Mungkin Jakarta 5 tahun mendatang akan berbeda dengan Jakarta sekarang. Jumlah kendaraan yang tidak sebanding dengan jumlah jalan membuat Jakarta menjadi salah satu kota yang paling tidak efisien. Menurut hitungan Bappenas, pada 2020 biaya kemacetan Jakarta akan mencapai Rp67 trilun per tahun. Biaya itu terjadi akibat bahan bakar yang terbuang percuma dan waktu yang molor akibat terlalu lama di jalan.
Angka itu bertambah besar jika kita mengacu pada hitungan Masyarakat Transportasi Indonesia. Lembaga ini menghitung dampak kemacetan Jakarta mencapai angka Rp150 triliun setahunnya.
Sebetulnya persoalan ini sejak lama disadari oleh pemangku kebijakan. Kajian dasar untuk proyek Mass Rapid Transportation telah dilakukan sejak 1990-an. Sayangnya, dokumen kajian itu melulu hanya menyajikan aspek finansial. Dengan pendekatan yang melulu bisnis, proyek MRT memang kesannya jauh dari penguntungkan.
Tetapi jika dilihat lebih luas dengan kacamata ekonomi, biaya yang dikeluarkan untuk membangun MRT rasa-rasanya bisa dibandingkan dengan kerugian masyarakat akibat kemacetan Jakarta yang mencapai Rp67 triliun setahun.
Oleh sebab itu perlu dilakukan pendekatan berbeda dengan menghitung seluruh aspek ekonomi. Artinya, jika aspek kemacetan dapat terurai dengan beroperasinya MRT, biaya kemacetan Rp67 triliun setahun itu bisa dapat ditekan. Pendekatan baru inilah yang mendorong pemerintahan Jokowi lebih antusias menyelesaikan berbagai proyek transportasi masal yang tertunda.
Sebetulnya dibandingkan negara tetangga, Jakarta termasuk telat sekitar 30 tahunan dalam pengembangkan transportasi berbasis rel. Kita memang punya KRL (Kereta Api Listrik). Hanya saja jalur KRL yang masih memakan perlintasan sebidang menyebabkan bertambahnya kemacetan. Ketika jumlah gerbong dan volume KRL meningkat, ini berdampak pada kemacetan di jalur lain.
Sementara itu, pembangunan sarana baru transportasi massal berbasis rel di Jakarta diusahakan tidak menyebabkan terjadinya perlintasan sebidang. MRT menitikberatkan jalur di bawah tanah (subway) yang tidak akan mengganggu lalu lintas di atasnya.
MRT Jakarta dibangun dalam dua fase. Fase I yakni lintasan dari Lebak Bulus sampai Bundaran Hotel Indonesia yang rencanakan akan rampung pada 2019. Kemudian fase II jurusan Bundaran HI-Kampung Bandan sebagai sambungan dari Fase I. Presiden Jokowi sudah beberapa kali melakukan peninjauan pengerjaan proyek ini.
Selain MRT, pemerintah juga sedang mengejar pembangunan LRT (Light Rail Transit). Saat ini, ada empat proyek kereta yang sedang digarap pemerintah, yakni LRT Jabodebek, LRT Jakarta, LRT Palembang, dan MRT Jakarta.
LRT Jabodebek dibangun oleh PT ADHI KARYA (Persero) Tbk dengan menggunakan teknologi U Shape Girder. Panjang lintasan pada tahap 1, yaitu Cawang-Dukuh Atas mencapai 11,05 km, Cawang-Cibubur 14,89 km, dan Cawang-Bekasi Timur 18,49 km, direncanakan akan rampung pada 2019. Tujuan pembangunan LRT Jabodebek ini, adalah untuk mengurangi kepadatan kendaraan yang masuk ke Jakarta.
Moda transportasi ini untuk memberikan alternatif transportasi lain yang lebih fleksibel. Saat ini penumpang KRL Bekasi-Jakarta merupakan salah satu yang terpadat, selain jurusan Tanggerang-Jakarta. Sedangkan volumenya tidak terlalu banyak. Berbeda dengan jurusan Bogor-Jakarta yang meskipun padat tetapi volume perjalanannya lumayan tinggi.
Selain LRT Jabodebek, terdapat LRT Jakarta dibangun oleh PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Pada pembangunannya, LRT Jakarta menggunakan Box Girder dengan panjang lintasan 5,8 km. Mulanya LRT Jakarta ditargetkan selesai sebelum digelarnya Asian Games 2018, dan dapat digunakan sebagai sarana transportasi atlet dari Wisma Atlet di Kemayoran menuju lokasi pertandingan di Senayan. LRT Jakarta ditargetkan beroperasi berbarengan dengan LRT di Palembang yang sudah lebih dulu melayani penumpang.
LRT mempunyai gerbong yang fleksibel. Ini membuat LRT dapat meliuk di jalur melayang atau elevated rel di kawasan Kelapa Gading hingga Velodrom, Rawamangun. Sementara itu, MRT lebih kaku, tapi unggul dalam kapasitas penumpang. Ribuan orang dapat diangkut dengan sekali pemberangkatan. Kereta full otomatis ini menjadi back-bone bagi transportasi di Ibu Kota. (E-1)