Di 2023 ini, lima unit Hercules C-130J anyar milik TNI-AU tiba. Itu merupakan wujud peremajaan pesawat-pesawat sejenis yang sudah berusia di atas 40 tahun.
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan 17.000 pulau memerlukan banyak pesawat militer untuk mengawasi wilayah kedaulatan NKRI.
Menurut data Global Firepower tahun 2023, yang menempatkan Indonesia sebagai kekuatan militer ke-13 dari 145 negara di dunia, diketahui bahwa TNI Angkatan Udara (TNI-AU), selaku pembina pertahanan udara nasional, memiliki 466 unit armada pesawat.
Pesawat-pesawat tadi terdiri dari 176 unit helikopter, yang sebanyak 15 unit di antaranya merupakan helikopter tempur. Indonesia juga memiliki 127 unit pesawat latih dan 41 unit pesawat jet tempur, dengan 37 unit di antaranya berspesifikasi jet serang khusus.
Selain itu, TNI-AU juga mengawaki 17 unit pesawat untuk misi khusus serta satu unit berupa pesawat tanker atau pengangkut bahan bakar. Militer Indonesia menurut data GFP juga diketahui memiliki 67 unit pesawat angkut bersayap tetap. Jumlah tersebut meliputi sekitar 14,4 persen dari total armada pesawat yang dimiliki Indonesia.
Pesawat-pesawat angkut itu mulai dari tipe ringan, menengah sampai berat, dengan beragam tipe yang dipunyai. Di antaranya, Cessna C-212, CN-235, CN-295, Fokker F-28, Boeing 737-200, Hercules C-130 seri B dan H, hingga tipe terbaru angkut berat Airbus A400M.
Jumlah pesawat yang dimiliki oleh suatu negara sangat berpengaruh terhadap pertahanan negara tersebut. Terlebih lagi bagi Indonesia yang banyak memerlukan pesawat angkut pasukan dan logistik tempur selain pesawat untuk melakukan patroli udara.
Dalam situasi operasi militer selain perang, pesawat-pesawat angkut ini diperlukan untuk membawa bantuan kemanusiaan ketika terjadi bencana alam di tanah air. Saat ini, mengacu kepada data di atas, dari 67 unit pesawat angkut milik TNI AU, hanya sekitar 44 unit yang siap operasi. Sisanya tidak dapat terbang karena harus menjalani perawatan atau karena usia tua, dan akhirnya harus dipensiunkan.
Hal itu terjadi ketika TNI AU menghentikan operasional Hercules C-130B nomor ekor (tail number) A-1312, setelah 48 tahun bertugas. Pesawat produksi Lockheed Martin tahun 1960 dan diterima Indonesia pada 1975 itu melakukan terbang terakhirnya pada 7 November 2022, saat latihan rutin dari Pangkalan Udara Abdulrachman Saleh, Malang, Jawa Timur, yang merupakan markas spesialis pesawat angkut Hercules, Skadron Udara 32.
Menurut Chappy Hakim, penulis Tanah Air Udaraku Indonesia, A-1312 merupakan bagian dari pengadaan 10 pesawat angkut berat Hercules di era Presiden RI Pertama Soekarno. Indonesia menerima ke-10 Hercules, yaitu delapan C-130B kargo dan dua tipe tanker pada 18 Maret 1960 silam.
Saat itu, Indonesia menjadi negara pertama di luar Amerika Serikat yang mengoperasikan 10 Hercules C-130B. Hingga kini, TNI-AU diketahui memiliki 24 unit Hercules C-130 seri B dan H yang dioperasikan oleh Skadron Udara 31 Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta, Skadron Udara 32, dan Skadron Udara 33 Lanud Sultan Hasanuddin Makassar.
Hercules diproduksi pertama kali oleh pabriknya yang berlokasi di Maryland pada 1954 dan mempunyai sejumlah keunggulan. Misalnya, mampu mendarat di landasan sepanjang 1.800 meter, dapat membawa beban maksimal 13,5 ton termasuk tank dan rudal, serta dapat terbang dalam segala cuaca.
Pesawat Hercules TNI-AU telah menjadi tulang punggung dalam setiap operasi militer, pengiriman bantuan kemanusiaan, hingga penanggulangan bencana. Ketika masa awal pandemi Covid-19, Hercules TNI-AU juga dipakai untuk membantu distribusi vaksin dan berbagai peralatan medis ke seluruh Indonesia.
Armada Baru
Pemerintah tentu tidak tinggal diam melihat situasi mulai menuanya armada angkut militer itu. Pemerintah juga terus berupaya meningkatkan kemampuan matra udara. Hal itu tecermin dari realisasi anggaran program modernisasi alat pertahanan keamanan (alpalhankam) dan pengembangan fasilitas dan sarana prasarana pertahanan senilai total Rp1.760 triliun sampai 2024 nanti, termasuk untuk matra udara.
Salah satu yang dilakukan adalah membeli lima unit Hercules baru, C-130 seri J tipe 30. Kesepakatan pembelian dilakukan semasa Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, pada Juni 2018. Hal itu terjadi usai pertemuan dirinya dan Menhan AS saat itu, James N Mattis di Hawaii, 29 Mei 2018.
