Industri furnitur Indonesia kini membidik pasar nontradisional seperti India yang memiliki potensi besar dan terus berkembang. Dengan langkah strategis dan inovasi produk, Indonesia siap memperluas jangkauan ekspornya ke pasar baru yang menjanjikan ini.
Negara-negara di Asia Tenggara, plus Amerika Serikat dan Uni Eropa, dalam kamus industri furnitur Indonesia, masuk kelompok pasar tradisional. Negara-negara tersebut tercatat memiliki hubungan dagang yang erat dan sudah terjalin lama.
Sementara itu, negara-negara di Asia Timur, Timur Tengah, dan Afrika, masuk kategori pasar nontradisional. Termasuk India. Alasannya, selain minim hubungan dagang sebelumnya, juga karena ada perbedaan preferensi dan tren desain furnitur yang berbeda dibandingkan dengan pasar tradisional Indonesia. Ini menciptakan tantangan tersendiri dalam menyesuaikan produk dengan selera konsumen India, yang mungkin lebih mengutamakan furnitur yang multifungsi dan sesuai dengan kebutuhan hunian di daerah perkotaan yang terus berkembang.
Selain itu, India yang saat ini sedang mengalami urbanisasi yang pesat dan pertumbuhan ekonomi yang kuat, mendorong industriawan furnitur Indonesia menargetkannya sebagai pasar potensial. Langkah tersebut mendapat dukungan kuat pemerintah sebagai bagian langkah strategis dalam upaya diversifikasi pasar ekspor. Satu pendekatan yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada pasar tradisional dan mencari peluang di pasar baru yang sedang tumbuh.
Salah satu upaya membuka pasar nontradisional, sekedar menyebut contoh, dilakukan pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang berpartisipasi aktif pada Pameran IndexPlus Delhi 2024, platform internasional terkemuka dan terbesar di India, khusus interior, arsitektur dan desain yang berlangsung pada 9--11 Agustus 2024. “Nilai komitmen bisnis yang berhasil dicatat dari kepesertaan Indonesia pada pameran tersebut adalah sebesar Rp17 miliar,” ungkap Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika di Jakarta, Selasa (13/8/2024).
Kepesertaan pada Indonesia Furniture Pavilion diwakili oleh enam pasangan kolaborasi perusahaan dan desainer furnitur, di antaranya Cocoon Asia dan Handyanto Hardian, Chakra Naga Furniture dan Chyntia Margareth, Wisanka dan Suskariyanto, Dekor Asia Jayakarya dan Gege Noby, Satori Rattan dan Zulyo Kumara serta Nafarrel Furniture dan Vincentius Aldi Masella.
Potensi Pasar India
Hubungan dagang RI-India, sejatinya telah berjalan lama. Secara keseluruhan nilai perdagangan kedua negara terus tumbuh dan meningkat signifikan dari waktu ke waktu. Pada 2023, nilai total perdagangan antara Indonesia dan India mencapai sekitar USD26,2 miliar.
Adapun nilai ekspor Indonesia ke India pada 2023 tercatat sebesar USD15,5 miliar. Produk ekspor itu mencakup komoditas seperti batu bara, minyak sawit, tembaga, dan produk olahan kayu termasuk furnitur. Nilai ekspor furnitur Indonesia ke India (2023) tercatat sekitar USD210 juta. Ini menunjukkan peningkatan dari tahun sebelumnya, didorong oleh partisipasi aktif Indonesia dalam berbagai pameran furnitur di India serta peningkatan permintaan dari pasar India yang sedang berkembang.
Merujuk pernyataan Staf Ahli Menteri Perindustrian Bidang Penguatan Kemampuan Industri Dalam Negeri Ignatius Warsito saat membuka Indonesia Furniture Pavilion di pameran IndexPlus, pada Jumat (9/8/2024), India memiliki potensi pasar yang cukup besar dan menjanjikan. Dikutip dari data IndexPlus, pasar konsumen India memiliki potensi besar yang diprediksi menjadi terbesar ketiga di dunia pada 2027.
Selain itu, persentase populasi India yang tinggal di daerah perkotaan kini tercatat meningkat sebanyak 37 persen dan terus bertambah, sehingga pembangunan hunian kota dan hospitality terus dilakukan. Secara spesifik, pasar furnitur India mencapai USD41 miliar, merupakan konsumen furnitur terbesar ke empat di dunia.
Pasar furnitur juga didukung oleh semakin pulihnya bisnis pariwisata dan hospitality, serta kebutuhan pemukiman dan perkantoran. Meningkatnya kebiasaan belanja online yang juga didukung dengan penggunaan teknologi berbasis industri 4.0, meningkatnya permintaan akan furnitur ramah lingkungan, serta meningkatnya kebutuhan furnitur fungsional, desain ergonomis, dan customized juga diprediksi akan memengaruhi tren pasar furnitur.
“Potensi pasar yang besar dan tren pasar furnitur yang dinamis kami harapkan bisa menjadi perhatian seluruh pelaku industri furnitur, termasuk para desainer furniture, yang berperan besar dalam menciptakan tren desain furnitur yang marketable,” tutur Warsito.
Langkah Strategis
Dalam rangka meningkatkan penguasaan pasar serta menanggapi tren industri furnitur global, pemerintah menyusun strategi yang berfokus kepada lima hal, yaitu fasilitasi ketersediaan bahan baku, fasilitasi ketersediaan SDM terampil, fasilitasi peningkatan pasar dan penguatan riset referensi pasar, fasilitasi peningkatan produktivitas, kapasitas, dan kualitas produk, serta fasilitasi iklim usaha kondusif dan peningkatan investasi.
Untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi pelaku industri furnitur, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan pemberian fasilitas insentif perpajakan berupa tax allowance, serta kemudahan prosedur ekspor produk hilir dan impor bahan baku atau bahan penolong. “Semua program tersebut merupakan wujud keberpihakan pemerintah agar industri dalam negeri dapat berdaulat, maju, dan berdaya saing,” terang Dirjen Putu.
Tercatat pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) industri furnitur pada semester I-2024 sebesar 0,50 persen. Hal ini merupakan kabar baik, mengingat pada 2 tahun terakhir industri ini mengalami kontraksi. “Pada 2022, pertumbuhan industri furnitur turun menjadi 1,99 persen, lalu di 2023 menurun ke angka 2,04 persen. Namun pada semester I-2024 ini, mengalami peningkatan positif sebesar 0,50 persen. Meski rentan fluktuatif, di 2021, industri furnitur sempat mengukir pertumbuhan hingga 8,16 persen,” kata Dirjen Industri Agro.
Pada semester I-2024, produk industri furnitur termasuk furnitur dari logam dan plastik, memberikan kontribusi sebesar 1,1 persen terhadap PDB nonmigas, dengan nilai kinerja ekspor mencapai USD1,02 miliar.
Berdasarkan data Expert Market Research, nilai pasar furnitur global pada 2023 tercatat sebesar USD629 miliar, dan di 2024 diproyeksikan tumbuh 5 persen. Kondisi ini membuka peluang bagi industri furnitur Indonesia untuk melakukan penetrasi pasar global, salah satunya ke India.
Penulis: Dwitri Waluyo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari