Indonesia.go.id - Diplomasi Strategis Indonesia di Tengah Tekanan Tarif AS

Diplomasi Strategis Indonesia di Tengah Tekanan Tarif AS

  • Administrator
  • Senin, 28 Juli 2025 | 07:35 WIB
DIPLOMASI INTERNASIONAL
  Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto kembali melakukan komunikasi langsung dengan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump pada Selasa malam, 15 Juli 2025. SETPRES
Di tengah ketegangan global akibat tarif tinggi, perang dagang, dan perubahan aliansi internasional, Indonesia mampu memainkan peran sebagai negara dengan visi strategis dan pendekatan dialogis.

Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, baru saja menuntaskan rangkaian kunjungan luar negeri selama 16 hari yang sarat muatan diplomatik dan ekonomi strategis. Kunjungan itu tidak hanya memperkuat posisi Indonesia di tengah persaingan geopolitik global, tetapi juga menunjukkan arah kebijakan luar negeri yang aktif, adaptif, dan berorientasi hasil. Di tengah bayang-bayang proteksionisme yang kembali mencuat dari Amerika Serikat, diplomasi Prabowo terbukti mampu menjembatani berbagai kepentingan nasional melalui negosiasi langsung, kesepakatan strategis, dan perluasan kerja sama.

Salah satu momen krusial terjadi pada 15 Juli 2025, ketika Presiden Prabowo tengah berada di Minsk, Belarus. Dari kamar penginapannya, ia melakukan pembicaraan langsung melalui sambungan telepon dengan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Pembicaraan selama 17 menit itu menjadi titik balik penting dalam hubungan perdagangan kedua negara. Dalam suasana hangat namun serius, kedua pemimpin membahas kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan AS terhadap sejumlah produk ekspor unggulan Indonesia.

Hasilnya, tarif impor AS yang semula mencapai 32 persen berhasil ditekan menjadi 19 persen. Penurunan itu menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan beban tarif terendah di kawasan Asia, bahkan lebih rendah dibandingkan negara-negara tetangga seperti Vietnam (20 persen), Malaysia (25 persen), hingga Myanmar (40 persen).

Menurut Sekretaris Kabinet, Teddy Indra Wijaya, keberhasilan itu tidak lepas dari peran langsung Presiden Prabowo dalam proses negosiasi, yang menunjukkan pendekatan diplomasi personal dan tegas. 

Dalam kesepakatan tersebut, Indonesia juga menyepakati pembelian sejumlah komoditas strategis dari AS, antara lain energi senilai USD15 miliar, produk pertanian sebesar USD4,5 miliar, dan 50 unit pesawat Boeing. Diplomasi timbal balik itu menggambarkan posisi tawar Indonesia yang semakin kuat.

“Setelah berbagai upaya negosiasi dilakukan oleh pemerintah Indonesia, Presiden Prabowo sendiri secara langsung melakukan negosiasi penurunan tarif dengan Presiden Donald Trump yang adalah seorang negosiator tangguh. Kepala Negara pun terus berunding hingga tercapai titik temu untuk memperjuangkan kepentingan Indonesia,” imbuh Seskab Teddy.

Namun demikian, Indonesia tetap menjaga prinsip selektivitas dalam membuka pasar domestiknya. Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menjelaskan bahwa dari total 11.552 pos tarif, hanya sekitar 99 persen produk AS yang mendapat fasilitas bebas bea masuk. Produk-produk sensitif seperti minuman beralkohol dan daging babi tetap dikenai tarif dan pembatasan impor sebagai bentuk penjagaan nilai-nilai dan kepentingan nasional.

Terobosan Diplomasi Ekonomi: Arab Saudi dan Timur Tengah

Kunjungan luar negeri Presiden Prabowo diawali dengan lawatan ke Arab Saudi. Dalam pertemuan bilateral dengan Putra Mahkota sekaligus Perdana Menteri Mohammed bin Salman, kedua negara menyepakati penguatan kerja sama strategis di bidang energi bersih, petrokimia, dan bahan bakar aviasi. Komitmen investasi Arab Saudi ke Indonesia mencapai USD27 miliar, menunjukkan kepercayaan tinggi terhadap stabilitas ekonomi nasional.

Selain kerja sama ekonomi, Presiden Prabowo juga mengusulkan pembangunan perkampungan haji permanen untuk jemaah asal Indonesia di Makkah. Inisiatif itu disambut positif oleh pemerintah Saudi, meskipun masih memerlukan pembahasan teknis lanjutan. Usulan ini mencerminkan kepedulian pemerintah terhadap kenyamanan dan efisiensi layanan ibadah jemaah haji.

Presiden juga menekankan pentingnya mempererat hubungan dengan negara-negara sahabat di Timur Tengah. Sinergi dengan Mesir, Uni Emirat Arab, Qatar, dan Yordania terus diperkuat, khususnya dalam bidang perdagangan, pendidikan, dan keamanan regional.

Diterima sebagai Anggota BRICS dan Percepatan Diplomasi Selatan-Selatan

Langkah strategis berikutnya terjadi di Rio de Janeiro, Brasil, saat Indonesia secara resmi diterima sebagai anggota penuh dalam blok ekonomi BRICS. Keikutsertaan itu menandai penyeimbangan kebijakan luar negeri Indonesia, tidak hanya mengandalkan mitra-mitra tradisional Barat, tetapi juga memperluas kerja sama dengan kekuatan ekonomi baru.

Presiden Prabowo kemudian melakukan kunjungan kenegaraan ke Brasilia dan bertemu dengan Presiden Luiz Inácio Lula da Silva. Keduanya sepakat untuk meningkatkan perdagangan bilateral, memanfaatkan kesamaan sebagai negara tropis dengan potensi alam besar. Fokus kerja sama diarahkan pada kehutanan, pangan, dan energi berkelanjutan.

“Brasil dan Indonesia sama-sama paru-paru dunia. Tapi volume dagang kita masih kecil. Ini harus kita ubah,” ujar Presiden Prabowo.

Kesepakatan CEPA dengan Uni Eropa

Di Brussel, Belgia, setelah lebih dari satu dekade perundingan, Indonesia dan Uni Eropa akhirnya menandatangani Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA). Perjanjian itu menghapuskan tarif perdagangan secara timbal balik dan memperkuat integrasi ekonomi antara Indonesia dengan 27 negara anggota Uni Eropa.

“Ini simbiosis. Mereka punya teknologi dan modal, kita punya sumber daya dan pasar. CEPA memperkuat fondasi transformasi industri kita,” ungkap Presiden Prabowo.

CEPA memberikan akses lebih besar bagi produk Indonesia masuk ke pasar Eropa dengan tarif 0 persen, termasuk produk tekstil, elektronik, furnitur, dan produk pertanian. Di sisi lain, Indonesia juga diuntungkan dari masuknya investasi teknologi tinggi dan pendanaan hijau dari Eropa.

Misi Simbolik dan Strategis di Prancis dan Belarus

Kunjungan Presiden ke Prancis juga mencerminkan peningkatan status diplomatik Indonesia di mata dunia. Dalam perayaan Hari Nasional Prancis (Bastille Day), kontingen TNI memimpin parade militer di Champs-Élysées, sebuah kehormatan yang belum pernah diberikan kepada negara Asia manapun sebelumnya.

Presiden Prabowo juga melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Emmanuel Macron, membahas kerja sama keamanan, pertahanan, serta teknologi digital dan energi terbarukan.

Rangkaian kunjungan ditutup di Minsk, Belarus, di mana Presiden Prabowo bertemu Presiden Aleksandr Lukashenko. Pertemuan itu memperluas spektrum diplomasi Indonesia ke kawasan Eropa Timur dan Eurasia, sebagai langkah diversifikasi geopolitik.

Menurut data BPS dan Kementerian Perdagangan, ekspor Indonesia ke AS tumbuh 15 persen pada kuartal I 2025, sementara ekspor ke Tiongkok, India, ASEAN, dan Uni Eropa juga menunjukkan tren meningkat. Tiga besar tujuan ekspor Indonesia saat ini adalah Tiongkok (22,87 persen), AS (11,42 persen), dan India (6,87 persen). Sementara kawasan ASEAN dan Uni Eropa masing-masing menyumbang 20,25 persen dan 7,32 persen.

Sebagai bentuk ketahanan ekonomi, pemerintah terus mendorong perluasan pasar ekspor ke Afrika, Timur Tengah, dan Amerika Latin. Komoditas seperti nikel, minyak sawit, tekstil, makanan olahan, dan produk logam kini dipromosikan lebih intensif di kawasan non-tradisional.

Menteri Perdagangan Budi Santoso menyatakan bahwa strategi diversifikasi ini dikawal dengan promosi dagang aktif, percepatan perundingan FTA dan CEPA baru, serta insentif untuk pelaku industri ekspor.

Seluruh rangkaian diplomasi Presiden Prabowo menunjukkan pergeseran besar dalam orientasi kebijakan luar negeri Indonesia: dari posisi reaktif menjadi proaktif, dari diplomasi simbolik menjadi diplomasi yang berdampak langsung.

Di tengah ketegangan global akibat tarif tinggi, perang dagang, dan perubahan aliansi internasional, Indonesia mampu memainkan peran sebagai negara dengan visi strategis dan pendekatan dialogis. Lewat diplomasi yang tegas, terbuka, dan berbasis kepentingan nasional, Indonesia meneguhkan posisinya sebagai kekuatan menengah baru yang diperhitungkan di panggung global.

Indonesia kini tidak hanya hadir dalam forum internasional. Indonesia membentuk ulang lanskap diplomasi dunia.

 

Penulis: Kristantyo Wisnubroto

Redaktur: Untung Sutomo

 

Berita Populer