Indonesia tengah berusaha menjadi anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Melalui keanggotaan itu, ekonomi Indonesia diharapkan kian terbang tinggi.
Proses untuk menjadi anggota ‘klub negara maju’ itu sudah dimulai dengan mengirim surat permohonan khusus atau intensi pada 14 Juli 2023. Presiden Joko Widodo berharap, Indonesia resmi menjadi anggota OECD pada 2026 atau tiga tahun mendatang.
Bila keinginan itu bisa terealisasi, tekad itu sudah linier dengan upaya Indonesia mencatatkan diri sebagai negara maju pada 2045, atau yang sering disebut dengan Indonesia Emas 2045, serta tercatat sebagai negara pertama di Asia Tenggara yang tergabung di OECD.
Sebagai konsekuensi dari keanggotaan, Indonesia bakal ‘dipaksa’ untuk mematuhi standar-standar yang lazim diterapkan oleh negara maju atau standar yang ditetapkan OECD.
Ada lebih dari 200 item standar yang harus dipenuhi mulai dari isu pengelolaan ekonomi, perdagangan, dan investasi. Isu soal gender hingga pengaturan antikorupsi juga harus dipenuhi. Indonesia pun akan dikenai kontribusi iuran keanggotaan. Lantas apakah Indonesia siap?
Dalam konteks itu, Indonesia sudah menyiapkan sejumlah kebijakan, mirip dengan standar yang ditetapkan OECD. Bila mengacu kepada pernyataan Presiden RI Joko Widodo yang dalam satu kesempatan pernah menjelaskan, setidaknya ada tiga hal pokok yang menjadi acuan untuk menggapai visi Indonesia Emas 2045.
Pertama, stabilitas bangsa dan negara. Kedua, keberlanjutan dan kesinambungan dalam memimpin. Dalam hal itu, Presiden Jokowi pun menyampaikan, kepemimpinan pada sebuah bangsa ibarat tongkat estafet yang harus bersambung dan bukan dimulai dari nol pada setiap kepemimpinan.
Ketiga, adalah sumber daya manusia (SDM). Di mana, Indonesia memiliki bonus demografi selain kualitas SDM yang unggul dan bisa menjadi modal menuju Indonesia Emas 2045.
Bagaimana proses selanjutnya setelah proses aksesi Indonesia untuk menjadi anggota OECD? Kesan yang ditangkap, sepertinya organisasi negara-negara maju sangat terbuka terhadap pengajuan Indonesia untuk menjadi anggotanya. Setidaknya tampak dari pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas Suharso Monoarfa.
Soal aksesi menjadi anggota dibenarkan oleh Menkeu. Dia mengakui Pemerintah Indonesia telah resmi mengajukan aksesi sebagai anggota OECD. “Bahkan, seluruh negara anggota OECD diklaim memberi dukungan penuh terhadap proses aksesi Indonesia menjadi anggota OECD,” ujarnya yang dikutip dari unggahan Sri Mulyani di laman Instagramnya, Selasa (10/10/2023).
Sri Mulyani juga menceritakan dirinya juga bertemu dengan Sekretaris Jenderal OECD, Mathias Cormann di Paris, Prancis, pada hari itu. “Dalam pertemuan itu, kami membahas proses aksesi Indonesia sebagai anggota penuh OECD. Jika aksesi ini sukses, Indonesia akan menjadi negara Asia ketiga yang menjadi anggota OECD setelah Jepang dan Korea Selatan," ujarnya.
Sri Mulyani mengatakan, dirinya dengan tegas telah menjawab segala pertanyaan terkait aksesi Indonesia, mulai tentang standar-standar OECD, serta berbagai isu seperti komitmen menjelang Pemilu, kesenjangan, iklim, korupsi, hingga kemiskinan.
“Saya yakinkan, komitmen Indonesia dalam menjadi anggota OECD sangatlah bulat. Langkah-langkah reformasi Indonesia di berbagai sisi akan terus berjalan,” tambahnya.
Sri Mulyani meyakini keanggotaan OECD akan mengokohkan pondasi perekonomian, pemerintahan, serta kapasitas institusional Indonesia dalam rangka menjadi negara berpenghasilan tinggi serta menjadi peserta yang baik dalam komunitas global.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas Suharso Monoarfa menambahkan, Indonesia bisa segera menjadi anggota OECD, karena sudah memenuhi semua indikator dan persyaratan yang ada. Menurut perhitungan dia, Indonesia memiliki semua indikator persyaratan yang sudah selaras dengan anggota OECD. Agar bisa menjadi anggota OECD, Indonesia perlu menaikkan pendapatan per kapita hingga US$5.500.
Ini sesuai dengan pencapaian target pendapatan per kapita, yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025 -2029 dengan kisaran dari US$5.500 (2025) menjadi US$7.400–US$7.670 (2029).
Suharso menjelaskan, untuk menjadi bagian dari OECD, dibutuhkan proses yang panjang, bahkan membutuhkan waktu lebih dari tiga tahun. Namun, dia menilai Indonesia sudah memenuhi semua indikator dan persyaratan OECD untuk menjadi negara maju.
“Semua indikator, semua indeks yang kami tawarkan bisa menjadi salah satunya, inline dengan indikator OECD untuk persyaratan menjadi negara maju. Mudah-mudahan bisa cepat menuju negara maju,” kata Suharso, Senin (9/10/2023).
Layar telah dikembangkan dan tak ada kata mundur berkaitan dengan aksesi keanggotaan OECD yang beranggotakan 38 negara. Menurut informasi, keputusan untuk membuka atau tidaknya proses aksesi Indonesia menjadi anggota akan diputuskan melalui pertemuan OECD Council pada Desember 2023 atau Januari 2024.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari