Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia atau rata-rata pendapatan rakyat Indonesia saat ini telah mencapai Rp78,62 juta atau setara dengan USD4.960,33 per tahun.
Industri pengolahan alias manufaktur masih menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi nasional sepanjang tahun 2024. Terbukti sampai awal 2025, permintaan produk industri besi baja domestik dari pasar luar negeri masih cukup tinggi. Besi dan baja juga menduduki peringkat kedua sebagai produk ekspor nonmigas andalan Indonesia pada Januari hingga September 2024. Di sisi lain, permintaan dunia dalam lima tahun terakhir (2018-2023) selalu positif, yakni sebesar 9,13 persen dengan total permintaan dunia mencapai USD865 miliar.
Salah satu produsen baja Indonesia mengekspor produk baja rendah emisi balok las atau welded beam senilai USD1,5 juta atau setara Rp24,3 miliar ke Selandia Baru. Ekspor dilepas Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso dari pabrik produksi baja tersebut, PT Gunung Raja Paksi Tbk (GRP) di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu (15/1/2025). Ekspor kali ini merupakan bagian dari total 1.210 metrik ton (MT) baja yang akan dikirim secara bertahap hingga Maret 2025.
Ekspor tersebut membuktikan kualitas produk besi dan baja dalam negeri semakin diakui dan berhasil menempatkan Indonesia sebagai pemasok terbesar ke-7 dunia dengan nilai ekspor mencapai USD28,41 miliar (Rp465,124 triliun).
“Dengan tren pertumbuhan sebesar 38,79 persen dalam lima tahun terakhir (2018–2023), Indonesia berpeluang besar menjadi salah satu pemain utama industri baja terkemuka di dunia,” ungkap Mendag Budi Santoso.
Indikator ekspor besi baja tersebut menandakan kinerja ekonomi Indonesia tetap solid dan lebih baik dibandingkan beberapa negara maju maupun berkembang lainnya di tengah kemelut global. Ditinjau dari kuartal IV 2024 (Q4-2024), Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,02 persen (year on year/yoy), lebih tinggi dibandingkan peer countries seperti Singapura (4,3 persen), Arab Saudi (4,4 persen), dan Malaysia (4,8 persen). Sementara itu, di sepanjang 2024, pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu membukukan capaian sebesar 5,03 persen.
Adapun stabilitas ekonomi ini juga didukung oleh upaya pemerintah dalam menjaga inflasi untuk tetap rendah dan terkendali, dimana inflasi pada Desember tahun 2024 tercatat sebesar 1,57 persen (yoy) atau tetap dalam rentang sasaran 2,5 sampai 1 persen. Rasio utang juga tercatat masih dalam batas aman sebesar 38,9 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) per September 2024.
“Dengan perkembangan indikator tersebut, pertumbuhan ekonomi khusus di triwulan keempat 2024, yang juga merupakan triwulan pertama di dalam pemerintahan Bapak Presiden, Pak Prabowo, ini tumbuh sebesar 5,02% (yoy) atau 0,53% (qtq). Angka ini menegaskan bahwa kita masuk dalam zona 5 persen atau 5,03 di tahun 2024,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Konferensi Pers Produk Domestik Bruto (PDB) Triwulan IV-2024 dan Full Year 2024 di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (5/2/2025).
Pada kesempatan itu, Menko Airlangga juga menyampaikan bahwa PDB Indonesia meningkat pesat. PDB Indonesia di 2024 telah mencapai Rp22.139 triliun, meningkat dari tahun sebelumnya Rp20.892 triliun. Dengan demikian, PDB per kapita Indonesia saat ini telah mencapai Rp78,62 juta atau setara dengan USD4.960,33.
Konsumsi Rumah Tangga
Selain itu, indikator sektor riil juga menunjukkan ketahanan ekonomi dan optimisme masyarakat, tecermin dari Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur yang telah kembali ke level ekspansi (Januari 2025 sebesar 51,9), Indeks Keyakinan Konsumen terus optimis dan berada di level 121,1, serta Indeks Penjualan Riil masih tumbuh positif.
Dari sisi pengeluaran, semua komponen mencatat pertumbuhan positif. Pendorong utama masih konsumsi rumah tangga dengan pertumbuhan 4,94 persen pada 2024), berkontribusi 54 persen terhadap ekonomi Indonesia. Pertumbuhan konsumsi Pemerintah juga tumbuh tinggi seiring peningkatan realisasi APBN pada belanja pegawai serta belanja barang dan jasa.
Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menuturkan bahwa konsumsi rumah tangga merupakan komponen pengeluaran utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi nasional pada 2024.
Ia mengatakan bahwa komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga tumbuh seiring meningkatnya aktivitas dan mobilitas rumah tangga. “Peningkatan mobilitas masyarakat itu tercatat BPS paling tinggi dari naiknya lalu lintas komunikasi, jumlah penumpang angkutan rel, angkutan laut, serta angkutan udara,” jelas Amalia.
Pertumbuhan komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga juga didorong oleh kelompok konsumsi restoran dan hotel seiring dengan meningkatnya kegiatan wisata selama akhir tahun, terutama saat libur sekolah dan libur hari besar keagamaan.
Pihak BPS mencatat bahwa ekspor komoditas migas maupun non-migas dan ekspor jasa tumbuh positif pada tahun lalu. Pertumbuhan tersebut karena sejumlah komoditas mengalami peningkatan nilai dan volume, seperti mesin/peralatan listrik, nikel, serta alas kaki.
Dari sisi lapangan usaha, seluruh sektor utama masih mencatat pertumbuhan positif, dengan lima sektor terbesar yakni industri pengolahan, perdagangan, pertanian, konstruksi, dan pertambangan mampu memberikan kontribusi 63,9% terhadap PDB 2024.
Ekonomi Indonesia secara spasial di seluruh wilayah juga tumbuh solid dengan Bali Nusra, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku Papua mencatat pertumbuhan di atas rata-rata nasional. Sektor pengolahan industri barang logam masih menjadi penopang di Maluku, Papua dan Sulawesi. Sementara Bali Nusra masih mengandalkan pertumbuhan dari sektor pariwisata.
BPS melaporkan bahwa industri pengolahan merupakan lapangan usaha dengan kontribusi terbesar terhadap perekonomian nasional sepanjang tahun lalu, yakni sebesar 18,98 persen.
Dijelaskan bahwa lapangan usaha industri pengolahan juga menjadi sumber pertumbuhan ekonomi tertinggi dengan nilai kontribusi 0,9 persen dari total pertumbuhan ekonomi kumulatif pada 2024 sebesar 5,03 persen.
Plt. Kepala BPS tersebut menyatakan bahwa pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan didorong oleh permintaan domestik dan luar negeri. Salah satunya industri makanan dan minuman yang tumbuh 5,9 persen berkat permintaan domestik untuk konsumsi dan bahan baku industri serta Industri logam dasar yang tumbuh 13,34 persen sejalan dengan peningkatan permintaan luar negeri, terutama produk besi dan baja.
Satu hal, untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 2025, pemerintah telah menyiapkan berbagai kebijakan pendorong ekonomi pada kuartal pertama tahun 2025, diantaranya yaitu melanjutkan program di Nataru untuk stimulus HBKN Ramadan-Idulfitri yang meliputi diskon harga tiket pesawat, pelaksanaan kembali HARBOLNAS 2025, program EPIC Sales 2025, BINA Diskon 2025, serta diskon tarif tol dan stabilisasi harga pangan.
Dengan begitu, capaian ekonomi 2024 menjadi landasan kokoh untuk pertumbuhan di sepanjang tahun ini - kendati masih ada sejumlah tantangan - mesti dihadapi dengan rasa optimis.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Taofiq Rauf