Kemarau terjadi di 60% kawasan Indonesia. Pemerintah daerah mengantisipasi dengan mewaspadai kenaikan harga pangan lokal dan menjaga pangan rumah tangga.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan sebanyak 60% wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau. Menurut laporan yang dirilis pada 3 Juli 2023, curah hujan di kawasan Indonesia diprediksi berada di kriteria rendah-menengah (0-75 mm/dasarian) pada Juli I 2023--Juli III 2023. Fenomena El Nino menjadi penyebab utama terjadinya musim kemarau.
Analisis perkembangan musim kemarau dasarian III Juni 2023 menyebutkan bahwa berdasarkan jumlah ZOM, 60% wilayah Indonesia masuk musim kemarau. Wilayah tersebut meliputi sebagian besar Aceh, Sumatra Utara, Riau, sebagian Bengkulu, Sumatra Selatan, Kepulauan Bangka Belitung bagian selatan, dan Lampung.
Kemudian Pulau Jawa-Bali tercatat kawasan Banten, DKI Jakarta, sebagian besar Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT. Kondisi yang sama juga terjadi pada Kalimantan Tengah bagian selatan, sebagian Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur bagian selatan, sebagian Gorontalo, Sulawesi Tengah bagian utara, sebagian Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara bagian selatan, sebagian Maluku Utara, dan Papua bagian selatan.
Mitigasi Pemerintah Daerah
BMKG pun telah mengimbau banyak pihak segera mengantisipasi fenomena alam tersebut, terutama pada daerah terdampak. Bahkan, melalui Stasiun Klimatologi Jawa Barat, BMKG menggelar Sekolah Lapang Iklim (SLI) untuk petani di Kantor Desa Sukasari, Kecamatan Kadupandak, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, (27/6/2023).
Mereka dibimbing cara membaca informasi iklim dan cuaca agar bisa menentukan waktu tanam dan panen serta memilih bibit yang sesuai. Hal ini agar petani tetap dapat meningkatkan produktivitasnya saat perubahan iklim.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tak ketinggalan. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengerahkan jajarannya menyiapkan mitigasi dampak kekeringan drastis yang dimulai Juli--Oktober 2023. Bahaya kekeringan pun dipetakan oleh masing-masing organisasi perangkat daerah (OPD).
“Salah satu yang disiapkan adalah menjaga produksi pertanian dan tanaman pangan rumah tangga,” katanya seperti dikutip laman jatengprov.go.id (21/6/23).
Antisipasi kenaikan harga pangan dilakukan sesuai dengan kebijakan BMKG. “Pemerintah perlu memaksimalkan fungsi infrastruktur sumber daya air seperti waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air,” Kepala BMKG Jawa Tengah Sukasno kepada tribunnews.com (26/6/23).
Tidak hanya itu, Sukasno juga berharap dana desa bisa dioptimalkan dalam mengatasi kampanye food loss dan food waste. “Pemerintah atau BMKG mengingatkan awas dengan El Nino. Ini secara psikolog menjadi pemicu kenaikan harga karena ada kekhawatiran di masa depan,” ujar Heri lagi.
Kondisi ini tentu akan berimbas pada sektor lain yaitu kenaikan harga kebutuhan pokok. Ini perlu diwaspadai, karena sudah terlihat dampaknya dalam beberapa bulan terakhir. Perlahan harga bahan pokok, seperti daging ayam, daging sapi, telur, hingga bawang, merangkak naik.
Tunda Masa Tanam
Pemprov Jawa Tengah juga mengimbau petani menunda masa tanam pangannya pada Juli dan Agustus. Meskipun begitu, beberapa petani tetap memilih menanam tanaman pangan, namun yang tidak memerlukan banyak air.
“Kalau di bulan-bulan itu umur tanaman belum 60 hari, kami takut tanamannya mati karena kekeringan. Apalagi, kalau akhir Juli baru tanam, pasti akan kesulitan air,” kata Kepala Dinas Pertanian Jateng Supriyanto, seperti dikutip kompas, Senin (26/6/2023).
Supriyanto menambahkan jika masyarakat menemukan sumber air, tapi tidak bisa mengangkatnya, tolong informasikan kepada pihaknya. “Nanti, kami bantu untuk mengangkat itu. Alatnya sudah siap, nanti kami bisa pinjam ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana,” katanya lagi.
Pemprov Jateng pun turut meminta seluruh pihak termasuk masyarakat luas ikut terlibat mengantisipasi musim kemarau. “Kita minta menjaga produksi pangan dan kita mendorong rumah tangga-rumah tangga untuk menanam sendiri. Kemudian perikanan, peternakan, perkebunan kita siapkan,” kata Ganjar Pranowo.
Dengan memahami El Nino, lalu melaksanakan program mitigasi yang tepat, pemerintah pusat dan daerah tentu dapat mengurangi dampak negatif yang terjadi.
Penulis: Dwitri Waluyo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari