Pada tiga tahun terakhir, realisasi capaian pajak melampai target 100 persen, baik hasil ekstensifikasi maupun intensifikasi. Tingkat kepatuhan wajib pajak pun membaik.
Memasuki 2024, jajaran Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan melangkah tegak. Mereka layak sumringah, lantaran kinerja mereka diapresiasi Menteri Keuangan Sri Mulyani. Itu karena raihan pajak 2023 mencapai Rp1.869,2 triliun atau 108,8 persen dari target APBN.
Torehan tersebut, juga lebih tinggi dengan target di dalam Perpres nomor 75 tahun 2023 yang angkanya lebih tinggi, perolehan tersebut masih di level 102,8 persen. Hasil pajak pada 2023 itu melanjutkan tren positif dua tahun sebelumnya yang juga berhasil melampau target.
Dirjen Pajak Suryo Utomo tentu bersyukur. Maklum, situasi geopolitik dunia tengah tidak pasti, selain itu harga komoditas juga tengah terkoreksi. Program tax amnesty dan program pengungkapan sukarela (PPS) juga sudah berakhir.
Tercapainya target pajak ini membuktikan bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak sudah jauh membaik. Selain itu, masih kata Siryo, pencapaian target pajak ini adalah hasil kolaborasi banyak pihak.
"Penerimaan pajak 2023 ini istilahnya hattrick tiga kalau goals berturut-turut dari 2021, 2022, dan 2023 semua di atas 100 persen, ini kinerja yang harus kita jaga," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani saat memberikan keterangan pers 'Realisasi dan Kinerja APBN 2023', Selasa (2/1/20224).
Yang Terbesar
Penerimaan pajak merupakan pemasukan terbesar di dalam neraca Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Pada 2023, persentase pajak RI terhadap pendapatan negara mencapai 67 persen. Dari Rp2774,3 triliun total pendapatan negara, Rp1.869,2 triliun di antaranya berasal dari pajak. Jika digabung dengan Kepabeanan dan Cukai (penerimaan perpajakan) maka kontribusinya mencapai 77,6 persen.
Hanya saja memang, pendapatan pajak masih belum mencapai rasio ideal. Rasio ideal pajak terhadap produk domestik bruto (PDB), sejatinya berada di kisaran 15 persen. Angka 15 persen dinilai ideal buat pendanaan dalam membiayai berbagai proyek pembangunan. Saat ini tax ratio Indonesia baru di kisaran 10,21 persen.
Sri Mulyani pun berharap, dengan reformasi perpajakan yang sudah dijalankan, dapat terus mendongkrak pundi-pundi pemasukan negara. Dengan begitu tax ratio dapat terus membaik mendekati kondisi ideal.
Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah langkah reformasi di sektor pajak telah dilakukan oleh pemerintah. Salah satu yang paling signifikan yakni dengan pengesahan UU nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan. Pemerintah juga menjalankan program tax amnesty jilid dua pada 2022 dan PPS untuk perluasan basis pajak.
Teranyar, pemerintah melakukan integrasi nomor induk kependudukan dan nomor pajak wajib pajak (NPWP). Kebijakan ini memang tidak langsung dapat mendongkrak penerimaan pajak secara signifikan dalam jangka pendek. Namun kebijakan tersebut berpotensi mendorong kepatuhan wajib pajak (WP) untuk lebih dispilin membayar dan melaporkan pajaknya.
Hanya saja, dengan penyatuan ini tidak berarti bahwa semua orang akan otomatis bayar pajak. Untuk membayar pajak tetap harus memenuhi persyaratan objektif, seperti penghasilan di atas pendapatan tidak kena pajak (PTKP) dan untuk usaha kecil menengah (UKM) orang pribadi berpenghasilan di atas 500 juta per tahun
Bukan Hanya Komoditas
Pencapaian target pajak pada 2023, sebagaimana laporan media cetak Kominfo, GPR News, edisi Januari 2024, sejalan dengan keberhasilan pemerintah dalam memperluas basis pajak. Sehingga saat booming kenaikan harga-harga komoditas berakhir, pendapatan pajak tetap positif dan meningkat.
Dalam perluasan basis pajak tersebut, Kementerian Keuangan melakukan pengawasan terhadap wajib pajak, termasuk pascaprogram tax amnesty dan PPS. "Kita lihat datanya, kita lihat compliance dan kita lakukan pengawasan detail, dan ini menghasilkan berdampak positif," ujar Sri Mulyani.
Tak hanya itu, pemerintah juga melakukan pengawasan terhadap risiko, membentuk komite kepatuhan serta memperluas informasi dan intensifikasi, terutama dengan basis ekonomi digital. "Kita lakukan dengan tidak hanya enforcement dan peningkatan basis pajak, tapi pelayanan pajak juga diperbaiki," kata mantan Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) itu.
Pemerintah memberikan begitu beragam insentif. Dalam hal pelayanan pajak misalnya, bila ada wajib pajak lebih bayar Rp100 juta, maka pada saat itu juga langsung diproses dan diselesaikan. Kemenkeu juga memberikan restitusi maupun insentif yang ditanggung pemerintah seperti mobil listrik, perumahan yang diluncurkan buat stimulus ekonomi.
Dengan begitu, pajak bukan hanya berbicara soal memungut atau mengolek uang, melainkan memberikan insentif dan perbaikan pelayan. "Dengan kenaikan penerimaan pajak yang tumbuh kuat, buoyancy tax kita di atas 1 persen dan rasio pajak diharapkan semakin meningkat," ujar Sri Mulyani.
Menengok data Kementerian Keuangan, pencapaian target pajak 2023 cukup merata. Pajak penghasilan (Pph) nonmigas, misalnya, tumbuh 7,9 persen atau sekitar Rp993 triliun. Angka itu sekitar 101,5 persen dari target Kemudian Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) tumbuh 11,2 persen atau mencapai Rp746,3 triliun. Angka itu 104,6 persen dari target 11,2 presen yang ditetapkan.
Selanjutnya ada PBB dan pajak lainnya dengan pencapaian Rp43,1 triliun. Angka itu tumbuh 39,2 persen atau 114,4 persen dari target. Dengan begitu ada tiga komponen yang tumbuh positif dan dua di antaranya sentuh double digit. Satu-satu yang mengalami kontraksi berasal dari kantong Pph migas. Itu juga karena harga migas turun. Dalam hal ini ada beberapa faktor mengenai penerimaan yang tak terulang yakni saat program tax amnesty pada 2022.
Gairah Ekonomi
Pencapaian target pajak tak hanya menunjukkan bagaimana keberhasilan pemerintah dalam melakukan intensifikasi maupun ekstensifikasi. Perolehan ini juga menggambarkan bagaimana ekonomi Indonesia yang terus tumbuh dan bergeliat.
Hal itu setidaknya terekam dari Pph Pasal 21 (Pph 21 ) yang mampu tumbuh 15,5 persen. Seperti diketahui, Pph 21 ditujukan terhadap karyawan. Kenaikan pajak dari PPh 21 mengindikasikan peningkatan upah karyawan atau penurunan angka pengangguran.
Kemudian ada PPh badan yang mampu tumbuh 20,3. Padahal tahun lalu pertumbuhannya sudah menyentuh 71 persen. Kementerian Keuangan tak mengira Pph Badan dapat tumbuh di atas 20 persen karena baseline-nya sudah cukup tinggi. Kenaikan ini memperlihatkan bagaiman kondisi perusahaan yang masih resilience di tengah tantangan ekonomi. (*)
Penulis: Dwitri Waluyo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari