Ancaman pesisir utara Jawa kian nyata. Giant sea wall penting bagi perlindungan ekonomi dan kelangsungan hidup 50 juta penduduk di pantai utara Jawa.
Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) atau Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim 2021 menyebut, kawasan Asia Tenggara akan mengalami dampak yang cukup parah akibat perubahan iklim. Kerentanan kawasan tersebut terhadap kenaikan permukaan air laut juga ditemukan lebih cepat terjadi dibandingkan daerah lain. Hal ini semakin diperburuk oleh pergeseran tektonik dan efek surutnya air tanah.
Laporan menandakan bahwa tenggelamnya pesisir utara Pulau Jawa, dapat disimpulkan bukan lagi sebuah prediksi. Melainkan sudah menjadi ancaman. Bahkan sejumlah peneliti juga menyebut tiga kota di Jawa akan terkena dampak lebih awal, yakni Jakarta, Semarang, dan Pekalongan.
Daya dukung dan daya tampung Pulau Jawa memang terhitung berat, seperti ancaman erosi, abrasi, banjir, penurunan permukaan tanah (land subsidence) di sepanjang daerah Pesisir Pantai Utara (Pantura) Jawa yang terpantau bervariasi antara 1--25 cm/tahun, serta kenaikan permukaan air laut sebesar 1--15 cm/tahun di beberapa lokasi.
Pada sisi lain, merujuk publikasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, terungkap bahwa Pulau Jawa adalah salah satu kontributor terbesar dalam PDB Nasional tersebut dengan share mencapai sebesar 57,12%. Angka tersebut sekaligus memperlihatkan Pulau Jawa sebagai salah satu mesin utama pertumbuhan ekonomi secara spasial.
“Studi JICA pertumbuhan di kawasan Pantura 20% dari GDP Indonesia dengan kegiatan industri, perikanan, transportasi, dan pariwisata. Jumlah penduduk di Pantura itu 50 juta, jadi yang terdampak 50 juta orang. Nah, tentu tidak hanya membahayakan kelangsungan ekonomi dan infrastruktur tetapi juga kelangsungan hidup masyarakat,” ungkap Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, saat menyampaikan opening speech pada Seminar Nasional: Strategi Perlindungan Kawasan Pulau Jawa, Melalui Pembangunan Tanggul Pantai dan Tanggul Laut (Giant Sea Wall), di Jakarta, Rabu (10/1/2024).
Adanya beragam ancaman yang mengintai kawasan Pantura Jawa tentu akan mempengaruhi keberlangsungan aktivitas ekonomi dan meningkatkan potensi bencana bagi jutaan penduduk yang berdiam di daerah tersebut. Selain itu, fenomena degradasi di Pantura Jawa yang tidak tertangani diperkirakan juga akan mengancam keberadaan dari 70 kawasan industri, lima kawasan ekonomi khusus, 28 kawasan peruntukan industri, lima wilayah pusat pertumbuhan industri, serta berbagai infrastruktur logistik nasional seperti bandara, jalur kereta api, hingga pelabuhan.
Mengatasi ancaman (fenomena kenaikan permukaan laut, hilangnya tanah) dan dan sekaligus juga menjawab peningkatan kualitas hidup sebagian rakyat Indonesia, pemerintah melalui Kemenko Perekonomian menggelar seminar nasional tentang giant sea wall (GSW) atau tanggul laut raksasa. Menko Airlangga berharap, kegiatan seminar tersebut sebagai kick-off program GSW.
Tentang GSW
Giant sea wall atau tembok laut raksasa merupakan struktur yang dibangun di sepanjang pantai yang memisahkan lahan dan air. Mengutip situs Bank Data Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian PUPR, tembok atau tanggul tersebut dibangun terutama untuk mencegah erosi dan kerusakan akibat gelombang laut.
Selain untuk menangani banjir di wilayah yang posisinya berada di bawah permukaan air laut, melansir laman resmi Kementerian PUPR (2014), GSW berfungsi juga menampung air dengan jumlah cukup banyak sebagai sumber air bersih.
Merujuk artikel “Pembangunan Giant Sea Wall: Bermanfaatkah Bagi Masyarakat Perikanan?” yang diunggah di journal.ipb.ac.id, disebutkan bahwa pembangunan GSW di Teluk Jakarta merupakan program pembangunan yang diluncurkan sejak 2010. Awalnya, proyek yang sudah bahkan sempat di-groundbreaking pada 9 Oktober 2014 itu bertujuan untuk pengendalian banjir. Tapi, kemudian berkembang ke berbagai sektor untuk pembangunan ekonomi daerah.
Meski tujuan pembangunan makin meluas, pembangunan GSW sepanjang 32 kilometer yang dikenal juga sebagai proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD)/Pengembangan Terpadu Pesisir Ibu Kota Negara (PTPIN), tetap berorientasi pada pengendalian banjir yang disebabkan karena sebagian wilayah DKI Jakarta ada di bawah permukaan laut. Penurunan permukaan laut sendiri terjadi karena pengambilan air tanah yang berlebihan.
Berdasarkan kajian Kementerian PUPR, proyek GSW untuk wilayah Jakarta akan terdapat tiga fase pembangunan, yakni pembangunan tanggul pantai dan sungai serta sistem pompa dan polder, pembangunan tanggul laut dengan konsep terbuka (open dike) pada sisi sebelah barat pesisir utara Jakarta, serta pembangunan tanggul laut pada sisi sebelah timur pesisir utara Jakarta.
Penulis: Dwitri Waluyo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari