Iklim investasi di sektor panas bumi terus digenjot, di antaranya dengan pemberian jaminan lelang bagi pengembangan wilayah kerja panas bumi.
Tuntutan dunia terhadap lingkungan yang hijau sudah menjadi keniscayaan. Begitu juga terhadap pasokan tenaga listrik. Pemerintah telah menargetkan penggunaan energi baru dan terbarukan di sektor kelistrikan mencapai 23 persen pada 2025. Artinya, target bauran energi itu harus bisa dicapai menuju tahun yang ditetapkan sudah sangat pendek.
Target itu sudah ditetapkan sejak lama dan telah menjadi komitmen bangsa ini untuk mengembangkan energi baru terbarukan dan berkelanjutan. Dari total bauran energi di sektor kelistrikan itu, geothermal atau panas bumi diharap bisa menyumbang hingga 11 persen pada 2025.
Target itu dituangkan kembali dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030. Di RUPTL ditetapkan, kapasitas pembangkit tenaga panas bumi (PLTP) diharapkan sudah mencapai 4.795 MW.
Saat ini, kapasitas terpasang PLTP baru mencapai 2.175 MW. Artinya, bila mengacu kepada RUPTL 2021--2030 masih ada kekurangan dari target yang ditetapkan 2.620 MW. Tentu, pemerintah harus mengejar kekurangan itu.
Wajar saja jika pemerintah terus bekerja keras untuk mewujudkan komitmennya terhadap kebutuhan lingkungan yang tetap hijau di masa datang, dan komitmen itu diwujudkan dengan penggunaan energi baru dan terbarukan, termasuk berbasis panas bumi.
Berkaitan dengan upaya agar investor tertarik menanamkan investasinya di panas bumi, seperti dikatakan Direktur Panas Bumi Kementerian ESDM Harris Yahya, pemerintah terus berusaha menciptakan iklim investasi yang menarik di sektor itu. Salah satunya, tambahnya, pemerintah bakal menurunkan jaminan lelang melalui revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM nomor 37 tahun 2018 tentang Wilayah Kerja Panas Bumi, Pemberian Izin Panas Bumi, dan Penugasan Pengusahaan Panas Bumi.
“Kami terus berusaha untuk menarik minat investor pada sektor hulu panas bumi melalui pengurangan nominal besaran lelang secara signifikan,” ujarnya di Jakarta, Kamis (11/5/2023).
Sebagai informasi, setiap lelang wilayah kerja (WK) panas bumi memang pemerintah menetapkan jaminan bagi peminat WK yang dilelang. Dana itu masuk ke penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Kali ini, pemerintah berencana menurunkan jaminannya hanya USD5.000 atau sekitar Rp73,67 juta. Menurut Harris, harga jaminan lelang itu turun tajam hingga 96 persen dibandingkan jaminan lelang saat ini yang mencapai Rp1 miliar hingga Rp2 miliar.
Ini sesuai dengan regulasi yang diatur di Permen ESDM nomor 37 tahun 2018 tentang Wilayah Kerja Panas Bumi, Pemberian Izin Panas Bumi, dan Penugasan Pengusahaan Panas Bumi. Soal besaran jaminan sendiri tertuang di Pasal 7 Permen 37/2018.
Disebutkan di sana, panitia lelang menetapkan jaminan lelang sebesar Rp2 miliar untuk tender wilayah kerja panas bumi (WKP) dengan cadangan terduga atau cadangan terbukti lebih besar dari atau sama dengan 100 MW. Sedangkan, untuk pelelangan WKP dengan cadangan terduga atau cadangan terbukti lebih kecil dari 100 MW ditetapkan jaminan lelang sebesar Rp1 miliar.
"Dari Rp1 miliar sampai 2 miliar akan diubah mungkin hanya USD5.000 (Rp73.675.000). Nominal ini sudah sangat rendah untuk sebuah jaminan," ujar Harris.
Selain itu, pemerintah juga akan mempersingkat termin lelang yang selama berjalan maksimal satu semester menjadi lima bulan. Harris menambahkan, pemerintah juga akan mengubah mekanisme produsen kepada pihak PLN sebagai single buyer setrum panas bumi.
Para pelaku usaha hulu panas bumi juga bakal memeroleh kemudahan kemitraan bersama PLN sebelum izin panas bumi (IPB) produsen dikeluarkan pemerintah. Selama ini, kemitraan pelaku usaha baru terbentuk jika mereka sudah mendapatkan IPB.
"Nanti sebelum IPB keluar diharapkan sudah kemitraan terbentuk, lebih terjamin dan pelaksanaan kegiatannya berjalan cepat," ujar Harris.
Tak dipungkiri, pemerintah harus bekerja keras agar investor tertarik untuk investasi di energi baru terbarukan. Wajar saja, pemerintah pun juga harus menyiapkan sejumlah regulasi agar investasi di pengembangan energi panas bumi lebih menarik.
Apalagi, energi panas bumi mempunyai arti strategis bagi keamanan energi nasional melalui sebagai substitusi impor minyak bumi. Dari sisi efektivitas operasional, panas bumi dapat dioperasikan mencapai 90 persen dengan waktu operasi 30 tahun.
Tidak itu saja, energi panas bumi juga dari sisi lingkungan, emisi dari panas bumi hanya sekitar 75 gram per kwh, jauh lebih rendah dibandingkan bahan bakar minyak yang mencapai 772 gram per kwh. Pun jauh lebih rendah bila dibandingkan tenaga listrik batu bara yang emisinya mencapai 945 gram per kwh.
Sejauh ini, sejumlah kebijakan yang dilakukan Pemerintah Indonesia memang sudah on the track. Komitmen penggunaan energi baru dan terbarukan telah dicanangkan dan diucapkan dan tak bisa ditarik lagi.
Komitmen untuk penggunaan energi pembangkit listrik yang ramah lingkungan tentu bukan untuk saat ini saja. Melainkan, demi mewujudkan energi berkeadilan dan berkelanjutan bagi masa depan Indonesia.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari