Indonesia.go.id - Jurus Indonesia Antisipasi Gejolak Multiefek Bisnis Tiongkok

Jurus Indonesia Antisipasi Gejolak Multiefek Bisnis Tiongkok

  • Administrator
  • Rabu, 1 November 2023 | 12:02 WIB
PROPERTI
  Subsidi uang administrasi perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dihadirkan oleh pemerintah. Tujuannya, menstimulasi perekonomian Indonesia. ANTARA FOTO
Insentif untuk sektor properti telah ditetapkan. Termasuk, subsidi uang administrasi perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Tujuannya, menstimulasi perekonomian Indonesia.

Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada 2023 dan 2024. IMF menilai pemulihan Tiongkok mulai melambat, yang mengacu pada ketidakstabilan di sektor propertinya.

Menurut laporan prospek ekonomi regional yang dirilis pada Rabu, 18 Oktober 2023, ekonomi Tiongkok diperkirakan akan berkembang sebesar 5% tahun ini dan 4,2% tahun depan. Angka itu turun dari 5,2% dan 4,5% dalam perkiraan IMF bulan April.

Pelemahan ekonomi dunia serta berbagai risiko dan ketidakpastian yang masih terus membayangi perekonomian global sebagai dampak perang Rusia dan Ukraina dan Palestina dan Israel. Meskipun ekonomi global melemah, kondisi pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini masih baik, yakni di atas lima persen yaitu 5,6%.

Sebagai langkah antisipasi dampak pelemahan ekonomi global, Pemerintah RI menetapkan kebijakan insentif untuk sektor properti. Termasuk di dalamnya menyubsidi uang administrasi perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Tujuannya adalah untuk menstimulasi perekonomian Indonesia. 

Relaksasi ini sebagai antisipasi dampak pelemahan ekonomi dunia dan mendorong peningkatan permintaan (demand) perumahan. Saat ini pertumbuhan PDB sektor perumahan rendah, real estate hanya tumbuh 0,67%, dan PDB Konstruksi hanya tumbuh 2,7%. Sehingga Pemerintah menilai perlu diberikan kebijakan insentif untuk menggairahkan kembali sektor perumahan. Selain itu juga untuk meningkatkan daya beli MBR.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, seusai mengikuti rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan dengan agenda Kebijakan Insentif Fiskal Sektor Properti, pada Selasa (24/10/2023) menjelaskan, kebijakan insentif tersebut berupa pajak pertambahan nilai yang akan ditanggung pemerintah. Yakni, sebesar 100 persen PPN untuk pembelian rumah dengan harga di bawah Rp2 miliar.

"Presiden memutuskan agar dilakukan program PPN DTP (Ditanggung Pemerintah) untuk pembelian rumah komersial dengan harga di bawah Rp2 miliar. Ini akan berlaku sampai dengan Juni tahun depan (2024) PPN-nya 100% ditanggung Pemerintah. Sesudah itu (Juni s/d Desember 2024), PPN-nya sebesar 50%dDitanggung Pemerintah,” kata Menko Airlangga dikutip dari Siaran Pers Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Selain itu, Pemerintah juga menyiapkan kebijakan bantuan bagi MBR dengan memberikan Bantuan Biaya Administrasi (BBA) sebesar Rp4 juta sebagai pengurang biaya akad. "Kira-kira cost administrasi termasuk BPHTB dan yang lain itu sekitar Rp13,3 juta, dan Pemerintah akan berkontribusi dengan memberikan pengurangan sebesar Rp4 juta, sampai akhir 2024," kata Airlangga.

Selama periode 2018-2022, sektor properti (konstruksi dan real estate) mampu menciptakan nilai tambah sebesar Rp2.349--Rp2.865 triliun per tahun atau setara dengan 14,6%-16,3% terhadap PDB. Sektor properti juga telah mampu menyerap 13,8 juta tenaga kerja per tahun atau sekitar 10,2% dari total lapangan kerja pada tahun 2022.

Kontribusi sektor properti terhadap penerimaan perpajakan sekitar 9,3% atau sebesar Rp185 triliun per tahun, serta menyumbang ke penerimaan daerah (PAD) sebesar Rp92 triliun atau sekitar 31,9% dari PAD Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

 

Pelaku Menyambut Baik

Kebijakan insentif ini disambut hangat para pelaku sektor industri properti di Indonesia. Dalam sebuah tayangan wawancara di IDX Channel Joko Suranto, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (DPP REI) menilai, kebijakan pemberian insentif untuk sektor industri properti ini sudah tepat. Ia berharap insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) dapat konsisten.

Kontribusi sektor properti terhadap PDB nasional sebesar 14,6%. Lalu, kontribusi terhadap APBN sekitar 9,3% dan kontribusi terhadap PAD provinsi/kabupaten/kota sekitar 31,9%. Lebih lanjut Joko mengatakan DPP REI tengah merancang konsep propertynomic yang diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

“Propertynomic adalah cara pandang, di mana properti digunakan sebagai alat pengungkit untuk pertumbuhan ekonomi sehingga kontribusi pada PDB bisa mencapai 20%, serapan tenaga kerja kian besar serta mendorong pertumbuhan properti lebih baik lagi sehingga backlog hunian dapat teratasi,” kata Joko.

Sebelumnya dalam Pembukaan Musyawarah Nasional (Munas) Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) XVII di Jakarta, Rabu (9/8/2023), Presiden Jokowi mengatakan, pada masa pandemi Covid-19 yang lalu, sektor perumahan dan properti merupakan salah satu sektor yang masih tumbuh positif. Dengan kontribusi pada produk domestik bruto (PDB) sebesar 16% dan menyerap tenaga kerja sebesar 13,8 juta orang/tahun.

Kepala Negara, dilansir situs resmi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (pu.go.id) mengatakan, sektor properti memiliki multiplier effect yang dapat menggerakkan 185 subsektor industri lainnya, seperti material bahan bangunan, furnitur, perdagangan retail, sampai pembiayaan.  

 

Kepemilikan Rumah bagi MBR

Di sisi lain, sebagian masyarakat masih kesulitan memenuhi kebutuhan primer yaitu berupa papan atau rumah tinggal. Kebutuhan pokok bagi manusia ini menjadi PR yang berat bagi siapa pun Presiden terpilih mendatang.

Hal itu dikarenakan terus meningkatnya kebutuhan ‘papan’ karena pertambahan penduduk di tengah keterbatasan lahan dan mahalnya suku bunga kredit kepemilikan rumah. Berdasarkan data Kementerian PUPR diperkirakan angka backlog (kekurangan rumah yang dihitung berdasarkan selisih antara jumlah kepala keluarga dengan jumlah rumah yang ada) perumahan di perkotaan mencapai 10 juta sementara di pedesaan sebesar 2,7 juta sehingga secara keseluruhan mencapai 12,7 juta.

Merujuk pada Data Susenas, 2021 pertumbuhan KK baru mencapai 700.000- 800.000 per tahun. Setiap KK ini tentunya membutuhkan tempat tinggal, sementara pengembang hanya mampu membangun 400.000 unit per tahun. Selisih ini menjadi penyebab meroketnya harga properti, terutama tipe kecil dan menengah.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022, sebanyak 83,99% keluarga menempati rumah milik sendiri atau rumah keluarga sedangkan 6,13% tinggal di rumah sewa atau kontrakan. Di DKI Jakarta sendiri tercatat ada sekira 1,77 juta atau 63% rumah tangga di Jakarta yang tidak memiliki rumah layak huni pada 2022.

Dengan kebijakan insentif ini diharapkan dapat meningkatkan daya beli MBR untuk memiliki rumah. Selain menetapkan kebijakan insentif PPN dan BBA, pemerintah melalui Kementerian PUPR tetap menjalankan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan atau FLPP, yaitu fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan kepada MBR. Untuk program tahun ini besaran anggaran mencapai Rp25 triliun untuk 220.000 unit rumah. (*)

 

Penulis: Dwitri waluyo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari