Melalui kebijakan yang progresif dan kolaborasi berbagai pihak, Indonesia berhasil menurunkan penggunaan Hydrochloroflourocarbon (HCFC) sebagai bagian dari komitmennya untuk melindungi lapisan ozon dan memperlambat laju perubahan iklim global.
Peringatan Hari Ozon Sedunia 2024 di Kota Bogor terasa lebih bermakna. Pada momen tersebut, Indonesia kembali menegaskan posisinya sebagai salah satu negara yang berkomitmen kuat dalam menjaga lingkungan global. Melalui kebijakan yang diberlakukan, Indonesia telah mencatatkan kemajuan signifikan dalam menurunkan penggunaan Hydrochloroflourocarbon (HCFC), gas yang terbukti merusak lapisan ozon di atmosfer bumi. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya, menyampaikan kabar baik ini dengan penuh optimisme.
"Dengan kebijakan yang ada, kita telah berhasil menurunkan penggunaan HCFC sebesar 37,5 persen pada 2020 dan 55 persen di 2023," ujar Siti Nurbaya dalam sambutannya di hadapan ratusan undangan yang hadir di peringatan Hari Ozon Sedunia, yang dipusatkan di mal Botani Square, Bogor, Senin (15/9/2024).
Bagi Indonesia, penurunan HCFC ini bukan hanya tentang mencapai angka dalam laporan internasional. Lebih dari itu, ini adalah bagian dari tanggung jawab moral dan aksi nyata dalam menjaga keseimbangan lingkungan global. Lapisan ozon, yang terletak di atmosfer atas, adalah perisai bumi dari radiasi ultraviolet berbahaya. Tanpa lapisan ini, kehidupan di bumi akan lebih rentan terhadap radiasi UV yang bisa menyebabkan kanker kulit, katarak, dan merusak ekosistem.
Pengakuan Dunia
Pencapaian Indonesia dalam menurunkan penggunaan HCFC mendapat pengakuan dari Panel Penilaian Ilmiah yang didukung oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Protokol Montreal tentang Bahan-Bahan Perusak Ozon. Laporan empat tahunan yang dirilis panel tersebut menyebutkan bahwa hampir 99 persen bahan-bahan perusak ozon yang dilarang telah berhasil dihapuskan. Menteri Siti Nurbaya, dalam sambutannya, menjelaskan bahwa keberhasilan ini akan semakin terlihat pada dekade-dekade mendatang.
"Jika kebijakan saat ini tetap berlaku dan diimplementasikan dengan baik, lapisan ozon diperkirakan akan pulih sekitar tahun 2066 di Antartika, 2045 di Arktik, dan 2040 di seluruh dunia," jelasnya.
Melalui Protokol Montreal yang disahkan pada 1987, dunia telah bersepakat untuk menghapuskan bahan-bahan yang terbukti merusak ozon, termasuk HCFC yang banyak digunakan dalam produk-produk seperti pendingin udara, refrigeran, dan bahan-bahan berbusa. Namun, selain merusak ozon, HCFC juga merupakan gas rumah kaca yang kuat, yang berarti gas ini turut mempercepat laju perubahan iklim global.
Amandemen Kigali pada Protokol Montreal yang diadopsi beberapa tahun silam menekankan pentingnya pengurangan konsumsi HCFC secara bertahap hingga tahun 2045. Indonesia, sebagai salah satu negara penandatangan, telah menyesuaikan kebijakan domestiknya agar sesuai dengan target global ini. Pada 2029, konsumsi HCFC di Indonesia akan dikurangi sebesar 10 persen, dengan penurunan bertahap hingga mencapai 80 persen pada tahun 2045.
“Kami berkomitmen untuk terus menurunkan konsumsi HCFC. Ini bukan hanya untuk menjaga lapisan ozon, tetapi juga langkah konkret kami dalam memperkuat aksi iklim,” tegas Siti Nurbaya.
Penurunan penggunaan HCFC dan bahan-bahan perusak ozon lainnya memiliki dampak signifikan yang melampaui sekadar pelestarian lingkungan. Penghapusan bahan-bahan ini telah terbukti memperlambat laju pemanasan global. Tanpa intervensi, penipisan ozon yang tidak terkendali akan memicu radiasi UV-B yang berlebihan. Kondisi ini dapat menghambat pertumbuhan tanaman, mengurangi kapasitas vegetasi untuk menyerap karbon dioksida (CO2), dan merusak kesehatan manusia.
Salah satu dampak terbesar dari penggunaan HCFC yang tidak terkendali adalah risiko kesehatan bagi manusia. Radiasi ultraviolet yang kuat meningkatkan risiko penyakit seperti kanker kulit dan katarak, terutama di negara-negara tropis seperti Indonesia yang mendapatkan paparan sinar matahari lebih banyak sepanjang tahun. Melalui kebijakan pengurangan HCFC, Indonesia secara tidak langsung telah melindungi warganya dari ancaman kesehatan ini.
Tidak hanya itu, upaya pelestarian ozon juga berdampak positif pada pertanian dan ekosistem. Tanpa pelindung ozon, pertumbuhan tanaman akan terganggu, yang pada akhirnya akan memengaruhi ketahanan pangan dan sektor ekonomi yang bergantung pada hasil pertanian. Dengan pulihnya lapisan ozon, diharapkan sektor-sektor ini dapat terus berkembang dan mendukung perekonomian yang lebih berkelanjutan.
Kolaborasi Global dan Penguatan Kebijakan Domestik
Keberhasilan Indonesia dalam menurunkan HCFC tidak terlepas dari kolaborasi global dan dukungan berbagai pihak, mulai dari kementerian, lembaga, hingga masyarakat. Protokol Montreal adalah contoh nyata bahwa ketika dunia bersatu untuk memecahkan masalah lingkungan, hasilnya bisa signifikan. Menteri Siti Nurbaya memberikan apresiasi kepada semua pihak yang telah bekerja keras untuk memastikan kebijakan ini berjalan dengan baik.
Di tingkat domestik, pengurangan HCFC telah dimasukkan ke dalam dokumen Second Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia, yang merupakan komitmen nasional untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Pengurangan ini akan dilaporkan ke Konferensi Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) sebagai bukti bahwa Indonesia berkomitmen tidak hanya pada isu lapisan ozon, tetapi juga pada perubahan iklim global.
Namun, tantangan masih ada. Meskipun Indonesia telah mencapai kemajuan yang luar biasa, perjalanan untuk sepenuhnya menghapuskan HCFC dan memulihkan lapisan ozon masih panjang. Pengawasan yang ketat, implementasi kebijakan yang konsisten, serta dukungan dari sektor industri dan masyarakat akan menjadi kunci untuk mencapai target 2045.
Dengan target yang jelas dan pencapaian yang signifikan, Indonesia berada di jalur yang benar untuk berkontribusi pada pemulihan lapisan ozon global dan memperlambat perubahan iklim. Komitmen Indonesia untuk terus mengurangi HCFC adalah langkah berani yang menunjukkan bahwa negara ini siap menjadi bagian dari solusi global, bukan hanya penonton.
Masa depan yang lebih cerah bagi lingkungan dan kesehatan manusia kini berada dalam jangkauan. Dengan terus melanjutkan kebijakan progresif ini, Indonesia tidak hanya melindungi lapisan ozon tetapi juga memperkuat aksi iklim global untuk generasi mendatang.
Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/TR