Indonesia.go.id - Sinyal Positif Sektor Industri di Tahun Politik

Sinyal Positif Sektor Industri di Tahun Politik

  • Administrator
  • Selasa, 13 Februari 2024 | 14:28 WIB
MANUFAKTUR
  Sejumlah pekerja menyelesaikan pembuatan pakaian di salah satu pabrik garmen di Banjarnegara, Jawa Tengah. Capaian Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Januari 2024 yang berada di level 52,9, naik dibanding Desember 2023 yang menyentuh posisi 52,2. ANTARA FOTO
Sektor industri manufaktur terbukti tangguh (resilience) dalam menghadapi tantangan ekonomi dan politik.

Jelang pemilihan umum (pemilu), investor atau pengusaha umumnya wait and see atau menahan diri untuk ekspansi. Namun tidak di ajang gelaran Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 pada 14 Februari 2024, justru sinyal positif yang menguat, khususnya dalam pemulihan performa industri manufaktur dan ekonomi nasional.

Geliat usaha di sektor industri manufaktur di dalam negeri semakin melaju cepat pada awal Tahun Naga Kayu. Adalah laporan S&P Global yang mengonfirmasi sinyalemen positif itu, yakni lewat   capaian Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Januari 2024 yang berada di level 52,9, naik dibanding Desember 2023 yang menyentuh posisi 52,2.

Kinerja positif tersebut menunjukkan bahwa kondisi sektor manufaktur Indonesia terus membaik. Capaian PMI Manufaktur Indonesia ini memperpanjang periode ekspansi menjadi 29 bulan secara berturut-turut. Hanya ada dua negara, yakni Indonesia dan India, yang mampu mempertahankan selama 29 bulan berturut-turut.

“Biasanya di tengah suasana politik seperti pemilu, optimisme pelaku usaha banyak yang wait and see atau ditahan. Tetapi untuk 2024, optimisme mereka cukup tinggi,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, yang disimak redaksi www.indonesia.go.id pada Kamis (1/2/2024).

 

Kebijakan Probisnis

Tingkat kepercayaan tinggi dari para pelaku industri, menurut Menperin Agus, mewujud lantaran mereka solid dalam menjalankan usahanya. Hal itu pula karena didukung oleh kebijakan yang probisnis. Selain itu, sektor industri manufaktur Indonesia terbukti tangguh (resilience) dalam menghadapi tantangan ekonomi dan politik saat ini, baik dari dalam negeri maupun global.

“Saya tidak bosan-bosannya untuk terus mengingatkan ke kementerian lain dalam upaya memacu kinerja industri manufaktur, karena sebagai salah satu tulang punggung perekonomian nasional. Seandainya saja program harga gas bumi tertentu (HGBT) bisa berjalan dengan baik, pasti tingkat optimisme dari pelaku industri kita akan jauh lebih tinggi lagi,” ungkapnya.

Sebab, sampai saat ini implementasi kebijakan HGBT untuk industri masih belum optimal. Contohnya realisasi penyaluran alokasi gas industri tertentu untuk pengguna HGBT di Jawa Timur kerap kurang dari jumlah alokasi yang ditetapkan. Padahal, alokasi volumenya sudah diatur dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) nomor 91.K/MG.01/MEM.M/2023 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu dan Harga Gas Bumi Tertentu.

Insentif HGBT untuk sektor industri dinilai Kemenperin sangat mutlak dilakukan karena dapat menarik investasi masuk ke Indonesia. Dengan upaya ini, tentunya total kapasitas produksi industri akan menjadi lebih optimal, sehingga dapat memenuhi permintaan pasar domestik dan ekspor.

Selain itu, kebijakan lainnya yang perlu menjadi perhatian adalah pemberlakuan aturan yang ketat untuk impor. Hal tersebut menyusul membanjirnya produk tekstil impor yang masuk secara ilegal, sehingga mengakibatkan sejumlah produsen tekstil dalam negeri harus gulung tikar. Artinya, perlu pengoptimalan implementasi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 25 tahun 2022 tentang Perubahan atas Permendag 20/2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

 

Produksi Manufaktur

“Program HGBT yang tidak berjalan baik dan produk-produk impor ilegal ini menciptakan opportunity lost bagi industri manufaktur, yang juga berdampak pada daya saing industri yang tidak maksimal,” jelas Agus. Oleh karena itu, dua kebijakan tersebut perlu diakselerasi pelaksanaanya dengan tepat, agar kinerja industri manufaktur semakin gemilang, termasuk pada capaian PMI Manufaktur Indonesia.

Hal tersebut sejalan dari laporan S&P Global yang menyebut bahwa kenaikan penjualan dan produksi mendorong manufaktur untuk mengoptimalkan aktivitas pembelian bahan baku pada awal tahun. Tingkat pertumbuhan ini mengalami percepatan tertinggi dalam dua tahun lebih, dan solid secara keseluruhan. Percepatan ini terjadi karena adanya permintaan baru di pasar domestik, termasuk juga ekspor.

Menperin juga menambahkan, lonjakan produksi di sektor industri manufaktur turut berdampak terhadap penambahan jumlah tenaga kerja. “Beberapa perusahaan manufaktur Indonesia berupaya untuk terus menaikkan kapasitas tenaga kerja untuk mengatasi kenaikan beban kerja,” imbuhnya.

Jingyi Pan selaku Economics Associate Director S&P Global Market Intelligence mengatakan bahwa data PMI Manufaktur Indonesia pada Januari 2024 menunjukkan tanda-tanda membahagiakan berkaitan dengan kondisi sektor manufaktur Indonesia yang membaik. Pertumbuhan permintaan baru lebih cepat, ditambah dengan kondisi pasokan yang lebih baik, mendorong produksi berekspansi pada laju tercepat dalam dua tahun terakhir.

Menurut Jingyi, perusahaan manufaktur Indonesia terus mendapatkan input pada laju tercepat dan berupaya menaikkan kapasitas tenaga kerja mereka. “Yang menunjukkan bahwa kita harus terus percaya bahwa output akan naik dalam waktu dekat. Oleh karena itu, perbaikan dari segi ekspor akan diperhatikan pada beberapa bulan mendatang,” tandasnya.

PMI Manufaktur Indonesia pada Januari 2024 mampu mengungguli PMI China (50,8), Jerman (45,4), Jepang (48,0), Amerika Serikat (50,3), Korea Selatan (51,2), Malaysia (49,0), Myanmar (44,3), Filipina (50,9), Taiwan (48,8), Thailand (46,7), Inggirs (47,3), dan Vietnam (50,3).(*)

 


Penulis: Dwitri Waluyo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari