Indonesia.go.id - Skema Pembiayaan Transisi Energi

Skema Pembiayaan Transisi Energi

  • Administrator
  • Kamis, 27 Oktober 2022 | 07:46 WIB
TRANSISI ENERGI
  Ilustrasi. PLN tengah menyiapkan pensiun dini untuk dua PLTU, yakni PLTU Pelabuhan Ratu dan PLTU Pacitan. ANTARA FOTO/ Arnnas Padda
PLN pun sudah menyiapkan ada tiga opsi skema pembiayaan pensiun dini PLTU.

Indonesia berkomitmen untuk mewujudkan net zero emission (NZE) pada 2060. Oleh karena itu, masalah transisi energi telah menjadi salah satu topik utama dalam Presidensi G20 Indonesia tahun ini.

Untuk mencapai NZE, pelbagai medium bisa digunakan. Di antaranya, melalui kerja sama bilateral mempercepat transisi energi (energy transition mechanism/ETM) dengan berupaya lebih kuat lagi dalam mitigasi dan pengurangan emisi.

Salah satu BUMN yang didorong untuk melakukan transisi energi itu adalah PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Dijelaskan Wakil Menteri BUMN I Pahala Nugraha Mansury, BUMN tetap harus mengedepankan keterjangkauan dan keberlanjutan (sustainable), termasuk terhadap masyarakat.

“Tentu saja, ketika kita bicara energi bersih kita tidak bisa meninggalkan masyarakat. Untuk itu, kolaborasi dari sisi investasi, teknologi, maupun kerja sama studi perlu terus dilakukan untuk mempercepat tercapainya target dekarbonisasi,” ujar Pahala.

Salah satu proyek transisi energi yang digarap oleh pemerintah Indonesia dengan skema energy transition mechanism (ETM). Tujuannya adalah untuk memensiunkan (early retirement) pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Khusus soal peta jalan NZE, Dirut PLN Darmawan Prasodjo mengungkapkan, BUMN telah menyiapkannya sejak 2021 dan telah disampaikan ketika pelaksanaan KTT COP26 di Glasgow, Inggris.  “Artinya, PLN sudah siap memimpin transisi energi di Indonesia,” kata Darmawan, dikutip dalam siaran persnya, Senin (17/10/2022).

Oleh karena itu, BUMN itu terus melakukan penjajakan pelbagai peluang kerja sama, termasuk dengan lembaga keuangan internasional untuk mendukung penghentian operasional pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) mencapai 6,7 gigawatt (GW) hingga 2040.

“Kami tidak bisa sendiri untuk memensiunkan PLTU. Kami melakukan mekanisme pensiun dini pada PLTU batu bara akan dilaksanakan secara bertahap baik secara natural maupun pemensiunan lebih cepat (early retirement) dan menggantinya dengan energi baru terbarukan (EBT),” ujar Darmawan.

Berkaitan dengan itu, PLN berencana melakukan terminasi PLTU sebanyak 6,7 GW, terdiri dari 3,2 GW pembangkit yang berhenti beroperasi secara natural, sementara itu sebanyak 3,5 GW menggunakan skema early retirement.

Selain early retirement, PLN akan mencapai NZE di 2060 dengan mengoperasikan PLTU dengan Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) sebesar 19 GW. Inisiatif lainnya, seperti biomass cofiring di beberapa PLTU juga akan dilakukan demi mencegah emisi di masa mendatang

Untuk melakukan pensiun dini tidaklah mudah. Diperlukan biaya yang cukup besar untuk memberhentikan operasional pembangkit-pembangkit tersebut. Oleh karena itu, PLN pun sudah menyiapkan ada tiga opsi skema pembiayaan pensiun dini PLTU. Yakni, write off from PLN's book, spin off with blended financing, dan IPP refinancing.

Salah satu PLTU yang akan dipensiunkan adalah PLTU Pelabuhan Ratu, Jawa Barat. Nah, PLN telah memutuskan skema spin off with blended financing.

Khusus soal itu, PLN dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) telah melakukan penandatanganan principal framework agreement (PFA) pensiun dini PLTU Pelabuhan Ratu. Mereka melakukannya dengan skema spin off with blended financing dengan komitmen mempersingkat masa pengoperasian PLTU menjadi 15 tahun dari yang sebelumnya 24 tahun.

PLN memilih skema blended financing diharapkan akan didapatkan pendanaan dengan bunga yang lebih murah, dana tersebut untuk menutupi sumber pendanaan awal pembangunan PLTU tersebut yang bunganya lebih tinggi. Sehingga, dapat mempercepat penghentian operasi PLTU batu bara. Di sisi lain, melalui spin off ini PTBA dapat mengoptimalkan penggunaan batu bara dari tambang miliknya.

Bagi Direktur Utama PTBA Arsal Ismail, kerja sama kedua BUMN itu dalam melakukan pensiun dini atau early retirement PLTU sejalan dengan visi PTBA menjadi perusahaan energi dan kimia kelas dunia yang peduli lingkungan.

Transaksi tersebut dinilai akan menguntungkan semua pihak, termasuk menuju cita-cita NZE. Bagi PLN, portofolio pembangkit listriknya menjadi lebih hijau. Sedangkan untuk PTBA, emiten BUMN itu dapat pengembalian investasi dari penjualan batu baranya ke PLN sebagai jaminan pasar untuk batu bara PTBA.

PLTU Pelabuhan Ratu disebut relatif lebih mudah diintegrasikan dengan sistem rantai pasok batu bara PTBA. Adapun, estimasi kebutuhan batu bara PLTU tersebut sebanyak 4,5 juta ton per tahun atau 67,5 juta ton selama 15 tahun.

Lebih lanjut, potensi tambahan pendapatan dari penjualan listrik diperkirakan sebesar Rp6 triliun per tahun. “Jadi PTBA bukan membeli tapi melakukan kerja sama untuk memanfaatkan karena PLN dengan kita sama-sama menuju net zero emission dan PTBA masih likuid, yang ada di PLN akan diambil alih oleh kita, ini masih proses,” jelas Arsal Ismail.

Tentu proses transaksi antara PLN dan PTBA masih akan panjang hingga mencapai final dari proses spin off with blended financing. Dalam waktu dekat, PTBA akan melakukan proses due diligence secara komprehensif terhadap rencana aksi korporasi tersebut. Uji tuntas dilakukan untuk menentukan nilai kewajaran dan dampak transaksi terhadap aspek keuangan, operasional, dan hukum, termasuk pengukuran atas transaksi afiliasi, benturan kepentingan, dan materialitas.

Kita tunggu saja proses kedua BUMN tersebut. Namun, Indonesia telah memulai komitmennya menuju negara nol emisi. Bahkan, telah memberikan contoh skema transisi energi tanpa merugikan secara keuangan, namun tetap di jalan yang benar menuju dunia yang lebih baik melalui net zero emission.

 

Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari