Sekolah Rakyat adalah program pendidikan berasrama dan tanpa biaya yang dikhususkan bagi anak-anak dari keluarga miskin ekstrem.
Mata Bintang Tessalonika berkaca-kaca saat ibunya, Pronikan Pasaribu, menyampaikan harapan yang selama ini hanya bisa dipanjatkan dalam doa. Di hadapan Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf, perempuan pemulung itu mengucap syukur. Anaknya, siswi kelas enam SD, akhirnya bisa merasakan harapan baru lewat program Sekolah Rakyat, sebuah terobosan pendidikan dari pemerintah untuk anak-anak dari keluarga miskin ekstrem.
“Saya cuma cari barang bekas, Pak Menteri. Tapi anak saya ingin sekolah yang benar. Terima kasih sudah kasih harapan,” ujar Pronikan terbata.
Air mata yang menetes kala itu adalah potret nyata betapa besar arti sebuah akses pendidikan bagi mereka yang termarjinalkan. Menteri Sosial, yang akrab disapa Gus Ipul, langsung menenangkan Pronikan dan memberikan keyakinan bahwa negara hadir untuk membantu mereka yang benar-benar membutuhkan.
“Ibu tidak usah khawatir. Kalau sehat, nanti kita bantu. Yang penting anaknya mau sekolah dan disiplin. Negara akan hadir untuk mereka yang sungguh-sungguh membutuhkan,” ujar Gus Ipul dalam kunjungannya ke Sentra Abhiseka, lokasi pilot project Sekolah Rakyat di Pekanbaru, Riau, Selasa (27/5/2025).
Sekolah Rakyat adalah program pendidikan berasrama dan tanpa biaya yang dikhususkan bagi anak-anak dari keluarga miskin ekstrem. Program ini menyasar mereka yang masuk dalam Desil 1 Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN)—kelompok termiskin dalam piramida kesejahteraan nasional.
Tidak sekadar memberikan pendidikan formal, Sekolah Rakyat juga dirancang sebagai lembaga pembinaan menyeluruh: dari karakter, layanan gizi dan kesehatan, hingga dukungan psikososial. Upaya ini menjadi wujud konkret dari misi besar pemerintah: memutus rantai kemiskinan antargenerasi.
“Saya ingin bantu orang tua. Cita-cita saya jadi TNI,” ucap Rival Ali Andika (14) saat dikunjungi Gus Ipul di rumahnya di Kampung Nelayan, Pekanbaru. Rival adalah calon siswa lain dari Sekolah Rakyat. Ayahnya yang sakit tak lagi bisa bekerja, sementara ibunya menjadi buruh serabutan. Tanpa intervensi negara, kemungkinan besar Rival akan berhenti sekolah.
“Kalau bukan karena bantuan seperti ini, kami tak tahu harus bagaimana. Program ini benar-benar membuka jalan,” tutur Eli Suharti, ibu Rival.
Saat kunjungan tersebut, Gus Ipul secara tegas menyerukan kepada masyarakat agar menjaga amanah ini bersama. Sekolah Rakyat bukan program populis semata, melainkan bentuk tanggung jawab negara kepada warganya yang paling lemah. Karena itu, program ini harus tepat sasaran. Untuk tahap awal, Sekolah Rakyat menerima 50 anak didik.
“Kalau ada yang coba menyusupkan anaknya padahal tidak miskin, laporkan. Ini bukan program basa-basi. Ini untuk anak-anak yang benar-benar membutuhkan,” tegasnya.
Jenjang SMA Dibuka di Temanggung
Adapun, pada tahun ajaran baru 2025/2026, Sekolah Rakyat di Temanggung, Jawa Tengah, baru dibuka untuk jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Sebanyak lima rombongan belajar (rombel) telah disiapkan, masing-masing berisi 25 siswa.
“Dengan lima rombel dan 125 siswa, kami optimistis bisa memulai program ini dengan baik dan memberikan pendidikan berkualitas bagi anak-anak yang benar-benar membutuhkan,” tukas Kepala Sentra Terpadu Kartini Temanggung, Dewi Suhartini.
Dewi menjelaskan bahwa calon siswa diprioritaskan bagi anak usia sekolah dari keluarga miskin. Mereka dipilih berdasarkan usulan Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) di tingkat desa dan kelurahan.
Oleh karena itu, Kementerian Sosial terus membangun sinergi lintas sektor, termasuk dengan pemerintah daerah, untuk memastikan Sekolah Rakyat dapat menjadi alat pemutus kemiskinan struktural. Tahun ini, sebanyak 65 Sekolah Rakyat akan mulai beroperasi bertepatan dengan tahun ajaran baru pada Juli 2025, dan akan bertambah menjadi 100 sekolah hingga akhir tahun.
Komitmen Presiden, Kolaborasi Lintas Kementerian
Program Sekolah Rakyat tidak berdiri sendiri. Ini merupakan bagian dari visi besar Presiden Prabowo Subianto dalam menurunkan angka kemiskinan secara signifikan. Wakil Menteri Sosial, Agus Jabo Priyono, menyebutkan bahwa saat dirinya dan Gus Ipul dilantik, Presiden langsung memberi mandat untuk fokus pada penyelesaian masalah kemiskinan ekstrem.
“Dari data BPS (Badan Pusat Statistik), ada 3,1 juta warga miskin ekstrem, dan 0,7 persen dari jumlah itu harus diselesaikan sebelum 2026. Sedangkan angka kemiskinan umum yang mencapai 8,57 persen, pada 2029 harus turun ke bawah 5 persen,” papar Wamensos saat dialog Public Hearing yang digelar Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO).
Salah satu contoh dampak program ini adalah Naila, anak perempuan dari Makassar yang kisahnya sempat diangkat langsung oleh Presiden. Tinggal di rumah berdinding gedek dan beratap seng yang tanahnya masih bersengketa, Naila kini bisa melanjutkan pendidikan di Sekolah Rakyat. Kementerian Sosial bekerja sama dengan pemerintah kota dan kementerian lain untuk menangani pendidikan, rumah, dan kesejahteraan keluarganya.
Setidaknya Kemensos tidak sendiri menggarap program ini, ada Kemendikdasmen, Kemendagri, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman serta beberapa instansi lainnya di bawah koordinasi Menko Pemberdayaan Masyarakat.
Membangun Ekosistem Pemberdayaan
Deputi I Kantor Komunikasi Kepresidenan, Isra Ramli, menyebutkan bahwa Sekolah Rakyat merupakan bagian dari pendekatan multidimensi dalam program kesejahteraan Presiden Prabowo. Tidak hanya fokus pada perlindungan sosial, tapi juga menciptakan ekosistem pemberdayaan.
“Kita beruntung punya Presiden yang berpikiran teknokratis dan besar. Sekarang kita tidak lagi berdebat ideologi, tapi fokus mewujudkan program yang berdampak nyata bagi rakyat,” ujarnya.
Kementerian Sosial kini tengah bertransformasi dari lembaga yang hanya bekerja di hilir—mengatasi kemiskinan—menjadi lembaga yang juga aktif di hulu: memberdayakan masyarakat agar lepas dari ketergantungan bantuan sosial.
Dengan anggaran hampir Rp75 triliun, Kemensos menyalurkan Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) ke keluarga penerima manfaat (KPM), yang anak-anaknya menjadi target utama Sekolah Rakyat.
Melalui koordinasi lintas kementerian dan dukungan dari pemerintah daerah—mulai dari penyediaan lahan, perizinan, hingga akses air dan listrik—pemerintah memastikan Sekolah Rakyat bisa berjalan optimal. Fasilitasnya memanfaatkan sentra-sentra milik Kemensos yang sudah ada, dengan fokus pada kualitas dan keberlanjutan.
Program itu bukan hanya tentang memberi pendidikan, tapi tentang menyalakan kembali mimpi anak-anak dari keluarga miskin ekstrem. Anak-anak seperti Bintang dan Rival kini punya kesempatan untuk menapaki jalan yang dulu tampak mustahil: jalan menuju masa depan yang lebih cerah.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Untung S