"Kita membelinya dari AS. Tidak banyak, cukup lima unit, sambil meningkatkan persahabatan dan alih teknologi. Hercules milik kita sudah barang lama. Yang penting kita punya baru," kata Ryamizard seperti dilaporkan Antara.
Lockheed menyebutnya sebagai Superhercules karena memiliki spesifikasi dan kemampuan jauh lebih baik dari para pendahulunya. Panjang badannya mencapai 34,37 meter dan rentang sayap 40,41 meter, dan tinggi 11,84 meter. Empat mesin jenis Rolls-Royce AE 2100D3 di dapur pacunya mampu menggerakkan pesawat ini terbang sejauh 4.000 kilometer dengan kecepatan maksimal 675 km per jam.
Selain itu, ia mampu mengangkut beban maksimal seberat 21.183 kilogram. Ketika mengunjungi pabriknya pada 7 September 2021 seperti dikutip dari website TNI-AU, KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo menyatakan, Hercules C-130J akan meningkatkan kemampuan TNI-AU. "Terutama dalam operasi Angkutan Udara secara signifikan," ucap KSAU.
Fadjar juga meminta agar pihak Lockheed Martin dapat menyiapkan dan menjamin ketersediaan serta keberlangsungan suku cadang pesawat, terutama ketersediaan suku cadang yang bersifat mendesak (urgent).
Indonesia menjadi negara ke-24 di luar AS yang menggunakan pesawat multifungsi ini sejak pertama kali diperkenalkan pada 1999 silam dan telah terjual sebanyak 500 unit.
Selanjutnya, sejak pertengahan 2022, seperti dikutip dari keterangan Dinas Penerangan TNI-AU, sebanyak tujuh perwira penerbang TNI-AU dipimpin Komandan Skadron Udara 31 Letnan Kolonel Pnb Anjoe Malik telah berangkat ke Maryland. Mereka menjalani pendidikan transisi, uji terbang, dan pelatihan sebagai instruktur C-130J. Nantinya, ketujuh perwira TNI-AU ini akan mengajarkan kepada para sejawat mereka di skadron pesawat angkut cara mengoperasikan C-130J.
Letkol Anjoe juga telah menjalani uji terbang C-130J pada 9 November 2022 dari Lockheed Martin ke Alabama dan melakukan sejumlah pola terbang seperti Area High Altitude, Low Altitude, Exercise Go Around, serta Touch and Go. Unit pertama C-130 J akan ditempatkan di Skadron Udara 31 dengan nomor ekor A-1339.
Peremajaan Avionik
Pemerintah Indonesia tak cukup sekadar membeli unit baru untuk menjaga agar seluruh armada angkut berat dari Negara Paman Sam itu bisa tetap beroperasi. Langkah lain pun dilakukan. Seperti melakukan peremajaan terhadap sistem avionik dari Hercules C-130 yang masih ada. Melalui PT Dirgantara Indonesia, pemerintah menggandeng Collins Aerospace untuk mengaplikasikan sistem avionik terbaru bernama Flight2.
Modernisasi memakai Flight2 versi Mobility Mission Application (MMA) akan mengubah sistem avionik analog menjadi full digital glass cockpit. Perubahan dilakukan terhadap peralatan komunikasi, navigasi, dan pengawasan yang diintegrasikan dengan sistem avionik generasi terbaru serba digital. Terutama untuk sensor, autopilot, dan menambahkan kemampuan terbang malam dan akan meningkatkan efisiensi saat operasional.
Peremajaan atau retrofit serupa terhadap delapan unit Hercules C-130 seri H milik TNI-AU juga dilakukan PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMFI) atau GMF Aero Asia. Menurut Direktur Utama Andi Fahrurrozi dalam keterbukaan informasi perusahaan beberapa waktu lalu, tak hanya mengganti sistem avionik dari analog ke digital, GMF Aero Asia juga memodifikasi kotak sayap (central wing box).
Sejak September 2021, sebanyak dua unit Hercules C-130 TNI-AU telah menjalani masa perawatan di hanggar GMF Aero Asia di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Targetnya, delapan unit Hercules tadi akan selesai diretrofit pada 2024.
GMFI dapat melakukan peremajaan Hercules karena telah mendapat sertifikasi dari pabrikan Lockheed Martin untuk pekerjaan bongkar mesin (overhaul), perbaikan (refurbishment), dan modifikasi pada Hercules TNI-AU. Sertifikasi dari Lockheed diterima setelah melewati penilaian oleh Indonesia Military Airworthiness Authority (IMMA).
Penilaian meliputi verifikasi dokumen hingga pengujian kesesuaian dan fungsi. Sertifikasi tersebut dilakukan agar aspek kelayakan perawatan alpalhankam, khususnya pesawat angkut dengan registrasi militer. Sekaligus memenuhi standar terbaru dari International Civil Aviation Organization (ICAO) untuk terbang misi kemanusiaan.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari