Indonesia.go.id - Indonesia Tawarkan ke AS Tarif Perdagangan yang Adil dan Seimbang

Indonesia Tawarkan ke AS Tarif Perdagangan yang Adil dan Seimbang

  • Administrator
  • Kamis, 1 Mei 2025 | 07:41 WIB
TARIF RESIPROKAL AS
  Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kedua kiri), didampingi Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari Elka Pangestu memberikan keterangan terkait perkembangan pertemuan dengan Amerika Serikat (AS) terkait tarif perdagangan di Jakarta.ANTARA FOTO
Kedua negara akhirnya sepakat menjajaki lima poin utama sebagai respons terhadap ketentuan tarif resiprokal.

Setelah Pemerintah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump menetapkan kebijakan tarif resiprokal sebesar 32 persen terhadap sejumlah produk Indonesia, Pemerintah Indonesia bergerak cepat. Presiden Prabowo Subianto mengutus delegasi tingkat tinggi untuk merundingkan ulang ketentuan perdagangan bilateral yang dinilai merugikan ekspor nasional.

Delegasi yang dipimpin oleh Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, didampingi oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Sugiono, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, serta Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional Mari Elka Pangestu, menjalankan diplomasi intensif di Washington DC pada 16–23 April 2025.

Dalam sejumlah pertemuan strategis dengan perwakilan Pemerintah AS—seperti US Trade Representative (USTR), Secretary of Commerce, dan Secretary of Treasury—delegasi Indonesia menawarkan konsep perdagangan yang adil dan seimbang. Menko Airlangga menyebut pendekatan ini sebagai “fair and square”, di mana Indonesia tidak hanya menyoroti persoalan tarif, tetapi juga hambatan non-tarif serta komitmen mengoreksi ketimpangan neraca dagang.

“Neraca perdagangannya sekitar USD19 juta, kita berikan lebih dari USD19,5 juta. Ini bentuk keseriusan kita membangun hubungan dagang yang seimbang,” ujar Menko Airlangga dalam konferensi pers usai melaporkan hasil negosiasi kepada Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta, Senin (28/04/2025).

 

Respons Positif dan Kesepakatan Awal

Delegasi Indonesia membawa surat resmi yang diajukan pada 7 dan 9 April 2025 kepada Pemerintah AS, dan mendapat respons positif. Pihak USTR mengapresiasi isi surat yang dinilai komprehensif dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu “first mover” dalam format negosiasi bilateral tarif di era pemerintahan baru AS.

Bahkan, sebagai bentuk kelanjutan dialog teknis, Indonesia dan AS menandatangani perjanjian Non-Disclosure Agreement (NDA). Perjanjian ini memastikan bahwa materi pembahasan hanya diketahui dan dibahas oleh kedua negara demi menjaga kerahasiaan serta kestabilan proses negosiasi.

 

Lima Kesepakatan Strategis yang Dirumuskan

Dalam pertemuan bilateral tingkat tinggi dan lanjutan dengan Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, kedua negara akhirnya sepakat menjajaki lima poin utama sebagai respons terhadap ketentuan tarif resiprokal:

Penyesuaian Tarif Impor: Indonesia akan melakukan penyesuaian tarif terhadap sejumlah produk asal AS secara selektif sebagai tindakan timbal balik.

Peningkatan Impor Strategis: Pemerintah RI menyatakan kesediaan meningkatkan impor dari AS, khususnya komoditas yang tidak diproduksi di dalam negeri seperti migas, mesin industri, dan hasil pertanian.

Reformasi Fiskal dan Kepabeanan: Indonesia berkomitmen memperkuat transparansi melalui reformasi di sektor perpajakan dan kepabeanan.

Penyesuaian Kebijakan Non-Tarif: Pemerintah akan meninjau kembali aturan-aturan seperti tingkat komponen dalam negeri (TKDN), kuota impor, serta prosedur lintas kementerian untuk menciptakan kepastian bagi pelaku usaha global.

Perlindungan dari Banjir Impor: Pemerintah akan mengaktifkan skema trade remedies untuk melindungi industri dalam negeri dari potensi banjir produk impor.

 

Investasi dan Diplomasi Ekonomi

Selain membahas tarif, pertemuan juga menghasilkan beberapa potensi kerja sama strategis lainnya. Salah satunya, komitmen investasi perusahaan Indonesia, Indorama, senilai USD2 miliar di sektor blue ammonia di Louisiana, AS.

Negosiasi juga menyentuh isu critical minerals dan peluang kerja sama sains dan pendidikan. Beberapa perusahaan global seperti Amazon, Boeing, Google, dan Microsoft turut membuka ruang diskusi lanjutan dengan delegasi Indonesia untuk kerja sama teknologi dan ekosistem digital.

Menindaklanjuti hasil perundingan tersebut, Presiden Prabowo Subianto telah menyetujui pembentukan tiga Satuan Tugas (Satgas) baru, yaitu: Satgas Perluasan Kesempatan Kerja dan Mitigasi PHK, Satgas Peningkatan Iklim Investasi dan Percepatan Perizinan, dan Satgas Perundingan Perdagangan, Investasi, dan Keamanan Ekonomi.

Ketiganya akan menjadi motor penggerak diplomasi ekonomi lintas sektor dan memperkuat posisi Indonesia dalam dinamika global yang kian kompetitif. "Presiden memberikan arahan bahwa apa yang kita tawarkan itu adalah win-win solution. Kita tidak membedakan satu negara dengan yang lain. Apa yang kita tawarkan adalah cerminan dari kebijakan domestik yang inklusif dan terbuka," tegas Menko Airlangga.

 

Menjaga Stabilitas Ekonomi dan Daya Saing

Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa strategi negosiasi ini tidak hanya untuk meredam tekanan dari luar, tetapi juga menjadi instrumen menjaga stabilitas makroekonomi dan keberlanjutan APBN 2025.

“Kita menghadapi tantangan global, tetapi Indonesia berusaha tampil sebagai mitra dialog yang konstruktif, visioner, dan siap beradaptasi dengan dinamika geopolitik,” ujar Sri Mulyani usai pertemuan IMF–World Bank Spring Meeting 2025 di Washington DC.

Sejak 2015 hingga 2024, nilai perdagangan kedua negara secara umum terus mengalami peningkatan. “Tren peningkatan neraca perdagangan Indonesia dengan Amerika terlihat lebih didorong oleh tren peningkatan neraca perdagangan non-migas,” jelas Kepala Badan Pusat Statistik (BPS)  Amalia Adininggar Widyasanti.

Berdasarkan data BPS hingga Maret 2025, Indonesia membukukan surplus perdagangan dengan Amerika Serikat sebesar USD4,32 miliar. Angka ini meningkat dibandingkan periode yang sama pada 2024, yakni sebesar USD3,61 miliar.

Amalia menuturkan, ekspor Indonesia ke AS didominasi oleh komoditas non-migas, dengan komoditas utama antara lain mesin dan perlengkapan elektrik, pakaian rajutan, serta alas kaki. Sementara itu untuk migas, Indonesia melakukan impor migas terutama untuk Crude Petroleum Oil, Liquefied Propane, dan Liquefied Butane.

Di sisi impor non-migas dari AS, Indonesia banyak mengimpor mesin dan peralatan mekanis, biji dan buah mengandung minyak seperti kedelai, serta mesin perlengkapan elektrik.

 

Penulis: Kristantyo Wisnubroto

Redaktur: Untung S