Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat hingga kini ada 75.653.359 keluarga terdata atau mencakup 86,1 persen dari estimasi 87.845.879 keluarga.
Data kependudukan adalah hal penting untuk menentukan basis kebijakan pemerintah maupun kecocokan intervensi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam hal ini pendekatannya adalah keluarga. Apalagi pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka juga terus melanjutkan upaya penurunan angka stunting.
Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat hingga saat ini terdapat 75.653.359 keluarga terdata atau mencakup 86,1 persen dari estimasi 87.845.879 keluarga.
Hal itu disampaikan Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga) merangkap Kepala BKKBN Wihaji dalam rilis hasil Pemutakhiran Pendataan Keluarga (PK) Tahun 2024. “Bahwa di Indonesia hari ini ada 75 juta keluarga. Ini (data keluarga), nanti menjadi kekuatan ketika kita akan melakukan intervensi maupun program, khususnya yang berkaitan dengan kewenangan di kementerian,” kata Wihaji di Jakarta, Jumat (29/11/2024).
Dari jumlah keluarga terdata tersebut, Wihaji merinci ada 40.434.011 Pasangan Usia Subur (PUS), 11.539.365 keluarga dengan kepala keluarga perempuan, dan 3.784.725 keluarga yang memiliki anak 0-23 bulan.
Selanjutnya terdapat 9.141.919 keluarga yang memiliki anak 24--59 bulan, 36.601.143 keluarga yang memiliki anak remaja berumur 10--24 tahun, serta 21.157.348 keluarga yang memiliki individu berusia di atas 60 tahun.
Wihaji menyampaikan data yang dirilis Kemendukbangga/BKKBN ini dapat dijadikan sebagai fondasi untuk mengambil kebijakan yang lebih presisi, seperti terkait dengan program stunting. Data ini juga menjadi basis yang dapat dimanfaatkan dan dikolaborasi dengan kementerian/lembaga lainnya.
Adapun BKKBN telah menjalankan pemutakhiran data keluarga sejak tahun 1994 atau telah berjalan selama 30 tahun. Pemutakhiran data ini juga sejalan dengan amanah Undang-Undang 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 87 Tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga Keluarga Berencana dan Sistem Informasi Keluarga.
Sebagai lembaga yang kini bertransformasi menjadi kementerian, Kemendukbangga/BKKN didorong harus memiliki kebaruan dalam menjalankan program-program mencakup penekanan baru, kultur baru, cara kerja baru, hingga paradigma baru.
Dalam menjalankan fungsinya, Kemendukbangga menjalankan dua fokus utama yaitu kependudukan dan pembangunan keluarga. Fokus kependudukan diharapkan menghasilkan outcome pengendalian penduduk, sedangkan fokus pembangunan keluarga diharapkan menghasilkan outcome keluarga Indonesia yang mandiri, bahagia, dan tenteram.
Deputi Bidang Pengendalian Penduduk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Bonivasius Prasetya Ichtiarto menambahkan bahwa data kependudukan yang inklusif dapat menentukan intervensi program-program bantuan kepada masyarakat yang lebih tepat sasaran.
“Data inklusif menjadi penting, karena kita memang harus punya data secara menyeluruh, bukan data yang disebut sebagai agregat (terpisah-pisah). Kalau hanya agregat kita enggak tahu. Misalnya kasus stunting yang datanya masih agregat,” ujar Bonivasius.
Ia menjelaskan, data inklusif mengacu pada pengumpulan, analisis, dan interpretasi data yang mencakup semua kelompok dan segmen masyarakat secara merata. Dalam konteks kebijakan atau penelitian, data inklusif mencakup informasi dari berbagai latar belakang demografis, sosial, ekonomi, dan budaya, tanpa membiarkan kelompok tertentu yang tidak terwakili atau terabaikan.
“Di BKKBN, terkait data inklusif kita punya pendataan keluarga (PK). Di pendataan keluarga ini memang setiap lima tahun sekali kita lakukan sensus, dan setiap tahun kita mutakhirkan,” ucapnya.
Seiring dalam pendataan keluarga tersebut, ada beberapa data terkait pasangan usia subur dan bayi di bawah lima tahun (balita) yang setiap tahun dilakukan pemutakhiran. “Kalau angka-angka yang terkait dengan perempuan dan balita di dalam pendataan keluarga, kita perbarui setiap tahun. PK ini menjadi penting ketika digunakan untuk program-program pemerintah, kementerian/lembaga, termasuk percepatan penurunan stunting untuk mendata keluarga berisiko stunting,” paparnya.
Selain itu, PK juga dimanfaatkan untuk penghapusan kemiskinan ekstrem melalui penegakan Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE).
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Taofiq Rauf