Meski dunia penuh tantangan dan ketidakpastian, politik luar negeri Indonesia selalu berpegang pada prinsip bebas aktif dan kepentingan nasional, alih-alih transaksional.
Ada corak baru diplomasi di awal tahun ini. Seiring dengan Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri (PPTM) 2024, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI menggelar acara Nonton Bareng (Nobar) PPTM dan talk show “Bincang Polugri bersama Kemlu” serentak di 11 universitas di 10 kota di Indonesia, pada Senin (8/1/2024).
PPTM 2024 ini istimewa karena sekaligus memaparkan capaian politik luar negeri RI selama satu dasawarsa terakhir. Kegiatan nobar kali ini untuk mengajak mahasiswa memahami dan turut mencermati bagaimana kondisi dan capaian politik luar negeri RI. Tidak hanya itu, Kemlu juga ingin mendapatkan berbagai masukan dari civitas akademika terkait pelaksanaan politik luar negeri dan proyeksi ke depannya.
Antusiasme mengikuti acara ini begitu tinggi. Sedikitnya 2.444 mahasiswa hadir untuk menyaksikan dan menyumbangkan pemikiran mereka. Selain mahasiswa, di setiap kampus penyelenggara nobar, Kemlu menghadirkan pejabat setingkat Eselon I sebagai narasumber utama serta civitas akademika setempat.
Gelaran nobar PPTM juga dilakukan di seluruh Kedutaan Besar RI, Konsulat Jenderal RI, dan perwakilan RI di negara-negara sahabat maupun lembaga multinasional.
Setelah pada mahasiswa menyimak PPTM, mereka terlibat diskusi dalam Bincang Polugri. Beberapa isu disuarakan mahasiswa dari 11 universitas tersebut. Mereka menyampaikan berbagai masukan penting. Antara lain, mereka berharap ke depannya dalam multitrack diplomacy, nonstate actors, utamanya masyarakat madani dapat ditingkatkan. Selain itu, mereka juga meminta pemerintah Indonesia dapat terus mendukung dan memediasi upaya kemerdekaan Palestina dan perdamaian di Afghanistan.
Menyoal isu kesetaraan gender, mahasiswa meminta agar memperbesar partisipasi perempuan dalam diplomasi internasional maupun menjadi bagian dari peacekeeping operations. Isu yang juga hangat dibahas mengenai perubahan iklim, pelindungan WNI, dan inovasi digital diplomacy sebagai upaya mendukung smart power diplomacy Indonesia.
Menjawab harapan mahasiswa terkait kemerdekaan Palestina, Dirjen Kerja Sama Multilateral Kemlu Tri Tharyat menegaskan bahwa Indonesia baru saja dikukuhkan menjadi Anggota Dewan HAM PBB. Karena itu, Indonesia akan fokus menangani pelbagai tantangan terkait masalah hak asasi manusia di seluruh dunia. Meski demikian, Dirjen Tri Tharyat menekankan, soal kemerdekaan Palestina tetap menjadi prioritas utama diplomasi Indonesia. Untuk itu, Indonesia melibatkan Dewan HAM PBB dalam menanggapi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina dalam beberapa bulan terakhir ini.
Selain menyampaikan berbagai harapan dan masukan, para mahasiswa dari 11 universitas tersebut menyampaikan apresiasi dari berbagai pihak terhadap peran Indonesia dalam menangani berbagai isu penting dalam konteks bilateral, regional maupun multilateral. Hal tersebut terlihat dalam kepemimpinan Indonesia pada forum G20, dan KTT ASEAN. Termasuk keberhasilan dalam upaya mengevakuasi WNI dari wilayah konflik di Gaza, Palestina.
Di sisi lain, Rektor Universitas Warmadewa Bali Profesor I Gde Suranaya Pandit memberikan perhatian khusus terhadap kontribusi diplomasi Indonesia bagi ekonomi nasional. Menurutnya, ke depan, diplomasi Indonesia juga telah mampu menjadi jembatan yang memungkinkan penetrasi produk Indonesia masuk ke pasar global. Dengan begitu, mampu meningkatkan daya saing dan mendukung ekonomi dalam negeri.
Adapun acara Nobar PPTM dan Bincang Polugri Bersama Kemlu melibatkan kerja sama dengan 11 universitas mitra, yaitu Universitas Andalas (Padang), Universitas Esa Unggul (Jakarta), Universitas Indonesia (Depok), Universitas Padjadjaran (Bandung), Universitas Pasundan (Bandung), Universitas Diponegoro (Semarang), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Airlangga (Surabaya), Universitas Hasanuddin (Makassar), Universitas Mulawarman (Samarinda), dan Universitas Warmadewa (Denpasar).
Diplomasi di Tengah Ketidakpastian
Sesuai temanya, PPTM 2024 memaparkan perjalanan politik luar negeri Indonesia, dari 2014 hingga 2023. Perjalanan ini terkait fokus politik luar negeri (polugri) era Presiden Joko Widodo yang dikenal sebagai 4+1. Yaitu Diplomasi Ekonomi, Diplomasi Perlindungan WNI, Diplomasi Kedaulatan dan Kebangsaan, Diplomasi Kepemimpinan, dan Infrastruktur Diplomasi.
“Melalui PPTM ini saya melihat sembilan tahun perjalanan politik luar negeri Indonesia. Politik luar negeri dijalankan di tengah tantangan dunia yang penuh ketidakpastian,” jelas Menlu Retno Marsudi.
Selama ini, Menteri Retno menjelaskan, politik luar negeri Indonesia yang dijalankan secara konsisten telah diukur dengan baik (well measured), diperhitungkan dengan baik (well calculated) dan berorientasi pada tindakan dan hasil (action and result oriented). Namun di saat yang sama, politik luar negeri Indonesia juga menjunjung tinggi nilai-nilai dan prinsip tak tergoyahkan.
Menlu memastikan, politik luar negeri Indonesia selalu berpegang pada prinsip bebas aktif dan kepentingan nasional, alih-alih transaksional. Meski situasi dunia penuh tantangan dan ketidakpastian. "Politik luar negeri Indonesia bukan politik luar negeri transaksional," tegasnya.
Dalam pernyataan pers tahunan itu, Menlu RI juga menegaskan dukungan politik luar negeri Indonesia kepada multilateralisme dan menjadikan Indonesia sebagai bagian pihak yang mengupayakan solusi bagi berbagai tantangan dunia.
Salah satu hasil diplomasi ekonomi, Menlu memaparkan telah meningkatkan akses pasar dan mengurangi hambatan perdagangan lewat 27 perjanjian perdagangan dan ekonomi dalam bentuk Preferential Trade Agreement (PTA), Free Trade Agreement (FTA), Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) maupun Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).
“(Kerja sama) termasuk dengan Korea, Australia, Mozambik, Uni Emirat Arab (UEA) dan Chile. Selain itu, sejumlah protokol perdagangan juga telah diselesaikan, terutama untuk produk pertanian dan perikanan,” jelas Menlu Retno Marsudi.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari