Saat bertemu PM Jepang Fumio Kishida, Presiden Jokowi menyampaikan agenda pecepatan investasi program net zero emission.
Tujuh pemimpin negara industri terkemuka dunia baru saja mengadakan KTT G7 di Hiroshima, Jepang, pada 19--21 Mei. Beberapa isu telah dibahas, antara lain, kebijakan ekonomi, keamanan, perubahan iklim, dan masalah gender.
Ketujuh pemimpin negara industri terkemuka dunia yang hadir dalam pertemuan itu adalah Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak, Kanselir Jerman Olaf Scholz, dan Presiden Amerika Serikat Joe Biden.
Indonesia hadir dalam pertemuan itu sebagai negara mitra dari kelompok elite dunia atau disebut G7 Outreach Summit 2023. Presiden Joko Widodo juga menghadiri pertemuan itu di Hiroshima sejak Jumat (19/5/2023) sebagai undangan Pemerintah Jepang.
Dengan menggunakan pesawat kepresidenan Indonesia, Indonesia-1, Presiden Joko Widodo tiba di bandara Hiroshima pada Jumat sore pukul 17.45 waktu setempat setelah menempuh perjalanan selama 6 jam.
Di sore yang cerah itu, kedatangan Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana Jokowi serta delegasi lainnya di Bandara Hiroshima disambut oleh Wakil Menteri Luar Negeri Jepang Kenji Yamada, Gubernur Prefektur Hiroshima Hidehoki Yuzaki, Wali Kota Hiroshima Kazumi Matsui, dan Kepala Protokol Negara Jepang Takehiro Shimada serta Dubes Indonesia untuk Jepang Heri Akhmadi.
Sebagai tuan rumah KTT G7, Jepang berkepentingan dengan Indonesia sehingga tercatat sebagai negara mitra penting bagi kelompok elite ekonomi dunia, G7. Dalam konteks sebagai mitra dagang, Jepang tercatat sebagai mitra dagang terbesar ke-3 dan investor terbesar ke-4 Indonesia pada 2022.
Hubungan diplomatik RI-Jepang diresmikan pada 20 Januari 1958 yang statusnya kemudian ditingkatkan menjadi Kemitraan Strategis pada 28 November 2006. ​Data Badan Pusat Statistik (BPS) per April 2023 menunjukkan, Jepang masih menjadi mitra dagang utama Indonesia.
Bila dilihat dari pangsa ekspor nonmigas, Jepang menduduki peringkat keempat sebagai pangsa pasar ekspor nonmigas. Nilai ekspor ke negara itu mencapai USD1,40 miliar, atau menguasai pangsa 7,75 persen dari total ekspor Indonesia.
Kinerja senilai itu di periode April 2023 sebenarnya turun 385,1 persen dibandingkan periode yang sama 2022. Komoditas yang mendominasi ekspor Indonesia ke Jepang adalah bahan bakar mineral dengan prosentase hingga 77,1 persen, logam mulia dan perhiasan (54,7 persen), dan kendaraan dan bagiannya (33,7 persen).
Sama seperti aktivitas ekspor, kegiatan impor ke Jepang dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan. Data BPS untuk periode April 2023 menyebutkan, impor dari Jepang turun 499,4 persen, terutama besi dan baja dengan kontribusi 122,9 persen, mesin/peralatan mekanis dan bagiannya (97,9 persen), dan kendaraan serta bagiannya (54,7 persen).
Optimalisasi Kerja Sama
Wajar saja, oleh Presiden Joko Widodo, undangan Pemerintah Jepang untuk menghadiri KTT G7 di Hiroshima, Jepang, itu dioptimalkan pemerintah untuk meningkatkan kerja sama ekonomi kedua negara. “Pertemuan bisnis dengan dengan perusahaan-perusahaan besar Jepang dilakukan dalam format CEO meeting,” ujar Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dalam keterangan pers di Hiroshima, Jepang.
Apa saja kerja sama ekonomi Indonesia-Jepang yang didorong dari kedatangan Presiden Jokowi di Jepang? Dengan mitranya asal Jepang, Perdana Menteri Kumio Kishida, Presiden Jokowi juga menyinggung realisasi pendanaan transisi energi dari Jepang senilai USD500 juta atau setara dengan Rp7,45 triliun. Menurut Kepala Negara, perlu percepatan agar teknologi rendah karbon dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Indonesia bisa segera berakhir.
Dalam konteks pengendalian emisi karbon, Jepang dan Indonesia merupakan inisiator Asia Zero Emission Community (AZEC). Melalui inisiatif AZEC, Indonesia mendapatkan prioritas pertama pendanaan sebesar USD500 juta untuk implementasi program transisi energi dan memperluas kerja sama dekarbonisasi publik-swasta.
Dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi juga membawa agenda pecepatan investasi program nol gas buang atau net zero emission melalui kesepakatan bisnis antara PLN, Pupuk Indonesia, dan Pertamina dengan mitra Jepang. Sebagai informasi, Indonesia-Jepang juga memiliki payung kerja sama melalui Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA). IJEPA sendiri merupakan merupakan perjanjian bilateral pertama bagi Indonesia.
Perjanjian itu memiliki cakupan yang luas dengan tujuan mempererat kemitraan ekonomi di antara kedua negara, termasuk kerja sama di bidang peningkatan kapasitas, liberalisasi, peningkatan perdagangan, dan investasi yang ditujukan pada peningkatan arus barang di lintas batas, investasi dan jasa, serta pergerakan tenaga kerja di antara kedua negara.
IJEPA ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe pada 20 Agustus 2007 dan mulai berlaku efektif sejak 1 Juli 2008. Nah, melalui payung kesepakatan dagang IJEPA itu, kedua negara sudah melakukan pembicaraan sejumlah isu yang siap dikerjasamakan. Antara lain, penghapusan tarif produk tuna kaleng, perluasan bidang kerja PMI di sektor pariwisata dan industri, dan implementasi capacity building.
Namun hingga kini perundingan IJEPA belum tuntas. Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo berharap perundingan IJEPA bisa dituntaskan pada September 2023. “Karena [perjanjian dagang] itu sudah berjalan lama,” ujar Presiden Jokowi.
Sedangkan terkait investasi, Presiden Jokowi mengatakan bahwa diperlukan percepatan terkait penyelesaian proyek pembangunan mass rapid transit (MRT) di Indonesia. Presiden Jokowi mengusulkan agar dilakukan penunjukan langsung kontraktor Jepang.
“Terkait pembangunan IKN, saya menyambut baik penandatanganan lima nota kesepahaman dengan JICA, JBIC, JCODE, JIBH, & UR,” ucap Presiden Jokowi.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari