Komitmen pemerintah dalam mengantisipasi ancaman lonjakan penularan Covid-19 di tanah air bisa terwujud lewat kerja sama penerapan pembatasan dari pemerintah terhadap kegiatan masyarakat, kedisiplinan masyarakat menjaga protokol kesehatan, serta meningkatnya capaian vaksinasi.
Pada musim liburan, sebagaimana lazim terjadi, kerap ada peningkatan mobilitas manusia, baik dari satu lokasi ke lokasi lain di dalam negeri, maupun dari luar negeri ke Indonesia. Itulah sebabnya, pemerintah mengambil langkah tegas berupa upaya pembatasan. Diharapkan kebijakan tersebut mampu menekan terjadinya mobilitas manusia.
Sesuai rencana, kebijakan pembatasan diberlakukan mulai 24 Desember 2021 hingga 2 Januari 2021. Bentuk pembatasan itu akan diatur dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) nomor 62 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19 pada Saat Natal Tahun 2021 dan Tahun Baru Tahun 2022. Wujud dari kebijakan itu berupa pemberlakuan PPKM Level 3 di seluruh wilayah NKRI.
Gencarkan Sosialisasi Prokes
Tidak hanya mengatur pembatasan mobilitas manusia, kebijakan yang baru diterbitkan Menteri Dalam Negeri itu juga memberikan penekanan khusus terhadap pengaktifan kembali fungsi Satuan Tugas Penanganan Covid-19 di masing-masing lingkungan. Baik itu di tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan, dan desa serta rukun tetangga (RT)/rukun warga (RW). Batas paling lama pengaktifan kembali itu pada 20 Desember 2021.
Selain itu, pemerintah menginstruksikan penerapan protokol kesehatan (prokes) yang lebih ketat dengan pendekatan 5M (memakai masker, mencuci tangan pakai sabun/hand sanitizer, menjaga jarak, mengurangi mobilitas, dan menghindari kerumunan) dan 3T (testing, tracing, treatment).
Ketaatan terhadap aturan perilaku prokes diharapkan selalu mendapat tempat teratas dalam fokus upaya menangkal lonjakan penularan Covid-19. Terkait itulah, Presiden Jokowi telah meminta pula seluruh jajaran kabinet agar gencar menyosialisasikan kebijakan pembatasan mobilitas dan aktivitas masyarakat itu secara luas.
"Rencana penerapan PPKM Level 3 di seluruh Indonesia, menjelang Natal dan tahun baru ini agar dikomunikasikan dengan baik ke masyarakat. Sampaikan mengenai perkembangan kenaikan kasus di Eropa. Ini penting sekali sebagai sebuah background dari keputusan yang akan kita ambil,’’ ujar Presiden Jokowi, dalam rapat terbatas mengenai evaluasi PPKM, seperti ditayangkan dalam kanal video, Senin (22/11/2021).
Kuncinya, Kedisiplinan Masyarakat
Komitmen pemerintah dalam mengantisipasi ancaman lonjakan penularan Covid-19 di tanah air telah memunculkan optimistis Indonesia bakal lolos dari potensi lonjakan penularan Covid-19. Namun sebagaimana disampaikan Juru bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito, harapan tersebut bisa terwujud lewat kerja sama yang baik antara penerapan pembatasan dari pemerintah terhadap kegiatan masyarakat, kedisiplinan masyarakat menjaga protokol kesehatan, serta meningkatkan capaian vaksinasi.
"Tidak menutup kemungkinan Indonesia bisa lolos dari ancaman gelombang ketiga pascaperiode Nataru nanti, jika setidaknya penerapan prokes serta cakupan vaksinasi terus ditingkatkan," kata Wiku dalam konferensi pers yang disiarkan melalui kanal YouTube BNPB Indonesia, pada Jumat (26/11/2021).
Selain komitmen pemerintah untuk membatasi mobilitas dan aktivitas serta menggencarkan vaksinasi, adanya kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan secara ketat juga menjadi kunci keberhasilan penanganan Covid-19.
Varian Baru
Setelah dihantam gelombang kedua Covid-19, pada periode Juni-Juli-Agustus-September lalu, dan memberlakukan pembatasan mobilitas secara ketat pada periode 3—20 Juli lalu, sejumlah langkah pelonggaran memang telah diambil Pemerintah Indonesia. Termasuk di antaranya, melakukan pelonggaran pembatasan di wilayah-wilayah tertentu, jika status leveling memadai.
Namun seiring dengan ada lonjakan kasus di sejumlah negeri di dunia dan juga adanya kenaikan angka penularan dan fatalitas di tanah air, pemerintah telah menerbitkan aturan baru jelang akhir tahun.
Kewaspadaan terhadap serangan virus SARS COV-2 memang tengah ditingkatkan. Tak hanya di tanah air, melainkan juga di sejumlah negara di dunia. Hal itu dilakukan menyusul identifikasi atas varian baru B.1.1.529 di tiga negara.
Seperti dilansir BBC, varian baru virus Corona B.1.1.529 ditemukan di tiga negara, yakni di Botswana, Afrika Selatan, dan Hong Kong. Telah ditemukan 77 kasus di Provinsi Gauteng, Afrika Selatan, lalu empat kasus di Botswana, dan satu kasus di Hong Kong (terkait perjalanan dari Afrika Selatan).
Bertolak dari temuan itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggelar pertemuan untuk melakukan pembahasan khusus terkait temuan itu pada Jumat (26/11/2021). Pertemuan itu bertujuan untuk menentukan potensi ancaman dari varian yang diketahui memiliki banyak mutasi tersebut.
"Kekhawatirannya adalah ketika Anda memiliki begitu banyak mutasi, itu dapat berdampak pada bagaimana virus berperilaku," kata pimpinan teknis WHO Maria Van Kerkhove. WHO kemungkinan akan memberi nama kode Yunani (seperti varian Alpha dan Delta) terkait varian baru B.1.1.529 ini.
Dikatakan Direktur Pusat Respons dan Inovasi Epidemi Afrika Selatan Profesor Tulio de Oliveira mengatakan, ada "konstelasi mutasi yang tidak biasa" dan "sangat berbeda" dari varian corona lain yang telah menyebar di seluruh dunia. "Varian ini memang mengejutkan kami, karena telah melalui loncatan besar dalam proses evolusi dan memiliki lebih banyak mutasi dari yang kami harapkan," katanya.
Profesor de Oliveira mengatakan, varian baru itu secara keseluruhan memiliki 50 mutasi, di mana lebih dari 30 mutasi di antaranya terdapat pada spike protein (taji protein). Disebutkan ada pula 10 mutasi pada bagian reseptor pengikat (bagian dari virus yang melakukan kontak pertama dengan sel-sel tubuh kita), jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan dua mutasi yang dimiliki varian Delta.
Terkait varian itu, Menteri Kesehatan Sajid Javid, seperti diberitakan Reuters dan Channel News Asia, Jumat (26/11/2021) berkata, "Itu menunjukkan bahwa itu (varian) mungkin lebih menular dan vaksin saat ini yang kita miliki mungkin kurang efektif."
Inggris sendiri telah memberlakukan larangan penerbangan dari enam negara Afrika, yaitu dari Afrika Selatan, Namibia, Botswana, Zimbabwe, Lesotho, dan Eswatini. Para pelancong Inggris yang kembali dari keenam negara tersebut diwajibkan menjalani karantina.
Javid mengatakan bahwa lebih banyak data diperlukan, tetapi pembatasan perjalanan diperlukan sebagai tindakan pencegahan. Sebab, para ilmuwan mengatakan, studi laboratorium diperlukan untuk menilai kemungkinan mutasi yang mengakibatkan kemanjuran vaksin sangat berkurang.
Penulis: Ratna Nuraini
Redaktur: Elvira Inda Sari