Hari pertama penyelenggaraan ISF 2025 akan menjadi ajang showcase berbagai inisiatif yang telah dijalankan pemerintah dan mitra dalam mendorong agenda keberlanjutan.
Isu keberlanjutan kini tak lagi sekadar jargon global. Di tengah krisis iklim yang kian nyata, negara-negara berkembang seperti Indonesia menghadapi tantangan ganda, antara lain bagaimana tumbuh tanpa mengorbankan bumi.
Dalam konteks inilah, dalam dua hari penyelenggaraan Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2025, yakni pada 10-11 Oktober 2025, menjadi momentum penting untuk meneguhkan langkah Indonesia menuju pembangunan berkeadilan dan berkelanjutan.
Demikian disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Dasar Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Kemenko Infra), Rachmat Kaimuddin, Kamis (9/10/2025).
“Negara berkembang seperti kita ini punya dual challenge,” ujar Rahmat. “Di satu sisi kita menghadapi climate crisis, di sisi lain kita juga ingin terus tumbuh sebagai negara berpenghasilan menengah,” tambahnya.
Acara yang digelar selama dua hari ini diharapkan tak sekadar menjadi ajang seremonial, melainkan ruang aktualisasi dari kerja panjang yang berlangsung sepanjang tahun. “Kalau dua hari itu bisa mencapai sesuatu, tentu bagus. Tapi yang terpenting, kerja nyatanya tetap berjalan di 363 hari lainnya,” kata Rachmat.
Ajang Showcase Berbagai Inisiatif
Hari pertama penyelenggaraan ISF 2025 akan menjadi ajang showcase berbagai inisiatif yang telah dijalankan pemerintah dan mitra dalam mendorong agenda keberlanjutan. Pameran dan diskusi panel akan menampilkan capaian konkret—mulai dari proyek hilirisasi mineral kritis, dekarbonisasi sektor energi dan transportasi, hingga inovasi-inovasi baru di lapangan.
“Ini kesempatan untuk melihat kembali hasil diskusi-diskusi sebelumnya, apa tindak lanjutnya, bagaimana wujudnya sekarang. Jadi bukan hanya wacana,” jelas Rachmat.
Namun, forum ini bukan hanya soal pamer capaian. Banyak isu yang masih menjadi proses berkelanjutan. Sebab, keberlanjutan adalah perjalanan panjang. “Masih banyak hal yang harus terus kita bicarakan. Ini ongoing process, tidak bisa instan,” katanya.
Jika dua tahun terakhir fokus utama terarah pada hilirisasi dan dekarbonisasi, tahun ini forum menambahkan satu tema strategis: suasembada pangan, energi, dan air. Topik ini dianggap fundamental, sejalan dengan arah kebijakan Presiden yang menekankan pentingnya memperkuat fondasi kemandirian nasional.
“Kadang di forum global kita bicara soal net zero dan transisi energi, tapi kalau rakyat kita masih kesulitan air bersih, energi terbatas, atau bahan pangan tidak cukup, semua itu jadi terasa percuma,” ujar Rahmat dengan nada reflektif.
Karena itu, penguatan fondasi domestik menjadi langkah awal sebelum bicara ambisi besar global. Isu pangan, energi, dan air bukan hanya soal ketahanan, tapi juga soal keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat.
Hari Kedua: Menatap Masa Depan Pembangunan Berkeadilan
Memasuki hari kedua, pembahasan akan beralih ke topik hilirisasi, dekarbonisasi, pengembangan teknologi, pembangunan sumber daya manusia, dan skema pembiayaan hijau. Semua dirancang untuk menjawab pertanyaan besar: bagaimana memastikan pembangunan yang berkeadilan?
“Kalau kita bicara pembangunan berkelanjutan, kuncinya bukan hanya tumbuh, tapi tumbuh dengan adil,” tegas Rahmat.
Dua hari forum ini mungkin hanya fragmen kecil dari perjalanan panjang menuju Indonesia hijau dan tangguh. Namun di sanalah percikan ide, kolaborasi, dan komitmen lahir—sebagai bahan bakar bagi 363 hari berikutnya, saat seluruh pihak kembali bekerja mewujudkan keberlanjutan yang nyata.
Penulis: Ismadi Amrin
Redaktur: Kristantyo Wisnubroto
Berita ini sudah terbit di infopublik.id: https://infopublik.id/kategori/nasional-ekonomi-bisnis/941673/merajut-keberlanjutan-isf-2025-menentukan-arah-pembangunan-hijau-indonesia