Indonesia.go.id - Memperkuat Komitmen Energi Hijau

Memperkuat Komitmen Energi Hijau

  • Administrator
  • Senin, 30 Desember 2024 | 08:13 WIB
Kelapa Sawit
  Sebagai komitmen menujubtransisi energi hijau, pemerintah jadikan kelapa sawit dijadikan pilar utama pendukung transisi menuju ekonomi rendah karbon. ANTARA FOTO
Di Rio de Janeira, Presiden Prabowo menegaskan, program B50 diterapkan pada 2025. Artinya, kelapa sawit sebagai pilar utama pendukung transisi menuju ekonomi rendah karbon.

Urusan energi hijau, komitmen Indonesia sudah tidak perlu diragukan lagi. Dalam pidatonya di Indonesia-Brazil Business Forum di Rio de Janeiro pada 17 November 2024, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan langkah strategis untuk menerapkan kebijakan biodiesel B50 pada 2025. Kebijakan ini merupakan percepatan dari B35 yang telah berjalan sejak 2023.

Awalnya pemerintah berencana menerapkan B40 pada 1 Januari 2025, sebagai tahap transisi menuju B50. Dengan B50, setengah dari bahan bakar diesel di Indonesia akan berasal dari biodiesel berbasis kelapa sawit. Namun Presiden Prabowo yang dilantik 20 Oktober 2024 meminta langsung ke B50.

Kebijakan B50 ini tidak hanya bertujuan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, melainkan juga menciptakan dampak ekonomi yang signifikan. Hal ini sejalan dengan Astacita program kedua dan kelima dari pemerintahan Presiden Prabowo. Komitmen itu menekankan hilirisasi dan industrialisasi untuk meningkatkan nilai tambah dalam negeri, keberlanjutan energi, dan transisi menuju ekonomi rendah karbon.

Penerapan B50 berarti 50 persen bahan bakar diesel akan berasal dari biodiesel. Adalah kelapa sawit sebagai basis utamanya. Pilihan ini mencerminkan tekad Indonesia mengurangi ketergantungan pada energi fosil sekaligus mendukung keberlanjutan energi. “Langkah ini sejalan dengan visi kami untuk meningkatkan hilirisasi dan menciptakan nilai tambah dalam negeri, serta mendukung transisi menuju ekonomi rendah karbon,” ujar Presiden Prabowo.

Ekonomi Rendah Karbon

Merujuk data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sektor energi menyumbang 34 persen emisi gas rumah kaca (GRK) Indonesia. Melalui dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) 2022, Indonesia menargetkan penurunan emisi GRK sebesar 31,89 persen dengan usaha sendiri atau 43,20 persen dengan dukungan internasional pada 2030.

Salah satu langkah strategisnya adalah meningkatkan kontribusi biofuel berbasis kelapa sawit. Dengan biodiesel B50, emisi karbon diharapkan turun signifikan. Dibandingkan bahan bakar fosil, biodiesel berbasis kelapa sawit mampu mengurangi emisi karbon hingga 70 persen, dengan potensi penurunan sebesar 25 juta ton setara karbon dioksida (CO₂e) pada 2025.

Tidak hanya berdampak ekologis, kebijakan ini juga membawa manfaat ekonomi besar. Pada 2023, program biodiesel menyerap sekitar 40 persen dari produksi kelapa sawit nasional, menghasilkan nilai tambah hingga Rp79,1 triliun. Dengan implementasi B50, nilai ini diperkirakan meningkat menjadi Rp90 triliun, sekaligus menciptakan 500.000 lapangan kerja baru di sektor pengolahan dan distribusi.

Sebagai produsen kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia memiliki keunggulan kompetitif untuk mengembangkan biodiesel. Produksi kelapa sawit mencapai 51,3 juta ton pada 2023, dengan sebagian besar dialokasikan untuk mendukung program mandatori biodiesel.

Pasar global juga memberikan peluang besar. Proyeksi pertumbuhan pasar biodiesel dunia sebesar 5,5 persen per tahun hingga 2027 dengan nilai perdagangan mencapai 58 miliar dolar AS, membuka jalan bagi ekspor biodiesel Indonesia, terutama ke Uni Eropa, Tiongkok, dan India.

Selain itu, kebijakan tersebut juga memperkuat ketahanan energi nasional, dengan penghematan impor bahan bakar fosil senilai 2,7 miliar dolar AS pada 2023, sekaligus mengurangi ketergantungan pada fluktuasi harga minyak dunia. Perkebunan kelapa sawit juga berperan sebagai solusi alami mitigasi perubahan iklim, dengan kemampuan menyerap 64 ton CO₂ per hektare per tahun.

Keberlanjutan dan Teknologi

Untuk memastikan keberlanjutan, pemerintah terus mendorong adopsi teknologi canggih dalam pengolahan biodiesel. Investasi pada teknologi second-generation biofuel diperkirakan mampu meningkatkan efisiensi hingga 15--20 persen. Selain itu, sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang wajib mulai 2025 memastikan praktik agribisnis kelapa sawit berkelanjutan.

Perkebunan kelapa sawit juga memiliki peran unik dalam mitigasi perubahan iklim. Dengan kemampuan menyerap 64 ton CO₂ per hektare per tahun, kelapa sawit berkontribusi pada solusi alami dalam upaya Indonesia mencapai target net zero emission pada 2060.

Keberhasilan transisi ini membutuhkan kerjasama erat antara pemerintah, industri, dan masyarakat. Pemerintah telah menciptakan kebijakan yang mendukung keberlanjutan. Sementara itu, industri dituntut berinovasi untuk meningkatkan efisiensi. Masyarakat, khususnya petani kelapa sawit, memainkan peran penting dalam memastikan agribisnis yang ramah lingkungan.

Dengan kelapa sawit sebagai aset strategis, Indonesia tidak hanya memperkuat ketahanan energi nasional, melainkan juga mengokohkan posisinya sebagai pemimpin global dalam transisi energi hijau. Langkah-langkah strategis ini diharapkan membawa Indonesia lebih dekat pada masa depan yang lebih bersih, mandiri, dan berkelanjutan.

 

Redaktur: Ratna Nuraini/Taofiq Rauf
Penulis: Dwitri Waluyo