Pilkada serentak yang digelar pada November 2024 relatif berlangsung tenang dan damai.Penanda terjadinya pendewasaan dalam berpolitik.
Pemilihan umum (pemilu) terbesar di dunia--setelah India--kembali digelar di Indonesia. Setelah melaksanakan pemilihan presiden/wakil presiden dan pemilihan anggota legislatif yang berlangsung pada 14 Februari 2024, sembilan bulan kemudian digelar pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak.
Pada Rabu, 27 November 2024, sebanyak 203.657.354 pemilih terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) Pilkada 2024 serentak, yang diselenggarakan di 37 provinsi untuk calon gubernur/wakil gubernur, 415 kabupaten untuk calon bupati/wakil bupati, dan 93 kota untuk calon wali kota/wakil wali kota. Masyarakat menggunakan hak pilihnya di 435.296 tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di seluruh Indonesia.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Mochammad Afifuddin menyampaikan, ada 1.557 pasangan calon yang berkontestasi pada Pilkada 2024. Adapun rinciannya, terdapat 103 pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur, 1.169 paslon bupati dan wakil bupati serta 285 paslon wali kota dan wakil wali kota.
Pada saat ini, tahapan Pilkada 2024 yang sedang berlangsung adalah rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat provinsi. Untuk pilkada tingkat kabupaten/kota diumumkan pada 29 November--12 Desember 2024. Sedangkan pilkada tingkat provinsi pada 30 November--15 Desember 2024. Sesuai tahapan yang disepakati pemerintah dan KPU dijadwalkan pada Februari 2025 seluruh calon kepala daerah terpilih sudah dapat dilantik.
Namun demikian, dari hasil pelaksanaan pilkada serentak kali ini soal partisipasi pemilih menjadi sorotan utama. Soal ini menjadi perhatian serius DPR RI, KPU, dan Bawaslu. Di DKI Jakarta, misalnya, tercatat partisipasi pemilih hanya 58 persen, turun signifikan dari 79 persen pada pemilu sebelumnya. Sementara itu di Jawa Barat, angka partisipasi menurun dari 81,7 persen menjadi 61,7 persen. Pilkada di Kota Tangerang Selatan juga hanya diikuti 57 persen pemilih.
KPU menilai, secara nasional partisipasi pemilih dalam Pilkada 2024 rata-rata mencapai 68 persen. Jauh di bawah rata-rata pemilih Pilpres dan Pileg pada Februari 2024 maupun Pilkada sebelumnya.
Menyikapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf menilai, rendahnya partisipasi pemilih disebabkan oleh kurang menariknya pasangan calon (paslon) yang bertarung di Pilkada 2024. “Ketokohan paslon mungkin tidak sesuai harapan publik, sehingga tidak menarik minat mereka untuk datang ke TPS. Kalau MU lawan Chelsea, pasti penontonnya ramai,” ujarnya saat ditemui di Jakarta (2/12/2024).
Dede Yusuf juga menilai bahwa sosialisasi dari penyelenggara pemilu sudah cukup maksimal. Hanya saja, kurangnya antusiasme masyarakat terhadap paslon menjadi tantangan utama. Ia menekankan, perlunya partai politik lebih selektif dalam mengusung calon kepala daerah.
Selain faktor calon, anggota dewan dari daerah pemilihan Jawa Barat itu menyoroti kelelahan politik masyarakat akibat jadwal pilkada yang berdekatan dengan Pemilu 2024. Ia mengusulkan perubahan jadwal pemilu, agar tidak dilaksanakan dalam tahun yang sama.
Sebuah penelitian dari Stanford Institute for Economic Policy Research tentang Choice Fatigue and Voter Behavior (Kelelahan Memilih dan Perilaku Pemilih) mengungkap fakta bahwa kelelahan memilih berdampak signifikan pada perilaku pemilih dalam pemilihan umum. Studi itu menemukan bahwa semakin banyak keputusan yang harus dibuat oleh pemilih dalam surat suara, semakin besar kemungkinan mereka tidak menggunakan hak pilih secara penuh (undervote).
Selain itu, pemilih cenderung mengandalkan pola yang sederhana, seperti memilih kandidat pertama dalam daftar atau opsi yang dianggap aman, meskipun itu mungkin bukan keputusan optimal. Lantas, bagaimana tanggapan dari orang nomor satu di republik ini?
Presiden RI Prabowo Subianto menilai pelaksanaan Pilkada 2024 yang berlangsung serentak berjalan tenang dan damai, menjadi penanda terjadinya pendewasaan dalam berpolitik. “Baru saja kita selesai pilkada, kabupaten dan provinsi di suruh Indonesia puluhan provinsi, ratusan kabupaten kota. Syukur alhamdulillah berjalan dengan tenang, dengan damai,” ujar Presiden Prabowo di acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2024 di Jakarta, Jumat, 29 November 2024.
Kepala Negara mengatakan, proses Pilkada 2024 yang berjalan lancar menandakan terjadinya suatu kematangan dan pendewasaan dalam bermasyarakat, bernegara, dan berpolitik. “Bahwa kita bisa ganti pemimpin dengan damai melalui kotak suara, walaupun mungkin kita belum puas harus kita perbaiki, benar. Tetapi, menurut pendapat saya dan keyakinan saya, terjadi suatu proses pendewasaan,” ucap Presiden.
Lebih lanjut, menurutnya, bagi pihak yang menang, tanggung jawab utama adalah bekerja untuk kepentingan seluruh masyarakat. Sementara itu bagi yang kalah, harus tetap mendukung pihak yang menang dalam bekerja untuk rakyat.
Berita baiknya adalah Pilkada kali ini tidak ada konflik besar yang memakan korban jiwa maupun gesekan antarmasyarakat yang dipicu isu SARA. Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) menyebutkan bahwa hoaks di ruang digital mengenai Pilkada 2024 yang berlangsung serentak itu melandai dan terkendali berkat adanya pengawasan yang melibatkan banyak pihak sehingga menjadi efektif.
Temuan sejak Agustus 2024 hingga 18 November 2024 untuk isu hoaks pemilu termasuk Pilkada 2024 berjumlah 22 isu. Dengan rincian temuan tujuh isu hoaks di Agustus 2024, tiga isu hoaks di September 2024, 8 isu hoaks di Oktober 2024, dan empat isu hoaks hingga 18 November 2024.
Selain pemantauan hoaks di ruang digital, Kemkomdigi menyiapkan beberapa mekanisme untuk menciptakan Pilkada Damai 2024 di Indonesia. “Kami menyiapkan lima program utama dalam Kampanye Pilkada Damai 2024, yaitu SMS blast dan ekosistem media digital, monitoring dan pengawasan spektrum frekuensi radio (SFR), dukungan logistik, pengamanan ruang digital, serta komunikasi publik,” tukas Menkomdigi Meutya Hafid.
Kendati ada penurunan partisipasi pemilih, pilkada kali ini juga menunjukkan masyarakat mulai sadar dan jenuh dengan informasi hoaks/kebencian/SARA. Di satu sisi, untuk menggenjot tingkat partisipasi publik, pendidikan politik secara masif serta fokus ke masyarakat menjadi suatu keharusan bagi penyelenggara pemilu maupun partai politik.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/TR