Pertumbuhan subsektor industri logam, mesin, alat transportasi, dan elektronika (Ilmate) tercatat mengalami pertumbuhan double digit sepanjang 2023.
Perekonomian global kini tengah dihadapkan dengan situasi yang tidak baik-baik saja. Perekonomian dunia yang melambat juga memberikan imbas bagi kinerja dagang Indonesia. Beberapa indikator dari pelambatan perekonomian itu, seperti harga komoditas logam dan mineral dunia mengalami penurunan. Demikian pula dengan pertumbuhan volume perdagangan barang global.
Dalam konteks Indonesia, kinerja neraca perdagangan Indonesia pun mengalami pelambatan. Indikator itu bisa terlihat dari tren pelemahan ekspor yang masih berlanjut, baik secara bulanan maupun tahunan. Penurunan terjadi, baik di sektor migas dan nonmigas.
Gambaran itu tampak dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS), Kamis (15/2/2024). Menurut lembaga itu, pertumbuhan nilai ekspor selama periode Januari 2023--Januari 2024 mengalami pertumbuhan -8,06 persen secara year on year (yoy), yakni dari bernilai USD22,32 miliar menjadi USD20,52 miliar.
Sementara itu, bila dilihat secara bulanan, perkembangan nilai ekspor juga menunjukkan tren yang tidak menggembirakan. Nilai ekspor periode Januari 2024 tercatat sebesar USD20,52 miliar, turun 8,34 persen dibandingkan periode Desember 2023 yang tercatat sebesar USD22,39 miliar.
Bila dibedah lebih jauh, ekspor nonmigas tercatat sebesar USD19,31 miliar, turun 8,54 persen dibandingkan periode Desember 2023 dengan nilai USD20,91 miliar. Sementara di periode yang sama, ekspor migas tercatat sebesar USD1,39 miliar berbanding USD1,48 miliar di Desember 2023, atau turun 5,49 persen (month to month).
Meskipun ekspor nonmigas mengalami penurunan, sumbangan ekspor dari subsektor itu masih cukup menjanjikan, bahkan berpotensi untuk tumbuh dan pulih (rebound) lagi. Salah satunya adalah dari ekspor industri logam, mesin, alat transportasi, dan elektronika (Ilmate). Laporan Kementerian Perindustrian menyebutkan pertumbuhan subsektor itu tercatat mengalami pertumbuhan double digit pada 2023, yakni sebesar 10,70 persen (yoy) atau senilai Rp632,51 triliun.
Pertumbuhan sektor Ilmate yang impresif hingga dua digit ini terjadi sejak tahun 2022, termasuk mampu melampaui pertumbuhan ekonomi nasional. Menurut Sekretaris Direktorat Jenderal Ilmate Kemenperin, Sopar Halomoan Sirait dalam siaran persnya yang dirilis di Jakarta, Rabu (21/2/2024), kinerja positif ini juga menunjukkan sektor Ilmate adalah kontributor utama yang signifikan terhadap industri manufaktur maupun ekonomi nasional.
“Kami sangat bangga dengan pertumbuhan Ilmate di 2023 yang masih mampu mempertahankan double digit. Hal ini membuktikan kebijakan Kemenperin selama ini sudah sangat efektif dalam mendongkrak pertumbuhan industri,” ujarnya.
Data BPS mencatat, sektor Ilmate mampu memberikan kontribusi sebesar 4,27 persen terhadap PDB nasional, atau 25,48 persen terhadap PDB industri pengolahan nonmigas sepanjang 2023. Kontribusi ini ditopang oleh peningkatan laju PDB dari lapangan usaha di sektor Ilmate yang tumbuh dua digit seperti industri logam dasar sebesar 14,17 persen, serta industri barang logam, komputer, barang elektronik dan optik sebesar 13,67 persen. Selain itu, ditopang industri alat angkutan yang tumbuh sebesar 7,63 persen.
Industri logam dasar merupakan subsektor Ilmate yang sukses meraih pertumbuhan double digit setiap tahunnya sejak 2021. Pertumbuhan industri yang berpusat di Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara didukung adanya lonjakan kenaikan permintaan produk besi baja dari luar negeri, terutama Tiongkok.
Tidak itu saja, pertumbuhan itu juga ditunjang adanya peningkatan produksi domestik untuk produk feronikel. Oleh karena itu, subsektor ini mampu memberikan kontribusi sebesar 5,61 persen terhadap industri pengolahan nonmigas pada 2023. “Kami menyadari pentingnya ketersediaan bahan baku atau bahan penolong bagi para pelaku industri dalam negeri. Untuk itu, kami baru menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian nomor 1 tahun 2024 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya untuk mengokohkan stabilitas industri baja nasional,” ungkap Sopar.
Penerbitan regulasi tersebut menandakan bahwa industri baja merupakan sektor yang sangat strategis bagi pengembangan sektor industri penting lainnya seperti konstruksi, alat transportasi, energi, alat pertahanan dan infrastruktur. “Sektor industri baja sangat berpotensi memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi nasional melalui added value serta menjadi multiplier effect bagi peningkatan daya saing. Adapun total nilai ekspor tiga komoditas utama logam dasar, yaitu ferro-alloys, nickel mattes, dan flat-rolled products menembus USD27,60 miliar pada 2023,” sebutnya.
Di sisi lain, subsektor industri barang dari logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik juga merupakan kontributor terbesar dalam memacu kinerja sektor Iilmate, dengan memberikan andil sebesar 9,37 persen terhadap industri pengolahan nonmigas pada 2023. Menurutnya, subsektor itu diuntungkan dengan adanya kenaikan permintaan barang logam dari sektor konstruksi, pertumbuhan permintaan global, dan pertumbuhan industri yang berpusat di Jawa Barat, Banten, dan Jawa Timur.
Berikutnya, subsektor industri alat angkutan tidak kalah bersaing dengan menunjukkan performa baiknya, yang mencatatkan pertumbuhan sebesar 7,63 persen dan berkontribusi sebesar 8,88 persen terhadap industri pengolahan nonmigas pada 2023. Hal itu ditunjukkan dengan total tiga ekspor komoditas terbesar, yaitu mobil dan kendaraan bermotor, aksesoris kendaraan bermotor, dan sepeda motor yang mencapai USD9,33 miliar.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini