Berbeda dengan produk teh komersial yang didominasi produk industri besar dan perkebunan, teh artisan cocok dikembangkan industri kecil dan menengah. Potensinya sangat besar, di tengah produksi teh nasional yang mencapai 136.800 ton (BPS, 2022)
Selain minum kopi, minum teh sejatinya merupakan pilihan menarik di saat bersantai. Terlebih di era pandemi Covid-19 yang berlangsung selama sekitar tiga tahun (2020--2023) yang mendorong masyarakat semakin sadar pentingnya hidup sehat, termasuk dengan mengonsumsi minuman yang mengandung bahan-bahan alami.
Salah satu pilihan sajian sehat berbahan alami adalah teh. Sehingga tradisi minum teh, demikian kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian Reni Yanita, kembali merebak. Meski, “Sayangnya, popularitas teh di Indonesia saat ini mungkin belum sepopuler kopi terutama pada kalangan generasi muda. Untuk itu diperlukan inovasi dengan racikan yang baru untuk tetap menjaga eksistensi dari teh itu sendiri,” kata Dirjen Reni.
Padahal, budaya minum teh sejatinya merupakan tradisi yang diwariskan secara turun-menurun. Selain itu, teh adalah minuman yang hampir selalu tersaji di tengah-tengah keluarga masyarakat Indonesia. Karena itu, sudah sepantasnya idiom “ayo ngeteh!” terus digaungkan, sejajar dengan ajakan “ayo ngopi!”
Teh Artisan
Merebaknya tren minum teh di kalangan kaum muda mendapat perhatian serius Pemerintah. Didukung Pemerintah, mereka yang tergabung dalam Asosiasi Artisan Teh Indonesia (ARTI) dan Dewan Teh Indonesia (DTI) sepakat mendirikan Rumah Teh Indonesia. Tujuannya adalah untuk menjaga kelestarian teh Indonesia agar tetap eksis di tengah masyarakat. Sebab, teh berpotensi besar sebagai pilihan minuman favorit selain kopi, di kafe-kafe yang kerap dikunjungi oleh para generasi muda milenial dan generasi Z.
Hal tersebut juga diperkuat dengan laporan McKinsey tahun 2020, yang melaporkan bahwa generasi Z Indonesia sebagian besar merupakan tipe konsumen yang sadar merek, cenderung menjadi pengadopsi awal sebuah produk atau layanan. “Kehadiran teh artisan yang cukup menarik perhatian generasi muda perlu mendapatkan perhatian lebih dari masyarakat dan pemerintah,” ungkap Dirjen Reni.
Teh artisan adalah salah satu inovasi dalam pengembangan teh yang menawarkan berbagai manfaat dari bahan yang digunakan dan nilai estetika dalam tampilannya. Berbeda dengan produk teh komersil yang didominasi produk industri besar dan perkebunan, teh artisan justru sangat cocok dikembangkan oleh IKM.
Dengan modal terbatas, selama mampu bersaing dari sisi kompetensi SDM dan kreativitas, IKM teh artisan diyakini berpeluang bersaing dalam pasar teh artisan di Indonesia. Asosiasi Artisan Teh Indonesia mendefinisikan, teh artisan terbuat dari bahan dasar teh (camellia sinensis) berkualitas tinggi dan alami, sehingga karakter autentik produk teh tersebut sangat terlihat. Menurut ARTI, suatu campuran bahan teh dan tisane (herbal dan rempah) dapat disebut racikan teh artisan apabila jumlah teh lebih dari 50% dari bahan campuran lainnya, dan karakteristik dasar tehnya masih dapat dirasakan.
Potensi Besar
Selama ini, industri teh artisan belum banyak terekspos karena masih sedikit penggiat teh yang memberikan edukasi lengkap mengenai wawasan teh Indonesia. Banyak orang mengira teh yang berkualitas tinggi dan premium hanya dapat diimpor dari luar, yaitu dari Eropa dan Asia Timur. Padahal, setiap teh di suatu negara dan dari kebun yang berbeda tentu memiliki karakteristik dan keunggulan yang berbeda. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, produksi teh nasional pada 2022 tercatat sebesar 136.800 ton, dengan provinsi produsen terbesar adalah Jawa Barat.
Sejauh ini Indonesia memiliki potensi industri teh artisan yang berkualitas, dengan didukung oleh peremajaan perkebunan dan pengolahan teh dengan pemanfaatan teknologi dan komunikasi digital.
Mendukung hal itu, Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian menyatakan, berkomitmen turut serta mendongkrak perkembangan IKM teh artisan. Sejumlah langkah pun dilakukan, yakni melalui pembinaan penerapan CPPOB, pembinaan penerapan dan sertifikasi HACCP, keikutsertaan dalam kegiatan Indonesia Food Innovation (IFI), serta fasilitasi pada berbagai pameran tingkat nasional maupun internasional.
Hingga akhir 2023 lalu, merujuk catatan Kemenperin, Ditjen IKMA telah membina sembilan IKM teh artisan yang tersebar di Jawa dan Bali agar semakin naik kelas. IKM tersebut di antaranya adalah PT Sila Agri Inovasi, PT Karsa Abadi Bali, CV Haveltea, Nala Indonesian Tea, Swarga Flower Tea & Co, Rumah Atsiri Indonesia, Tim Tim (Tisane), CV Ramu Padu Nusantara (Tisane), dan CV Puji Indojamu (Tisane).
Mereka telah mengikuti workshop dan pendampingan sertifikasi HACCP, pendampingan penerapan CPPOB, menjadi peserta program IFI, hingga berpartisipasi di pameran-pameran pangan. Tidak ketinggalan, mereka pun getol menyuarakan; “Ayo ngeteh!”
Penulis: Dwitri Waluyo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari