Indonesia telah mampu memproduksi empat jenis vaksin yakni vaksin berbasis virus, mRNA, protein rekombinan, dan viral vektor.
Apa saja pencapaian pemerintah terkait transformasi sistem ketahanan kesehatan nasional? Pada kesempatan peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-59 setiap 12 November, Kementerian Kesehatan memberikan refleksi dan pemaparan atas perkembangan sistem kesehatan nasional terkini.
Setidaknya, dalam catatan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin ada sejumlah capaian transformasi sistem ketahanan kesehatan sebagai salah satu dari enam pilar transformasi kesehatan nasional. “Saya ingin melaporkan dalam tiga tahun terakhir Indonesia sudah menambah perusahaan pembuat vaksin dari satu menjadi tiga,” kata Menkes dalam acara Pameran Inovasi dan Teknologi Kesehatan dalam rangka HKN ke-59 yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis (9/11/2023).
Ketiga perusahaan farmasi nasional, salah satunya adalah BUMN PT Biofarma dan dua lainnya adalah perusahaan swasta. Tidak hanya itu, penambahan perusahaan industri vaksin tersebut juga diikuti dengan penambahan teknologi dalam pembuatan vaksin.
Perusahaan farmasi domestik tersebut telah mampu memproduksi empat jenis vaksin yakni vaksin berbasis virus, mRNA, protein rekombinan, dan viral vektor.
Mengenai peningkatan kapasitas produksi obat dalam negeri, Menkes mengungkapkan pihaknya bersama kalangan produsen telah menambah kapasitas produksi bahan baku obat dalam negeri. Sebanyak 8 dari 10 bahan baku obat yang paling banyak digunakan sudah bisa dibuat di Indonesia. Begitu pula 8 dari 10 alat-alat kesehatan yang mayoritas dipakai masyarakat dan fasilitas layanan kesehatan. Sebelumnya, 90 persen bahan baku obat-obatan di Indonesia masih tergantung pada impor.
Adapun beberapa contoh bahan baku obat yang dulunya diimpor, antara lain, Paracetamol sebagai bahan baku obat demam, Clopidogrel sebagai bahan baku obat penyakit jantung, dan Atorvastatin sebagai bahan baku obat untuk mengatasi masalah kolesterol. Ketiga obat tersebut, bahan bakunya sudah bisa diproduksi di dalam negeri.
Kemenkes juga telah meningkatkan belanja alat kesehatan dan obat-obatan dalam negeri, dari sekitar Rp4,5 triliun pada 2020 silam menjadi lebih dari Rp9 triliun hingga Juli 2023 kemarin.
Transformasi sistem ketahanan nasional, menurut Menkes, diilhami dari merebaknya pandemi Covid-19 yang melanda dunia pada tiga tahun lalu, di mana saat seluruh negara di dunia melakukan pembatasan kegiatan, namun Indonesia belum mampu memperoleh akses terhadap obat-obatan dan vaksin. Mau tak mau, pemerintah terpacu untuk meningkatkan kapasitas industri farmasi nasional. Agar ke depan, situasi sulit seperti era 2020-2022 tidak terulang kembali.
Di samping transformasi sistem ketahanan kesehatan nasional, salah satu enam pilar utama Transformasi Kesehatan adalah transformasi layanan primer.
Pada transformasi layanan primer sebanyak 2,2 juta remaja putri mendapat tablet tambah darah, kemudian sebanyak 106.711 ibu hamil dengan kekurangan energi kronis (KEK) yang ditemukan dan ditangani. Anak stunting yang ditangani sejumlah 1.018.499 anak. Angka stunting nasional juga menurun menjadi 21,6% pada tahun lalu dari sebelumnya 24,4% di 2021.
Kemudian ibu yang melakukan ASI eksklusif sebanyak 443.113, kunjungan pemeriksaan kehamilan sebanyak 6 kali (K6) sejumlah 1.771.383 ibu hamil. Persalinan di fasilitas layanan kesehatan juga meningkat menjadi 2,07 juta kelahiran, setelah itu balita yang dipantau tumbuh kembangnya sebanyak 8,6 juta balita.
Untuk melengkapi transformasi layanan primer, Kemenkes juga telah merevitalisasi puskesmas, puskesmas pembantu (Pustu), dan posyandu yang seluruhnya juga tercantum dalam Undang-Undang nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan. Total sampai semester I-2023, terdapat 10.454 puskesmas di seluruh wilayah tanah air.
“Itu sebabnya di undang-undang yang baru, kita bikinnya revitalisasi layanan primer, itu enggak berhenti di 10.000 puskesmas tingkat kecamatan dan kelurahan. Kita ada 38 provinsi, 514 kabupaten/kota. Kita mau turunin ke 85.000 puskesmas pembantu di level desa dan 300.000 di level dusun,” ungkap Menkes Budi Gunadi Sadikin ketika berbicara di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Menkes Budi mengatakan, pihaknya juga berusaha untuk meningkatkan upaya promotif dan preventif kesehatan. Salah satunya melalui kerja sama yang dilakukan bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dengan memasukkan sejumlah kurikulum kesehatan yang tersebar dimulai dari tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga SMA/sederajat.
Bagi Kemenkes, edukasi promosi kesehatan yang paling baik adalah yang dilakukan sedini mungkin. Untuk itu, sejumlah kurikulum kesehatan yang memuat berbagai informasi penyakit dan cara pencegahannya akan masuk ke dalam kurikulum resmi secara bertahap mulai tahun depan.
Satu hal, pemerintah berharap partisipasi masyarakat untuk dapat menguatkan promosi kesehatan, karena upaya promotif kesehatan tidak akan berhasil jika dilakukan secara eksklusif oleh pemerintah saja.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari