Indonesia.go.id - Hujan Angin tak Surutkan Perjalanan Nataru

Hujan Angin tak Surutkan Perjalanan Nataru

  • Administrator
  • Kamis, 29 Desember 2022 | 08:27 WIB
CUACA
  Warga bermain air saat terjadinya banjir di kawasan Dukuh Barat, Lagoa, Jakarta Utara, Minggu (1/1/2023). Cuaca ekstrem membuat intensitas hujan tinggi di beberapa tempat di Indonesia. ANTARA FOTO/ M Risyal Hidayat
Cuaca buruk menyambut acara Nataru 2023. Perjalanan darat dan udara tak terganggu. Namun, ombak besar membuat kapal-kapal dengan tonase kecil tak berani melaut.

Cuaca ekstrem terus mengintai di sepanjang akhir 2022 hingga awal Januari 2023. BMKG pun gencar menyampaikan peringatan. Ada potensi hujan ekstrem yang disertai angin keras  kencang di berbagai wilayah, terutama di sisi zona selatan garis khatulistiwa. Ada gelombang tinggi dan tiupan angin kencang di perairan, khususnya Indonesia bagian barat dan tengah.

Seruannya, semua pihak perlu waspada akan kemungkinan genangan banjir, tanah longsor, banjir bandang, amukan ombak laut, puting beliung, dan seterusnya. Menurut survei, ada 44 juta penduduk yang melakukan perjalanan lintas daerah, dalam kaitan dengan peringatan Natal dan liburan Tahun Baru (Nataru) 2023.

Memang tak sebanyak arus mudik lebaran 2022, tapi 44 juta pelaku perjalanan Nataru itu dua kali lipat dari arus Nataru 2022. Apa lagi, perjalanan lewat darat, laut dan udara itu dilakukan di tengah cuaca tak kurang bersabahat. Semua harus waspada.

Di tengah situasi yang menggelisahkan itu mendadak sebuah peringatan bahaya mem-viral. Sebuah cuitan di twitter, yang diunggah seorang peneliti klimatologi pada Pusat Riset Atmosfir, BRIN, menyatakan bahwa DKI Jakarta, Banten, dan Jabodetabek akan dihantam hujan badai.

‘’Potensi banjir besar di Jabodetabek. Siapa pun Anda yang tinggal di Jabodetabek, dan khususnya di Tangerang dan Banten, mohon bersiap dengan hujan ekstrem dan badai dahsyat pada 28 Desember 2022," tulisnya dalam unggahan Selasa 27 Desember. Cuitan ini dikutip media mainstream.

Disampaikan oleh peneliti klimatologi BRIN, dan diangkat media resmi, peringatan itu cepat meluas. Di media sosial cuitan itu dikaitkan dengan bibit siklon yang beberapa hari sebelumnya terdeteksi  di  perairan antara NTT dan Australia Barat. Bahkan, ada pula yang mengaitkan cuitan peneliti BRIN itu dengan bibit siklon W95, jauh di utara Papua. Simpang siur.

Ramai dan penuh bumbu. Cuitan akan badai dahsyat 28 Desember itu digambarkan tentang potensi terulangnya badai siklon tropis Seroja, yang menerjang NTT pada 5 April 2021. Di pesisir pulau-pulau yang diterjang siklon tropis itu muncul hujan badai disertai gelombang laut tinggi. Porak poranda dan korban pun jatuh sebanyak 41 orang  tewas dan 27 lainnya hilang. Bayangan seram itu ikut mem-viral.

Di tengah kekhawatiran akan cuaca ekstrem itu, Pejabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono pun harus menjawab pertanyaan pers, terkait antisipasinya akan risiko gangguan  hidrometeorologis, yang berupa hujan ekstrem dan badai dahsyat. Heru mengimbau kantor-kantor pemerintah dan swasta yang tak menjalankan layanan esensial pada publik bisa memberlakukan work from home (WFH).

BMKG buru-buru meluruskan kabar simpang siur itu. Kepala BMKG Profesor Dwikorita Karnawati pun menegaskan bahwa potensi hujan deras dan angin kencang memang ada di akhir Desember hingga awal Januari 2023. Ada  awan-awan besar Cumulonimbus yang akan melintasi kawasan Indonesia. Tapi, risiko bahaya yang ditimbulkan tidak sampai ke level dahsyat sebagaimana siklon tropis. Tak ada bibit siklon yang sedang tumbuh dan bergerak di sekitar Jawa dan Sumatra.

Cuaca yang berkembang, menurut BMKG, didorong oleh sistem iklim yang reguler, yakni dimotori oleh angin monsun  barat, yang bertiup dari daratan Asia menuju tekanan rendah di Australia dan melewati kepulauan Nusantara. Seperti biasa, angin barat yang basah dan dingin dari daratan Asia itu akan naik menjadi arus konveksi saat memasuki zona khatulistiwa yang panas. Awan terbentuk.

Siaran pers BMKG juga menyebutkan, ada dua elemen cuaca yang membuat awan-awan konveksi itu makin tebal. Dari barat ada arus massa udara dari Samudra Hindia bergerak ke arah Pasifik dengan lintasan di sekitar garis khatulistiwa. Gerakan massa udara dari Samudra Hindia itu biasa disebut gelombang Madden-Julian. Ia bertiup di ketinggian beberapa kilometer di atas permukaan laut.

Pada saat yang sama, dari arah Pasifik bergerak massa udara yang basah ke arah wilayah Indonesia, dalam Gelombang Udara Kelvin dan gelombang Rossby. Situasi inilah yang membuat pertumbuhan awan-awan Cumulonimbus lebih padat, masif, hitam. Ada potensi hujan lebat, angin dan petir.

Namun, sejauh ini data klimatologi menyebutkan bahwa elemen iklim utama yang paling potensial menghadirkan cuaca ekstrem adalah La Nina. Efek La Nina adalah memasok massa udara basah dari Pasifik ke atmosfir Indonesia dalam jumlah yang besar. Pada Desember 2022, indeks La Nina di wilayah Indonesia cenderung  netral, bergerak pada skala -0,25. Dampak La Nina baru akan terasa nendang bila masuk ke level -1 atau lebih. Sebaliknya, ia mensimulasi cuaca kering bila bergerak ke angka positif 1 atau lebih.

Elemen iklim kedua yang dominan mengakibatkan cuaca ekstrem adalah siklon tropis. BMKG tidak mendeteksi ada bibit siklon di perairan Indonesia. Australian Government Bureau of Meteorlology, yang melakukan monitoring sampai perairan Indonesia pun mengkonfirmasikannya. ‘’No current cyclones,’’ tulis laman Biro Meteorologi Australia itu.

Prakiraan badai dahsyat pada 28 Desember 2022 di Jabodetabek ternyata tak terbukti. Kekhawatiran mereda dan seruan WFH tak berlanjut. Meski awan hujan tumbuh di mana-mana, cuaca ekstrem tak terjadi hingga malam Tahun Baru 2023. Arus perjalanan Nataru terus meningkat. Apa lagi, tak ada lagi pembatasan kegiatan sosial terkait pandemi.

Transportasi  darat, termasuk kereta api, bisa berjalan relatif tanpa gangguan serius. Penerbangan tak terinterupsi penundaan jadwal penerbangan dan pengalihan rute. Bandara Soekarno-Hatta di Tangerang melayani 100—115 ribu penumpang per hari, dengan sekitar 950 penerbangan. Separuh terbang dan separuh yang lain mendarat.

Tiga terminal dan tiga landasan pacu Bandara Soekarno Hatta bisa berfungsi dengan baik. Banyak penumpang yang menuturkan adanya guncangan selama perjalanan di udara akibat cuaca buruk. Yang banyak mengalami gangguan ialah transportasi laut, termasuk layanan kapal penyeberangan  Ro-Ro. Gelombang di laut bisa mencapai 4 meter di Laut Jawa, Selat Karimata, Laut Natuna, Selat Sulawesi, dan Laut Masalembo. Di lepas pantai barat Sumatra dan selatan Jawa, bahkan ombak menjulang 5--6 meter dengan angin yang keras.

Pelayaran dengan kapal-kapal reguler (kurang dari 80 ton) dari Pelabuhan Gresik, Jawa Timur, ke Bawean harus berhenti berhari-hari. Kapal-kapal pengangkut barang dan penumpang tak berani melaut. Di Pulau Karimunjawa, 70 km di utara Kota Jepara, Jawa tengah, sekitar 350 wisatawan, yang melewatkan liburan Natalnya di pulau cantik itu, harus menunda kepulangan sampai lima hari. Kapal  yang melayani rute Karimunjawa ke Semarang atau Jepara tak berani melaut.

Pemerintah turun tangan, dengan mengirimkan kapal milik PT Pelni, KM Kelimutu, yang melayari rute Sampit (Kalimantan Tengah) ke Semarang. Kelimutu yang berbobot 5.000 DWT itu pun singgah ke Karimunjawa, menjemput para wisatawan, baru melanjutkan perjalanan enam jam ke Semarang.

Di Majene (Sulawesi Barat), Bulukumba (Sulawesi Selatan), dan Pamekasan (Madura) sederetan perahu nelayan yang ditambatkan di pantai ternyata tak lolos dari terkaman ombak. Gelombang tinggi menerjang pantai-pantai itu dan menghempaskan perahu-perahu itu sehingga berbenturan satu sama lain. Hampir semuanya rusak berat. Padahal, perahu-perahu itu ditambatkan di pantai guna menghindari ombak di tengah laut.

Pelabuhan Penyeberangan Merak (Banten), Bakauheni (Lampung), Ketapang (Banyuwangi), serta Gilimanuk (Bali) harus dioperasikan secara buka tutup karena ombak tinggi datang dan pergi dari kedua selat itu. Toh, tak urung peristiwa tragis pun terjadi, Jumat 23 Desember 2022. Saat sedang melakukan loading di Pelabuhan Merak, ombak besar datang menerjang sebuah kapal Ro-Ro.

Kapal penyeberangan itu oleng, terguncang. Ramp door, pintu besar di anjungan kapal yang juga berfungsi sebagai dek penyeberangan, bergeser dan lepas dari bibir dermaga. Tak ayal, sebuah minibus yang sedang bergerak masuk ke palka dan berada di atas “jembatan” ramp door itu pun terperosok masuk ke laut sedalam 10 meter. Untung suami isteri yang berada di mobil itu dapat diselamatkan.

Enam hari berikutnya, kejadian berulang. Kali ini menimpa sebuah truk  yang  bermuatan semen. Sopir truk dan kernetnya selamat. Namun, truk seisinya tidak dapat dievakuasi karena terbenam lumpur di dasar laut.

Perayaan Nataru yang jatuh di akhir Desember selalu disambut  musim hujan dengan angin barat. Namun, angin laut dan ombak yang menyambut Nataru 2022-2023 ini lebih sangar dari biasanya. Perubahan iklim telah membuat perangai laut dan langit semakin sulit diduga.

 

Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari