Indonesia.go.id - Pengamat: QRIS dan GPN Jadi Jalan Menuju Kedaulatan Ekonomi Digital

Pengamat: QRIS dan GPN Jadi Jalan Menuju Kedaulatan Ekonomi Digital

  • Administrator
  • Selasa, 22 April 2025 | 18:41 WIB
EKONOMI
  Warga membayar zakat menggunakan qris di Masjid Pusat Dakwah Islam (Pusdai), Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/3/2025). Kementerian Agama menargetkan pengumpulan zakat nasional di bulan Ramadan 2025 dapat naik 10 persen yang hingga 19 Maret 2025 total zakat terkumpul mencapai Rp42 triliun, angka tersebut masih jauh dari potensi maksimal yang diperkirakan lebih dari Rp327 triliun. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi /YU
GPN menyatukan sistem antarbank nasional, membuat kartu debit lokal bisa digunakan lintas jaringan domestik. Sementara QRIS menyederhanakan pembayaran digital lewat satu QR Code untuk semua platform.

Di balik peluncuran Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) dan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), ada lebih dari sekadar kemudahan bertransaksi. Menurut pengamat ekonomi politik Iwan Nurdin, itu adalah langkah strategis menuju kedaulatan ekonomi Indonesia, sekaligus sinyal kuat bahwa negeri ini ingin mengambil alih kendali atas arus uang, data, dan masa depan sistem keuangannya sendiri.

Sebelum Desember 2017 (saat GPN diluncurkan) dan April 2019 (saat QRIS diperkenalkan), setiap kali masyarakat Indonesia menggesek kartu Visa atau Mastercard, data dan biaya transaksi langsung mengalir ke luar negeri. Bahkan untuk belanja di toko tetangga, sistem keuangan kita harus "izin dulu ke Amerika."

“Visa dan Mastercard memotong sekitar 1 persen dari setiap transaksi. Dalam skala nasional dengan jutaan transaksi per hari, potensi kerugian negara mencapai miliaran dolar AS per tahun. Yang lebih mengkhawatirkan: mereka juga menguasai data konsumen Indonesia, tahu apa yang kita beli, kapan, di mana, dan seberapa sering,” ujar Iwan, saat dihubungi tim InfoPublik, Selasa (22/4/2025).

Iwan menerangkan, GPN menyatukan sistem antarbank nasional, membuat kartu debit lokal bisa digunakan lintas jaringan domestik. Sementara QRIS menyederhanakan pembayaran digital lewat satu QR Code untuk semua platform—OVO, DANA, Gopay, ShopeePay, dan lainnya.

“QRIS bukan cuma efisien, tapi juga murah (nyaris tanpa biaya untuk UMKM), mudah digunakan, dan sangat relevan dengan gaya hidup digital. Tak heran, pandemi COVID-19 mempercepat adopsi QRIS, karena masyarakat menghindari uang tunai demi alasan higienitas,” paparnya.

Lanjut Iwan, kini, QRIS menjadi pionir konektivitas pembayaran digital lintas negara ASEAN. Turis Thailand bisa bayar makan di Bali dengan dompet digital lokalnya. WNI bisa ngopi di Kuala Lumpur hanya dengan scan QRIS.

ASEAN Pay—konsep pembayaran regional bebas dominasi asing—sedang tumbuh. Malaysia, Singapura, Filipina, hingga Thailand ikut membangun sistem serupa.

“Dengan hadirnya sistem domestik seperti GPN dan QRIS, dominasi Visa dan Mastercard mulai terkikis. Negara-negara besar seperti Indonesia, India, dan Brasil sedang menuju kemandirian finansial. Sehingga para raksasa teknologi seperti Google Pay, Apple Pay, Amazon Pay, dan PayPal, yang bergantung pada jaringan Visa-Mastercard, merasa terancam,” ucapnya.

Ia juga mengungkapkan, berbeda dengan sistem global yang kompetitif, QRIS justru menyatukan pemain lokal. OVO, Gopay, Dana, ShopeePay, dan LinkAja kini bisa saling terkoneksi. UMKM pun mudah masuk ekosistem digital tanpa perlu bergantung pada pihak asing. “Biaya transaksi turun, akses meningkat, dan yang terpenting: data tetap di tangan sendiri,” ujarnya.

 

Penulis: Pasha Yudha Ernowo

Redaktur: Untung S

 

Berita ini sudah terbit di infopublik.id: https://infopublik.id/kategori/nasional-ekonomi-bisnis/915497/pengamat-qris-dan-gpn-jadi-jalan-menuju-kedaulatan-ekonomi-digital