Indonesia.go.id - Upaya Melindungi Data Pribadi Pasien

Upaya Melindungi Data Pribadi Pasien

  • Administrator
  • Kamis, 6 Juli 2023 | 07:30 WIB
RUU KESEHATAN
  RUU Kesehatan menjadi penjamin pelindungan data kesehatan seseorang. ANTARA FOTO/ Mohammad Hamzah
Klausul pelindungan data pasien menepis isu bahwa RUU Kesehatan membuka celah jual beli data genomik seseorang.

Semenjak dilakukan uji publik Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan pada Maret 2023 hingga Juni lalu, Kementerian Kesehatan RI telah melaksanakan 115 kali kegiatan partisipasi publik. Kegiatannya dalam bentuk diskusi publik dan seminar yang dihadiri 1.200 pemangku kepentingan dari organisasi/lembaga dan 72.000 peserta.

Pemerintah juga sudah menerima 2.700 masukan secara lisan maupun digital melalui Portal Partisipasi Sehat. Dari sekian substansi yang tertuang dalam draf RUU Kesehatan, di antaranya mengatur soal jaminan pelindungan data pribadi pasien serta pendayagunaan tenaga medis dan kesehatan berstatus warga negara asing di Indonesia.

Hal itu diungkapkan Kepala Biro Hukum Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Indah Febrianti dalam Dialog Kemen-Cast yang digelar secara virtual akhir Juni 2023. "RUU Kesehatan ada bab khusus tentang teknologi kesehatan dan sistem informasi kesehatan. Di situ diatur betul setiap proses data pribadi wajib melakukan pelindungan data pribadi," kata Indah di Jakarta, Kamis (29/6/2023).

Klausul tersebut selaras dengan UU nomor 27 tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi yang telah mengatur berbagai prinsip pelindungan data pribadi seseorang. Menurut Indah, RUU Kesehatan mengakomodasi ketentuan tersebut untuk memastikan pelindungan data kesehatan seseorang. Salah satunya, berkaitan dengan persetujuan dari pemilik data.

“Tidak perlu ada kekhawatiran data akan bocor, karena dipagari bagaimana jaminan pelindungan data pribadi dan di sana ada prinsip yang mendasari suatu proses data pribadi,” ujarnya.

Perlu diingat, data kesehatan atau medical record pasien pada prinsipnya bisa digunakan, salah satunya, untuk kepentingan umum. Sesuai ketentuan, setiap data yang diperoleh wajib mendapatkan persetujuan pemilik. Untuk itu, akan ada pemberitahuan terlebih dahulu kepada pemilik data menyangkut penggunaan data untuk tujuan tertentu.

“Jadi, pemilik data tahu datanya akan digunakan untuk apa dan dipagari dari sisi keamanan dan pelindungan datanya,” kata Indah.

Tentunya, seluruh ketentuan tersebut juga berlaku pada proses pendataan genomik seseorang lewat hadirnya layanan bioteknologi kesehatan di Indonesia. Dengan demikian, klausul pelindungan data pasien itu menepis isu bahwa RUU Kesehatan justru membuka celah jual beli data genomik seseorang.

Satu hal, Indah menegaskan, RUU Kesehatan juga mengatur secara ketat pendayagunaan tenaga medis dan kesehatan (nakes) berstatus warga negara asing di Indonesia. “Dalam RUU Kesehatan ini justru sangat ditekankan sekali pengetatannya. Secara prinsip, pengaturan dari pendayagunaan tenaga medis dan kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan dari layanan tertentu,” ujar Indah.

RUU Kesehatan juga membatasi pendayagunaan tenaga asing di fasilitas layanan kesehatan Indonesia, salah satunya hanya pada kompetensi dokter spesialis dan subspesialis. Itu pun, dengan memperhatikan tingkat kompetensi maupun kebutuhan ketersediaan dari tenaga medis dan tenaga kesehatan berstatus warga negara Indonesia (WNI).

Artinya, sepanjang kebutuhan layanan kesehatan spesialis sudah cukup, tidak perlu lagi untuk menghadirkan tenaga asing, kecuali sesuai kebutuhan. Misalnya, pelayanan spesialis tertentu yang kurang atau layanan kekhususan yang kurang untuk memenuhi layanan kesehatan masyarakat.

Kemampuan Bahasa

Persyaratan pertama yang perlu dipenuhi tenaga medis dan kesehatan asing, yakni mengikuti evaluasi kompetensi yang meliputi proses penyetaraan kompetensi sesuai standar kompetensi di Indonesia. Selain itu, para nakes asing itu wajib mengikuti proses uji kompetensi dan adaptasi di fasilitas layanan kesehatan melalui pengawasan oleh tim penilai.

Indah menambahkan, salah satu penilaian penting selama proses adaptasi, yakni kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Tujuannya, agar komunikasi dalam layanan kesehatan masyarakat bisa terjalin baik. “Dalam RUU Kesehatan ditekankan ada kewajiban pengguna tenaga asing untuk memfasilitasi pendidikan dan pelatihan Bahasa Indonesia, sesuai undang-undang di bidang tenaga kerja,” katanya.

Ketentuan RUU Kesehatan juga membatasi pendayagunaan tenaga asing dalam jangka waktu tertentu. Misalnya kontrak per dua tahun, namun bisa diperpanjang kembali hanya untuk dua tahun berikutnya.

Pihak Kemenkes RI mengakui ada beberapa layanan kesehatan di Indonesia yang saat ini masih membutuhkan peran tenaga asing. Salah satunya di bidang pengembangan layanan kesehatan berbasis robotik yang masih membutuhkan transfer teknologi dari negara asing.

Mengenai pelindungan hukum bagi tenaga kesehatan, pihak Kemenkes RI kembali menekankan RUU Kesehatan memuat ketentuan keadilan restoratif atau restorative justice bagi tenaga medis dan kesehatan yang berhadapan dengan persoalan hukum.

RUU Kesehatan ini justru mengedepankan mediasi. Mekanisme mediasi dilakukan dengan melibatkan pihak terkait melalui peran mediator untuk dicarikan solusi atas masalah yang timbul. Tahapan mediasi bertujuan untuk proses penyelesaian perselisihan yang terjadi untuk dibawa ke ranah perdamaian.

“Jadi sebenarnya tidak mengupayakan menghukum pelaku, jadi lebih pada memulihkan dari akibat yang ditimbulkan,” kata Indah.

Klausul pelindungan hukum terhadap tenaga medis dan kesehatan sebenarnya sudah tercantum di dalam Pasal 57 UU nomor 3 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Pun demikian, hal itu juga diatur dalam UU Praktik Kedokteran dan Kebidanan. Mengingat RUU Kesehatan bersifat Omnibus Law, tidak mungkin aturan eksisting tersebut ditiadakan.

Sepanjang tenaga kesehatan dan medis itu melaksanakan tugas sesuai standar profesi, standar pelayanan profesi, dan standar operasional prosedur, maka pemerintah berkewajiban memberikan pelindungan hukum. Upaya gugatan hukum terhadap tenaga medis dan kesehatan akan didahului dengan penegakan disiplin yang melibatkan Majelis Kehormatan Etik untuk memberi masukan kepada penegak hukum perihal ketentuan yang dilanggar.

“Antara proses disiplin dan hukum adalah hal berbeda. Dalam RUU saat ini kami lebih banyak menegakkan prinsip pelindungan hukum bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan,” ujar Indah.

Kemenkes juga menambahkan sejumlah pasal untuk menekankan aspek pelindungan hukum, seperti tanggung jawab pemerintah memberi pelindungan hukum, salah satunya dalam pelayanan bencana atau gawat darurat. Ketika tenaga kesehatan dan medis bertujuan menyelamatkan nyawa dan kecacatan dalam situasi bencana atau gawat darurat, maka dikecualikan dari tuntutan ganti rugi. Dengan adanya pasal itu, para nakes diharapkan menjadi lebih tenang dalam melakukan pekerjaannya.

 

Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari

Berita Populer