Indonesia.go.id - “Sat set sat set” Dekarbonisasi Sektor Industri

“Sat set sat set” Dekarbonisasi Sektor Industri

  • Administrator
  • Rabu, 11 Oktober 2023 | 09:24 WIB
EMISI KARBON
  Dekarbonisasi dibutuhkan sebagai langkah mitigasi untuk mengurangi karbon di atmosfer. Hal ini bisa dicapai dengan meninggalkan bahan bakar fosil dan beralih ke energi atau bahan yang mengeluarkan lebih sedikit karbon. PLN
Tingkat emisi gas rumah kaca sektor industri di Indonesia dari 2015--2022 sebesar 8--20% dibandingkan dengan total emisi gas rumah kaca nasional. Perlu upaya dekarbonisasi yang masif dan terstruktur.

Perubahan iklim saat ini merupakan tantangan lingkungan terbesar semua orang. Penyebab utamanya, pertumbuhan industri yang demikian cepat dan dengan semakin banyak yang menggunakan bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak bumi, serta turunannya, dan gas alam atau metana.

Ketika bahan bakar yang semuanya memiliki unsur kimia yang sama, yakni karbon (C) tersebut, dibakar untuk energi, maka karbon yang seharusnya disimpan selama ribuan tahun akan terus beredar di atmosfer. Jika pembakaran sempurna, karbon dan hidrogen dalam bahan bakar akan bergabung dengan oksigen di udara dan satu-satunya produk sampingan adalah karbon dioksida dan air (H2O). 

Namun pada kenyataannya, proses ini juga menghasilkan polutan, emisi elemen berbahaya lainnya, seperti partikel, karbon monoksida, nitrogen oksida, oksida belerang dan senyawa organik yang mudah menguap. Maka, dampak yang terjadi adalah meningkatnya emisi gas rumah kaca (GRK). Hal ini yang sangat mempengaruhi terjadinya perubahan iklim.

Senjata ampuh mengatasi masalah tersebut adalah dengan langkah dekarbonisasi. Oleh karena itu, pada Perjanjian Paris 2015, sebanyak 195 negara sepakat untuk membatasi kenaikan suhu global. Caranya?

Mengutip laman renovablesverdes, Rabu (27/9/2023), dekarbonisasi adalah proses pengurangan emisi gas rumah kaca ke atmosfir, khususnya karbon dioksida (CO2), dari berbagai sektor yang dapat menyebabkan perubahan iklim. Tujuannya adalah untuk mencapai ekonomi global rendah emisi dan mencapai netralitas iklim melalui transisi energi.

Dekarbonisasi dibutuhkan sebagai langkah mitigasi untuk mengurangi karbon di atmosfer. Hal ini bisa dicapai dengan meninggalkan bahan bakar fosil dan beralih ke energi atau bahan yang mengeluarkan lebih sedikit karbon. 

Namun, untuk mencapai netralitas karbon rupanya tidak serta-merta bisa dilakukan. Perkembangan teknologi yang ada saat ini dinilai belum matang, sehingga biaya yang dibutuhkan sangat tinggi. Toh, hukum dekarbonisasi adalah wajib.

Untuk itu, ada beberapa langkah yang ditempuh. Salah satunya adalah dengan meningkatkan efisiensi energi, yaitu memanfaatkan energi dengan lebih efisien sehingga dapat mengurangi penggunaan energi dan emisi GRK. Selain itu, dapat pula dilakukan dengan memanfaatkan energi terbarukan seperti angin, matahari, dan air.

Manfaat dari dekarbonisasi sangat banyak, antara lain, mengurangi risiko perubahan iklim, meningkatkan kualitas udara, mengurangi biaya energi, meningkatkan inovasi teknologi, serta meningkatkan kesehatan masyarakat. Selain itu, dekarbonisasi juga dapat membuka peluang untuk mengembangkan industri hijau dan menciptakan lapangan kerja yang baru.

 

Langkah Indonesia

Pemerintah Indonesia pun serius melakukan dekarbonisasi. Pemerintah Indonesia juga telah menetapkan target untuk mengurangi emisi GRK hingga 29% pada 2030 melalui kontribusi nasional yang ditentukan secara sendiri (nationally determined contribution/NDC). Berikutnya, pada 2050, Indonesia mematok target net zero emissions (NZE), khususnya di sektor industri.

Mendukung target tersebut, beberapa langkah sudah dijalankan, yakni memperkuat infrastruktur energi terbarukan, mempromosikan efisiensi energi, dan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Indonesia juga berkomitmen untuk mempercepat transformasi energi dengan memanfaatkan energi terbarukan, meningkatkan efisiensi energi, dan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.

Selain itu, pemerintah Indonesia juga akan mendorong pengembangan teknologi energi bersih dan memperkuat kerja sama internasional dalam upaya mengatasi perubahan iklim.

 

Masif dan Terstruktur

Sebagai informasi, kontribusi karbon yang berasal dari sektor industri sekitar 15--20% dari total emisi GRK nasional. Sementara itu jika dilihat dari sumber emisi sektor industri tersebut, komponen emisi dari kategori penggunaan energi di industri menyumbang 60%, emisi dari limbah industri 25%, dan proses produksi dan penggunaan produk atau industrial process and product use (IPPU) sebesar 15%.

Tingkat emisi GRK sektor industri di Indonesia dari 2015--2022 sebesar 8--20% dibandingkan dengan total emisi GRK nasional. Sementara itu jika dilihat dari sumber emisi sektor industri tahun 2022, komponen emisi dari kategori penggunaan energi di industri menyumbang 64%, emisi dari limbah industri 24%, dan proses produksi dan penggunaan produk (IPPU) sebesar 12%. Untuk itu, perlu dilakukan upaya dekarbonisasi yang masif dan terstruktur.

Dekarbonisasi industri di Indonesia, demikian Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, seusai Raker Kemenperin tersebut di Jakarta, Rabu (11/10/2023), dilakukan lewat pemakaian teknologi, efisiensi energi, dan perubahan cara kerja. “Saya minta teman-teman industri untuk melihat penggunaan teknologi ini bukan sebagai beban atau cost, tetapi justru sebagai investasi jangka panjang yang akan bisa memberikan manfaat bagi perusahaan serta melindungi keberlanjutan lingkungan, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat,” papar Menperin Agus.

Selanjutnya, Menperin menegaskan perlunya keterlibatan stakeholders dari sektor finance untuk membantu pendanaan dalam penggunaan peralatan atau teknologi yang mutakhir di sektor industri. Pelaku industri membutuhkan investasi dalam pemanfaatan teknologi canggih untuk bisa mendukung target NZE 2050. Melalui teknologi ini, perusahaan akan melakukan efisiensi dalam penggunaan energi pada proses produksinya. Jadi, artinya semua proses produksinya dilakukan secara digital, yang sejalan dengan program Making Indonesia 4.0.

Guna mencapai sasaran akselerasi dalam upaya dekarbonisasi di sektor industri, langkah strategis yang perlu ditempuh, di antaranya, menyiapkan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) industri dalam pengelolaan GRK. Selanjutnya, perlu adanya mekanisme pemberian insentif, misalnya terkait restrukturisasi teknogi, peralatan, dan permesinan, termasuk penyederhanaan untuk perizinan usaha. “Perlu juga adanya pelaporan emisi GRK melalui SIINas, dan menyiapkan product category rule,” pungkasnya.

Hasil gebrakan dekarbonisasi industri, menunjukkan angka yang menggembirakan. Pada 2022, upaya dekarbonisasi telah berhasil menurunkan emisi GRK sebesar 53,9 juta ton CO2e. Emisi baseline Business as Usual (BaU) tanpa aksi mitigasi adalah sebesar 292,0 juta ton CO2-ekuivalen dan emisi aktual (industri telah melakukan aksi mitigasi) adalah 238,05 juta ton CO2-ekuivalen.

Di samping itu, target penurunan emisi GRK untuk komponen IPPU pada 2030 sebesar 7 juta ton CO2e, sementara realisasi penurunan emisi IPPU pada 2022 telah mencapai 7,138 juta ton CO2e atau 102% dari target tersebut.

Hasih tersebut menunjukkan optimisme bahwa upaya dekarbonisasi di sektor industri bukanlah sesuatu yang mustahil untuk dicapai. Oleh karena itu, apabila target NZE secara nasional dicapai pada 2060, maka Kemenperin  berkomitmen untuk dapat mencapai target NZE di sektor industri lebih cepat, yaitu pada tahun 2050.

 

Penulis: Dwiti Waluyo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari

Berita Populer