Pemerintah berkomitmen menghadirkan layanan transportasi publik dengan tarif terjangkau, lewat program subsidi perintis, dan kewajiban pelayanan publik/PSO angkutan kelas ekonomi.
Penyediaan transportasi publik masih tantangan dari mayoritas kota-kota di Indonesia. Hal itu lantaran pertumbuhan kendaraan pribadi di Indonesia rata-rata mencapai 8--13 persen. Di sisi lain, pertumbuhan infrastruktur pendukung transportasi hanya 0,1--1 persen sehingga kemacetan terjadi di mana-mana.
Kajian dari World Bank mengungkapkan, kerugian akibat kemacetan di Jakarta yang dikapitalisasi sampai dengan Rp65 triliun per tahun. Untuk kota metropolitan di Indonesia itu mencapai Rp12 triliun per tahun dan kota-kota besar utama yaitu sekitar Rp10 triliun per tahun. Oleh karena itu, insentif bagi masyarakat untuk menggunakan sarana transportasi umum seperti Bus Rapid Transit (BRT), LRT hingga MRT di Jakarta maupun beberapa kota besar lainnya terus didorong.
Itu berlaku untuk yang di kota. Sedangkan, pengguna transportasi umum juga ada di pelosok kepulauan, pegunungan, pesisir, dan pedalaman. Infrastruktur perhubungan baik di darat, laut, udara, dan penyeberangan juga harus selaras dengan tarif yang terjangkau masyarakat.
Oleh karena itu, Kementerian Perhubungan berkomitmen selalu menghadirkan layanan transportasi publik dengan tarif yang terjangkau. Melalui program subsidi perintis dan kewajiban pelayanan publik/public service obligation (PSO) angkutan kelas ekonomi. Program ini diharapkan dapat mendorong pemerataan pembangunan.
“Dengan adanya subsidi dan PSO, tarif yang dibayarkan penumpang menjadi lebih terjangkau. Karena sebagian biaya operasional dari operator transportasi telah dibayarkan oleh pemerintah,” ucap Juru Bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI Adita Irawati di Jakarta, Jumat (26/1/2024).
Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan transportasi, jumlah alokasi anggaran subsidi dan PSO terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada 2023, total alokasi anggaran subsidi perintis dan PSO di semua moda sebesar Rp9,1 triliun. Sedangkan pada 2024, total alokasi anggaran subsidi perintis dan PSO di semua moda sebesar Rp12,2 triliun.
Subsidi PSO selalu diberikan, bahkan ditingkatkan anggarannya, karena masih banyak daerah di Indonesia yang membutuhkan dukungan layanan transportasi publik yang terjangkau. Hal itu juga sekaligus untuk membuka keterisolasian wilayah dan melancarkan pergerakan penumpang maupun barang/logistik.
“Selain memperkuat konektivitas, manfaat lainnya yaitu untuk meningkatkan taraf hidup dan daya beli masyarakat, menjaga kestabilan ekonomi dan mengurangi disparitas harga barang/logistik antarwilayah,” ujar Juru Bicara Kemenhub.
Sejumlah program subsidi dan PSO yang dilakukan hingga saat ini di sektor darat, yaitu subsidi keperintisan angkutan jalan di 332 trayek, subsidi perintis angkutan barang di 6 lintasan, subsidi angkutan antarmoda kawasan pariwisata di 11 wilayah dan 34 trayek, subsidi angkutan perkotaan/Buy The Service (BTS) di 11 kota, subsidi penyeberangan perintis di 274 lintasan, dan long distance ferry di dua lintasan.
Kemudian di sektor laut, yaitu subsidi kapal perintis di 116 trayek, subsidi penyelenggaraan kapal barang tol laut di 39 trayek, subsidi kapal ternak di enam trayek, subsidi kapal rede (feeder) di 16 trayek, serta PSO kapal kelas ekonomi di 26 trayek.
Sementara itu, di sektor udara, yaitu subsidi angkutan udara perintis penumpang di 220 rute, subsidi angkutan udara perintis kargo di 41 rute, dan subsidi BBM kargo sebanyak 1.323 drum. Selanjutnya di sektor perkeretaapian, yaitu subsidi layanan kereta api perintis di lima wilayah yaitu di Jawa Tengah, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Sumatra Selatan, dan Aceh, serta PSO kereta kelas ekonomi untuk perjalanan KA Jarak Jauh, KA Jarak Sedang, KA Lebaran, KA Jarak Dekat, KRD, KRL Jabodetabek, dan KRL Yogyakarta.
“Harapan kami semakin banyak daerah yang tadinya dilayani angkutan perintis bisa naik kelas menjadi komersial. Sehingga alokasi anggaran subsidinya bisa dialihkan ke daerah lain yang lebih membutuhkan,” tutur Adita Irawati.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari