlah itu meningkat setahun kemudian menjadi 422.332.287 orang atau naik 7,64 persen. Puncaknya, pada 2019 dengan 453.486.738 penumpang (7,38 persen).

Saat pagebluk Covid-19 mulai merangsek di tanah air pada 2020, jumlah penumpang yang diangkut jadi menciut tinggal 199.255.108 orang serta 162.572.707 orang (2021). Penyusutan jumlah penumpang mencapai -52,82 persen (2020) dan -64,15 persen (2021). Hal ini dapat dimaklumi karena pada dua tahun itu, pemerintah melakukan pengetatan aturan perjalanan masyarakat termasuk membatasi kapasitas daya angkut penumpang kereta hingga 50 persen. Tindakan itu dilakukan untuk mencegah penyebaran virus corona.

Kereta listrik Commuterline yang dioperasikan PT KAI Commuter Indonesia (KCI), anak usaha PT Kereta Api Indonesia (KAI), tampil sebagai primadona transportasi masyarakat di Jakarta dan daerah-daerah penyangganya. Menurut Vice President Corporate Secretary KCI Anne Purba, setiap harinya hampir 900 ribu orang memakai jasa Commuterline.

Tersedia sebanyak 1.081 kali perjalanan Commuterline ke berbagai tujuan di seputar Jabodetabek. Alhasil, pengguna jasa Commuterline Jabodetabek menyumbang rata-rata 79 persen dari total penumpang kereta api setiap tahunnya.

Data Ditjen Perkeretaapian lagi-lagi mengungkapkan, pada 2017 kereta Jabodetabek sanggup menggendong 314.317.883 penumpang atau 80,11 persen dari total pengguna jasa kereta api di tahun itu. Pada 2018, angka itu menjadi 334.487.297 orang (79,40 pesen) dan 2019 sebesar 334.102.903 orang (83,09 persen).

Ketika pandemi 2020-2021, kereta Jabodetabek tak surut menyumbang persentase tertinggi bagi keseluruhan penumpang yang naik si ular besi, yakni masing-masing 199.255.108 orang (80,09 persen) dan 162.572.707 orang (83,68 persen). Bahkan menterengnya barisan kereta api utama di lintas utara dan selatan Jawa milik KAI berlabel Argo dan sejenisnya tetap tak sanggup mengalahkan kemampuan daya angkut kereta listrik di Jabodetabek. Pada 2017, mereka mengangkut 38.311.574 orang disusul 2018 dengan 47.552.496 orang dan 2019 sebanyak 47.157.593 penumpang. Periode pandemi 2020-2021 merosot hanya 14.085.584 dan 10.191.208 orang.

 

Angkutan Logistik

Kereta api tak hanya berfungsi mengangkut penumpang. Ular besi yang cekatan ini sanggup memanggul ribuan ton barang komoditas sekali jalan. Selain lebih cepat dan terjangkau, pengangkutan barang dengan kereta api akan membuat usia jalan raya menjadi lebih panjang.

Ditjen Perkeretaapian mencatat, kereta api makin dilirik oleh industri untuk mengangkut hasil produksi mereka ke tujuan akhir di pelabuhan. Beragam jenis barang diangkut, mulai pengangkutan limbah beracun (B3), bongkar muat (loading/unloading) batu bara, pasir, peti kemas, semen, air minum kemasan galon, dan jasa kurir antarkota. Pada 2017, ada 40,06 juta ton barang diangkut memakai kereta api, di mana sebanyak 30,92 juta ton dipasok wilayah Sumatra dan sisanya 9,13 juta ton dihasilkan dari Jawa.

Setahun kemudian kuantitas barang yang diangkut ikut meningkat menjadi 45,26 juta ton terdiri dari 34,53 juta ton di Sumatra dan 10,72 juta ton di Jawa. Kemudian, di 2019 terdapat 47,62 juta ton barang didistribusikan, yakni 37,46 juta ton di Sumatra dan 10,15 juta ton lainnya di Jawa. Lalu di 2020 ada 45,43 juta ton barang diangkut, yakni 37,42 juta ton di Sumatra dan sisanya 8,01 juta ton di Jawa.

Terakhir, pada 2021 lalu pengangkutan barang oleh kereta api tercatat sebanyak 50,03 juta ton dengan Sumatra masih menjadi kekuatan, yakni sebanyak 42,12 juta ton diikuti Jawa dengan 7,9 juta ton. Seperti dikutip dari Laporan Tahunan PT Kereta Api Logistik, angkutan batu bara menjadi primadona. Anak usaha KAI itu mengungkapkan, lonjakan permintaan ekspor batu bara ke Tiongkok pada 2021 ikut berdampak positif bagi mereka.

Pada tahun itu, KALOG mengangkut sebanyak 19,07 juta ton batu bara atau melampaui target sebesar 130 persen dari rencana sebanyak 14,67 juta ton. Pencapaian di 2021 itu bahkan lebih tinggi dari periode 2017—2020, yang berkisar di angka 6,25 juta ton--12,43 juta ton.

Untuk mendukung operasional kereta batu bara, KALOG sudah membangun lapangan penumpukan (stockpile). Lokasinya di Stasiun Sukacinta dan Kertapati dengan kapasitas harian di atas 25 ribu ton untuk kebutuhan empat perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) termasuk PT Bukit Asam.

Modernisasi dilakukan dengan membangun rail method gantry crane, belt conveyor system, dan shiploader untuk memudahkan bongkar muat dari stockpile ke kereta dan menuju tongkang dengan kapasitas loading 1.500 ton per jam. Sehingga dapat mempersingkat fase bongkar muat.

Untuk memindahkan 8.300 ton batu bara ke dalam satu unit tongkang memakai shiploader, misalnya, hanya diperlukan waktu 5--6 jam dari sebelumnya mencapai 30 jam.    

 

Integrasi Moda

Melihat kekuatan yang dimiliki ular besi itu, pemerintah pun mencoba melakukan integrasi. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berencana mengintegrasikan empat moda transportasi berbasis rel sekaligus, yaitu Kereta Cepat Jakarta-Bandung, mass rapid transit (MRT), kereta rel listrik (KRL), dan light rail transit (LRT).

Pihaknya terus melakukan perubahan dan perbaikan serta berkoordinasi dengan Kemenhub. Ia mencontohkan, saat ini pihaknya sedang merampungkan perluasan pembangunan Stasiun Manggarai dan menjadi titik akhir perjalanan kereta api jarak jauh. Sehingga, kereta api jarak jauh tidak lagi berhenti di Stasiun Gambir. Menurut Erick, ke depannya Commuterline dapat tersambung sampai ke tengah kota, termasuk berhenti di Stasiun Gambir. 

Ia menegaskan bahwa program ini memerlukan sinergi pusat dan daerah, karena MRT dan LRT jalur Kelapa Gading-Rawamangun dioperasikan oleh BUMD milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sedangkan KCJB, LRT Jabodetabek, serta KCI dikelola oleh anak usaha BUMN. Hal ini agar sesuai dengan peta jalan (roadmap) pembangunan nasional hingga 2045 yang mencakup bendungan, bandar udara, pelabuhan, hingga konektivitas kereta api.

"Konektivitas moda transportasi merupakan sebuah keharusan untuk menjadi solusi bagi masyarakat dan logistik barang," kata Erick di Jakarta, Senin (29/8/2022). Ia mengharuskan terjadinya koneksi antara stasiun kereta api, jalan tol, dan pelabuhan dengan kawasan industri seperti yang sedang dipersiapkan di Karawang dan Subang.

Termasuk di dalamnya rencana KAI dan Bukit Asam untuk meningkatkan pengangkutan batu bara di Sumatra dengan kapasitas maksimal hingga 72 juta ton pada 2026. KAI pun berencana menyiapkan jalur kereta api baru khusus dari Tanjung Enim menuju utara untuk pengangkutan batu bara Bukit Asam dengan kapasitas 20 juta ton per tahun.

 

Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari