Kenaikan daya saing menempatkan Indonesia sebagai negara dengan lompatan tertinggi di dunia.
Perekonomian dunia kini menuju pemulihan, setelah sebelumnya mengalami pelemahan akibat badai wabah Covid-19 yang menghantam hampir sebagian besar negara dunia. Kendati juga terdampak, Indonesia beruntung karena mampu melanjutkan akselerasi di zona ekspansi, termasuk di paruh kedua 2023.
Salah satu indikator itu terlihat dari capaian Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global pada Juli atau di awal kuartal ketiga 2023. PMI Manufaktur Indonesia tercatat di level 53,3, naik signifikan dibandingkan bulan sebelumnya yang menyentuh level 52,5.
Di sisi lain, PMI Manufaktur di banyak negara, seperti AS, Kanada, Brazil, Eropa, Jerman, Prancis, Inggris, Jepang, Korsel, Tiongkok, Malaysia, Vietnam, Afrika Selatan, dan Turki mengalami kontraksi. PMI Manufaktur Indonesia pada periode Juli itu bahkan menjadi yang tertinggi sejak September 2022.
PMI Manufaktur Indonesia yang tetap ekspansif selama 10 tahun terakhir tak terlepas dari daya saing industri manufaktur negara ini yang cukup kompetitif di pasar global. Merujuk data International Institute for Management Development (IMD), Indonesia memiliki skor daya saing sebesar 70,75 poin pada 2023.
Skor tersebut menempatkan Indonesia di peringkat ke-34 dari 64 negara yang dinilai IMD. Jika dibandingkan tahun sebelumnya, peringkat daya saing Indonesia naik 10 poin, dan sekaligus menjadi yang tertinggi secara global
Kenaikan skor daya saing tidak hanya didukung oleh PMI manufaktur Indonesia, banyak variabel lain juga mendukung peringkat daya saing, seperti institusi, infrastruktur, lingkungan makroekonomi, kesehatan, pendidikan, efisiensi pasar barang, efisiensi pasar tenaga kerja, perkembangan pasar uang, kesiapan teknologi, dan sebagainya.
Ketika menyampaikan pidato kenegaraan di Kompleks Parlemen di Jakarta, Rabu (16/8/2023), Presiden Joko Widodo pun menjelaskan soal kenaikan daya saing Indonesia di kancah global tersebut. “Kenaikan daya saing itu menempatkan Indonesia sebagai negara dengan lompatan daya saing tertinggi di dunia,” kata Jokowi.
Menurut Kepala Negara, peningkatan daya saing ini tidak ujug-ujug terjadi. Presiden Jokowi pun menjelaskan, untuk dapat bersaing dengan negara-negara lain dibutuhkan setidaknya tiga fondasi utama, yakni infrastruktur, hilirisasi dan industrialisasi, serta digitalisasi. Kondisi itu tentu sangat membantu mencapai Indonesia emas 2045.
Apa saja yang menjadi parameter daya saing tersebut? IMD Indonesia pun memerincinya, yakni performa ekonomi dan efisiensi pemerintah Indonesia memperoleh skor masing-masing sebesar 57,86 poin dan 57,79 poin. Kemudian, efisiensi bisnis dan infrastruktur di tanah air secara berturut-turut sebesar 72,85 poin dan 34,89 poin.
Komponen lainnya yang mendukung kenaikan peringkat daya saing Indonesia juga tidak lepas dari membaiknya peringkat seluruh komponen utama yakni komponen kinerja ekonomi, pemerintah yang efisien, bisnis yang efisien, dan ketersediaan infrastruktur.
Selain itu, peningkatan daya saing tersebut juga diikuti dengan prospek pembiayaan investasi Indonesia juga semakin menarik, terutama dengan afirmasi atas sovereign rating Indonesia oleh berbagai lembaga rating internasional.
Dengan sejumlah indikator itu, wajar saja kepala negara optimistis negara ini bisa mencapai era keemasan pada 2045, atau dikenal dengan Indonesia emas 2045.
Menuju Indonesia Emas
Dalam satu kesempatan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, target untuk menuju visi Indonesia Emas 2045, atau menempatkan Indonesia sebagai negara maju berpendapatan tinggi, salah satu strateginya adalah memanfaatkan bonus demografi.
Pelbagai langkah menuju visi itu, salah satunya adalah Pemerintah Indonesia telah menyatakan intensi untuk menjadi anggota organisasi kerja sama dan pembangunan ekonomi atau Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), sesuai arahan Presiden Joko Widodo.
Menurut Menko Airlangga, rencana menjadi anggota OECD telah ditanggapi secara positif oleh OECD mengingat hubungan kerja sama yang konstruktif antara pemerintah dan OECD, serta mempertimbangkan peran kepemimpinan Indonesia dalam berbagai forum global dan kinerja perekonomian Indonesia yang baik.
Kemudian, pemerintah akan terlibat aktif dalam diskusi global, di mana Indonesia berkesempatan untuk ikut serta dalam menentukan standar global yang diikuti negara OECD. Dengan menjadi anggota OECD juga akan memberikan keunggulan reputasi dan peningkatan kepercayaan investor karena Indonesia menganut standar kebijakan yang unggul dan tepercaya.
“OECD selaku organisasi yang beranggotakan negara maju senantiasa mempromosikan standar regulasi dan kebijakan yang mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas,” ujar Airlangga.
Dalam rangka proses keanggotaan OECD, organisasi internasional itu pun telah membagikan kepada Indonesia bagaimana pengalaman negara anggota OECD lain dalam memanfaatkan keunggulan demografis dan hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan oleh Indonesia dalam rangka menuju negara maju dan berpendapatan per kapita tinggi.
“Hingga saat ini, OECD menilai, Indonesia masih termasuk dalam kategori negara berpendapatan menengah-atas (upper-middle income country) dengan pendapatan per kapita USD4,580 pada 2022,” ucap Menko Airlangga.
Adapun, Menko Airlangga menjelaskan bahwa kerangka kerja sama pemerintah Indonesia dengan OECD dipayungi dalam perjanjian kerangka kerja sama atau Framework Cooperation Agreement (FCA) dan program kerja bersama atau Joint Work Programme (JWP). Area kerja sama antarkedua pihak disusun dengan menyesuaikan agenda prioritas nasional Indonesia.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari