Indonesia.go.id - Nila Salin Susul Udang Vaname Jadi Primadona Ekspor

Nila Salin Susul Udang Vaname Jadi Primadona Ekspor

  • Administrator
  • Rabu, 29 Mei 2024 | 14:02 WIB
PERIKANAN
  Presiden Joko Widodo saat meninjau kawasan tambak budi daya ikan nila salin di Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Desa Pusakajaya Utara, Kabupaten Karawang. SETPRES
Sukses menciptakan modeling budi daya tambak udang vaname, pemerintah meresmikan modeling budi daya ikan nila salin. Keduanya didaulat menjadi primadona ekspor Indonesia.

Indonesia merupakan daerah kepulauan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia. Kondisi geografis semacam itu secara otomatis menciptakan peluang yang sangat besar bagi berkembangnya budi daya ikan di daerah pesisir.

Dari berbagai jenis ikan yang sering dibudidayakan, ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu ikan yang banyak dipilih para petambak. Hal inilah yang membuat pemerintah terus melakukan penelitian guna menemukan bibit unggul yang bisa menjamin kelangsungan produksi jika ikan jenis itu dikembangbiakkan.

Hasil riset yang dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah memberikan perkembangan signifikan terhadap daya adaptasi nila di air payau. Yakni, dengan dikembangkannya varietas nila salin, dengan nama komersial Nila Salina (Saline Tolerance Indonesian Tilapia) yang diberikan oleh BPPT untuk pertama kalinya pada 2013.

Varietas ini merupakan ikan nila yang dikembangkan dari spesies nila air tawar sehingga dapat menoleransi kadar salinitas air yang lebih tinggi, yakni hingga di atas 20%. Kemampuan beradaptasi nila salin ditopang oeh karakter euryhaline yang dimiliki mahluk air itu, sehingga memungkinkan untuk hidup di lingkungan air laut, air payau, maupun air tawar.

Komoditas Ekspor

Lantaran itulah, keputusan pemerintah untuk mendaulat ikan nila salin menjadi salah satu primadona komoditas sektor perikanan sangatlah tepat. Nilai salin bakal disandingkan dengan produk udang vaname sebagai pasangan komoditas ekspor guna mendongkrak perolehan devisa negara.

Hal itu ditandai dengan mulai dioperasikannya modeling kawasan tambak budi daya ikan nila salin (BINS) di kawasan Karawang, Jawa Barat, oleh Presiden Joko Widodo, Rabu (8/5/2024). Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang didampingi Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono, mengatakan bahwa tambak ikan nila dengan infrastruktur modern ini siap menjadi lokomotif industrialisasi nila salin di Indonesia.

Presiden Jokowi juga menyebut, pembangunan modeling merupakan langkah paling tepat untuk menjawab tingginya permintaan ikan nila di pasar domestik maupun global. Operasional modeling pun, kata dia, mampu menyerap banyak tenaga kerja.

Jika produktivitas ikan nila salin ini berjalan optimal, pemerintah siap merevitalisasi tambak-tambak udang idle di wilayah Pantura untuk pengembangan budi daya nila salin. Apalagi, tambak-tambak udang idle, menurut data yang diterima Presiden Jokowi, luasnya mencapai 78 ribu hektare.

“Kita lihat (proyek) ini dulu, kalau sangat visible, kita akan siapkan melalui APBN 2025 atau 2026. Saya akan sampaikan kepada pemerintah yang baru agar mimpi besar ini bisa direalisasikan,” ucap Jokowi. 

Menteri KP pada kesempatan yang sama mengatakan, modeling kawasan tambak budi daya ikan nila salin dibangun Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)  di lahan seluas 80 hektare di area Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budi Daya (BLUPPB) Karawang. Total produksinya dicanangkan bakal mencapai 7.020 ton per tahun atau senilai Rp196,5 miliar dengan asumsi harga jual nila salin Rp28 ribu per kilogram (kg).

"Kami targetkan ke depan ini produksinya 1 tahun 10 ribu ton, dengan berat per ekor tidak kurang dari 1 kilogram, supaya bisa di-fillet. Tentunya ada industri, makanya tadi kami hadirkan juga pelaku industri," ucap Trenggono.   

Trenggono menjelaskan, ikan nila memiliki nilai ekonomi tinggi di pasar domestik maupun global. Data Future Market Insight (2024) memproyeksikan nilai pasar ikan nila dunia pada tahun 2024 sebesar US$14,46 miliar. Nilai tersebut diproyeksikan meningkat sebesar 59 persen pada 2034 menjadi US$23,02 miliar dengan tingkat pertumbuhan pertahun (CAGR) 4,8 persen. 

Dari sisi teknis produksi, Trenggono menjelaskan, budi daya nila salin mengedepankan penggunaan teknologi modern. Di antaranya, berupa mesin pakan otomatis, sistem kincir, dan alat pengukur kualitas air berbasis IOT dan tenaga surya. Selain itu, tambak sudah dilengkapi instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) sehingga ramah lingkungan. Nilai investasi yang digelontorkan KKP membangun BINS sebesar Rp46,6 miliar. 

Trenggono mengatakan kehadiran BINS juga bisa menjadi solusi bagi tambak-tambak udang yang sudah tidak beroperasi optimal. Untuk itu KKP merencanakan revitalisasi terhadap 78 ribu hektare tambak udang di Pantura Jawa, untuk pengembangan budi daya nila salin. Sebab dari sisi produktivitas, budi daya nila salin jauh lebih produktif dengan hasil produksi 87,75 ton per hektare per tahun, dibanding tambak udang tradisional 0,6 ton per hektare per tahun. 

 

Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari

Berita Populer