Berkat kolaborasi BKKBN, lembaga-lembaga terkait, dan pemerintah daerah angka stunting turun signifikan, justru di saat masa pandemi Covid-19.
Menjelang 78 Tahun Indonesia merdeka, ada fakta yang tak terelakkan, masih ada sebanyak 21,6 persen anak-anak di negeri ini yang mengalami stunting. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), stunting adalah gangguan perkembangan pada anak yang disebabkan gizi buruk, terserang infeksi yang berulang, maupun stimulasi psikososial yang tidak memadai.
Seorang anak didefinisikan sebagai stunting jika tinggi badan menurut usianya lebih dari dua standar deviasi, di bawah ketetapan Standar Pertumbuhan Anak WHO. Angka stunting di Indonesia terus mengalami penurunan setiap tahun setidaknya sejak 2016.
Di tahun-tahun saat dunia, termasuk Indonesia, dihantam badai pandemi Covid-19, penurunan stunting justru tetap terkendali. Penurunan yang signifikan terjadi dalam rentang waktu 2021 hingga 2022. Dalam rentang itu terjadi penurunan sebesar 2,8 persen, dari angka 24,4 persen di 2021 menjadi 21,6 persen di tahun 2022. Angka tersebut mendekati standar WHO, yakni suatu negara tidak boleh melebihi 20 persen tingkat prevalensi stunting.
Di satu sisi, pemerintah mendorong Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai vocal point dalam upaya menurunkan stunting hingga sebesar 14 persen di 2024. Tanpa kerja keras bersama dari seluruh pihak berkepentingan, maka potensi bonus demografi yang diinginkan Indonesia pada 2045 agar tercapai generasi maju dan sehat bisa tak tercapai.
Deputi Bidang Advokasi Penggerakan dan Informasi BKKBN Sukaryo Teguh Santoso mengatakan, target ini akan dicapai dengan usaha yang serius termasuk dengan memitigasi risiko-risiko yang akan terjadi. “Angka stunting mengalami penurunan signifikan justru di saat masa-masa Covid-19. Ini karena adanya kerja yang intens antara BKKBN, lembaga-lembaga terkait, dan pemerintah daerah. Di mana dalam kerangka kerja sama ini, penyuluhan terkait stunting selalu dikaitkan dengan penyuluhan Covid-19,” kata Teguh Santoso dalam diskusi Forum Merdeka Barat (FMB) 9 bertajuk, "Langkah Penting Turunkan Stunting" dalam rangka Hari Keluarga Nasional ke-30, di Jakarta, Senin (26/6/2023).
BKKBN sendiri menjalankan pencegahan stunting melalui dua langkah strategis. Pertama, kesamaan target untuk mengidentifikasi siapa-siapa yang harus menjadi target pencegahan stunting melalui intervensi sejak calon pengantin, ibu hamil, dan ibu yang memiliki anak balita.
Kedua, bentuk intervensi. Intervensi terdiri dari dua bentuk yaitu intervensi spesifik dan intervensi sensitif. Intervensi spesifik berupa pemenuhan gizi berupa makanan tambahan serta pemenuhan protein balita. Sementara itu intervensi sensitif meliputi perbaikan lingkungan keluarga, akses air bersih termasuk rumah yang layak huni.
Selain dua strategi di atas, Sukaryo Teguh Santoso juga menjelaskan lima pilar dalam mengatasi stunting. Pilar pertama, komitmen kepemimpinan harus berkelanjutan.
Lalu, pilar kedua, literasi kepada masyarakat berupa komunikasi perubahan perilaku. Di sini kader-kader penyuluh kesehatan harus aktif melakukan proses pendampingan.
Pilar ketiga, keterlibatan lintas sektor. Pilar keempat, pemenuhan gizi dengan memastikan pemenuhan kebutuhan gizi mudah, murah dan cepat. Sedangkan, pilar kelima memperkuat sistem pemantauan evaluasi.
Untuk itu, BKKBN telah mengerahkan tim pendamping keluarga yang terdiri dari bidan, penyuluh KB dan PKK sebagai tempat untuk bertanya dan mengeluh di tengah masyarakat. Sejauh ini, BKKBN telah mengerahkan sebanyak 600 ribu personel yang bertugas untuk menekan angka stunting menjadi di bawah 14 persen.
Pada kesempatan yang sama, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyatakan telah mengganti anggaran untuk pemberian biskuit dan susu kotak ke seluruh posyandu menjadi pemberian produk protein hewani dalam rangka mempercepat penurunan stunting di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Wakil Menteri Kesehatan RI Dante S Harbuwono, dalam diskusi FMB9. Menurutnya, perubahan alokasi anggaran untuk pemberian produk makanan protein hewani kepada anak-anak di Indonesia dilakukan setelah melewati sejumlah kajian dengan menggandeng beberapa pihak terkait.
Hasil kajian tersebut mengerucut pada efek positif yang didapatkan dari pemberian makanan tambahan dalam bentuk protein hewani dibandingkan biskuit dan susu kotak. Kemenkes juga telah melakukan sejumlah terobosan dalam rangka percepatan penurunan stunting di Indonesia, salah satunya adalah deteksi stunting sejak dini.
Kemenkes juga membagikan alat pemindai ultrasonografi (USG) di hampir 52 persen puskesmas di seluruh Indonesia. USG dilakukan saat kehamilan untuk mengecek gejala-gejala pada janin bayi. Ketika janin bayi terindikasi tidak berkembang maka dilakukan intervensi dengan pemberian kalori yang cukup, energi dan gizi yang cukup pada ibu hamil tersebut sehingga tubuh janinnya menjadi lebih baik.
Kemenkes RI juga membagikan perangkat Antropometri, alat untuk menimbang dan mengukur tinggi badan yang baik dan berstandar WHO di posyandu-posyandu seluruh Indonesia. Pemberian fasilitas itu seiring dengan revitalisasi sekira 200 ribu posyandu di seluruh Indonesia sebagai urgensi yang harus dilakukan untuk mempercepat penurunan stunting.
Bagaimana pengalaman daerah? Pemerintah Kota Surabaya menunjukkan komitmen tegas dalam upaya menurunkan angka stunting di wilayah tersebut. Salah satunya adalah Kepala Dinas Kesehatan yang harus siap mengundurkan diri jika tak mampu menurunkan angka stunting.
Demikian disampaikan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dalam dialog FMB9 tersebut. "Setiap tahun kami menyediakan surat pernyataan jabatan, ada kontrak kinerja bahwa kalau angka stunting tidak turun, maka 'saya akan mengundurkan diri dan melepas jabatan sebagai kepala dinas'," kata Eri Cahyadi.
Sejauh ini, Eri mengungkapkan, pihaknya berhasil menurunkan angka stunting di angka 600 anak. Hingga akhir tahun, pihaknya menargetkan turun menjadi 150 anak.
Adapun, menurut Wali Kota Surabaya, kelengkapan data dan kedekatan dengan masyarakat menjadi kunci keberhasilan Pemerintah Kota Surabaya dalam menurunkan angka stunting di wilayah tersebut. Sebagai wali kota, Eri menyampaikan, dirinya harus tahu berapa jumlah bayi yang lahir per hari di seluruh wilayah kota Surabaya. Sebab dia menyadari, bayi lahir di fasilitas yang berbeda seperti klinik, bidan, puskesmas hingga rumah sakit.
Dari data yang didapatkan tersebut, barulah pihaknya menyusun strategi dan arah kebijakan. Di mana salah satunya dengan menghidupi nilai-nilai Pancasila yakni semangat gotong royong. Seperti melibatkan sebanyak 45 ribu pendamping dari masyarakat termasuk juga orang tua asuh bagi para keluarga stunting yang tak mampu.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari