Kementerian Perindustrian mendorong industri alat kesehatan dalam negeri agar dapat menghasilkan produk berbasis teknologi tinggi seperti electromedic devices, implan orthopedic, dan perangkat radiologi.
Covid-19 sudah jauh hari berlalu. Selain menyisakan duka, pandemi pada Maret 2020 hingga 13 Agustus 2023 yang menyebabkan total kematian 161,92 ribu jiwa itu, juga menjadi era baru di sejumlah kehidupan. Antara lain, di sektor industri farmasi dan alat kesehatan (alkes) di tanah air.
Karena Covid-19, industri alat kesehatan dan farmasi bangkit. Mereka bekerja keras memenuhi permintaan tinggi (high demand) akan vitamin, suplemen dan obat-obatan untuk menambah kekebalan tubuh. Seiring hal itu, pemerintah juga menambahkan sektor alat kesehatan dan farmasi ke dalam sektor prioritas dalam peta jalan Making Indonesia 4.0 yang dipimpin oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Peta jalan tersebut mengakselerasi perkembangan industri farmasi dan alat kesehatan, mencakup langkah yang harus dilalui, target perkembangan produk, serta jangka waktu. Target dari peta jalan tersebut adalah kemajuan industri untuk menghasilkan produk bahan baku yang berteknologi tinggi.
Dengan begitu, sektor industri alat kesehatan dan farmasi didorong melakukan transformasi teknologi berbasis digital. Dimulai dari tahapan produksi hingga distribusi kepada konsumen. “Kami terus memacu produk alat kesehatan buatan industri dalam negeri bisa menjadi produk ekspor unggulan lndonesia. Sebab, produk alat kesehatan ini mempunyai potensi yang sangat besar untuk dipasarkan ke mencanegara,” kata Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Taufiek Bawazier, saat memberikan sambutan pada Pembukaan Paviliun Indonesia dalam Pameran Arab Health Tahun 2024 di Dubai, Senin (29/1/2024).
Industri Alkes RI
Melalui keikutsertaan di ajang Arab Health 2024, kata Dirjen ILMATE, industri alat kesehatan nasional punya peluang untuk memperluas pasar ekspornya ke sejumlah negara Uni Emirat Arab. Pada 2024, Kemenperin memfasilitasi 16 perusahaan alat kesehatan dalam negeri tampil pada event tingkat internasional tersebut, yang berlangsung di Dubai World Trade Center pada 29 Januari - 1 Februari 2024.
“Kami memberikan apresiasi kepada para pelaku industri alat kesehatan yang telah ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi ini, dan kami berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah turut membantu. Kami juga berharap, agar kesempatan ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mempromosikan produk alat kesehatan buatan industri dalam negeri yang berkualitas ekspor, yang pada akhirnya dapat mendorong pertumbuhan industri manufaktur dan ekonomi nasional,” jelas Taufiek.
Di hadapan para delegasi dan peserta Arab Health 2024, Taufiek mengungkapkan, saat ini kekuatan industri alat kesehatan dalam negeri telah didukung sebanyak 150 perusahaan yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (ASPAKI). Mereka telah mampu memproduksi alat kesehatan yang berkualitas seperti ventilator (dengan TKDN mencapai 58 persen), hospital furniture (TKDN 68 persen), hingga medical apparel (TKDN 92 persen).
Ke depan, Kemenperin mendorong industri alat kesehatan dalam negeri agar dapat menghasilkan produk berbasis teknologi tinggi seperti electromedic devices, implan orthopedic, dan perangkat radiologi. Guna mencapai sasaran tersebut, beberapa langkah yang perlu dijalankan, antara lain menjamin ketersediaan bahan baku, penguasaan teknologi dan inovasi, serta mengembangkan R&D alat kesehatan dengan harapan terciptanya ekosistem alat kesehatan berbasis riset.
“Terkait bahan baku, kami berupaya untuk mendorong produsen bahan baku baja, plastik, dan karet agar dapat menghasilkan produk medical grade bagi industri alat kesehatan dalam negeri sebagaimana juga tercantum dalam RIPIN 2015-2035,” tegas Taufiek.
Selanjutnya, sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing dan teknologi industri alat kesehatan dalam negeri, Kemenperin berperan aktif mengembangkan Center of Excellence (CoE) Alat Kesehatan di Yogyakarta dengan mengkolaborasikan perguruan tinggi dan industri dalam R&D produk inovasi alat kesehatan.
“Kami juga berupaya untuk menyusun regulasi P3DN yang lebih ramah bagi pelaku industri dengan memasukkan unsur R&D, agar ke depannya para pelaku usaha dapat mengoptimalkan penyerapan pasar dalam negeri khususnya untuk pasar dengan pembiayaan pemerintah,” imbuhnya.
Perlu diketahui, Arab Health merupakan pameran internasional tahunan produk kesehatan yang telah diselenggarakan selama 48 tahun di Dubai. Pameran ini merupakan salah satu ajang menampilkan berbagai produk alat kesehatan terbesar di dunia, yang pada penyelenggaraan tahun 2023 telah dihadiri lebih dari 110.000 pengunjung yang berasal dari 180 negara. Selain itu, terdapat lebih dari 3.600 peserta konferensi dan forum bisnis.
Penulis: Dwitri Waluyo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari