Indonesia.go.id - Gundala Jangan Kalah dari Superman

Gundala Jangan Kalah dari Superman

  • Administrator
  • Jumat, 30 Agustus 2019 | 18:46 WIB
JALAN KEBUDAYAAN
  Ilustrasi. Foto: IndonesiaGOID/Erna Suparno

Hilmar Farid mendorong Gundala mengikuti Superman ikut menggerakkan ekonomi. Kekayaan budaya di Indonesia melimpah, dan bisa menjadi harta karun bila dikelola dengan baik.

Lahir dari Planet Krypton, dan dikirim ke Planet Bumi oleh ayahnya, menjelang planetnya hancur akibat perang, Superman pun menjadi  warga bumi. Ia tumbuh menjadi pemuda perkasa, jujur, dan berakhlak mulia, membela yang lemah memerangi kejahatan. Sejak menjadi superhero 80 tahun silam, Superman tidak pernah mati. Rezeki yang mengalir dari tokoh komik ini tak berhenti.

Superman adalah produk budaya yang terus hidup terhormat dari generasi ke generasi. Empat belas kali kisahnya diangkat ke layar lebar dalam berbagai versi. Tujuh kali ia menjadi bintang serial televisi. Dia juga hadir di games dan komik. Dalam barang marchandise saja, Superman menghasilkan lebih dari USD730 juta. 

Kisah Superman itu diangkat oleh Hilmar Farid Setiadi, Direktur Jenderal Kebudayaan di Kemendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), dalam Seminar Nasional Jalan Kebudayaa untuk Indonesia Maju di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta (29/8/2019). Menurut Hilmar, Superman itu adalah tokoh fiksi yang luar biasa, reputasinya mendunia dan memberikan keuntungan finasial besar bagi negaranya, Amerika Serikat.

Maka, Hilmar menyambut gembira bahwa superhero lokal Gundala, sang putra petir yang lahir melalui komik Indonesia awal 1970-an, diangkat ke layar lebar. Ia berharap agar Gundala dapat menjadi superhero yang ikut mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia. ‘’Kalau bisa Gundala jangan kalah dari Superman,’’ ujar Hilmar, yang disambut tertawa riuh dari sekitar 300 undangan yang hadir. Ia pun berharap, agar Godam, bocah hero lainnya yang sebaya dengan Gundala, bisa ikut turun gelangggang.

Budaya adalah bagian dari ekonomi dunia. Wisatawan yang  datang ke Indonesia, menurut Hilmar, 60 persen ingin menikmati keunikan budaya Indonesia, termasuk keramahan, tutur sapa, bahasa, kuliner, busana, dan tradisi-tradisinya. "Kalau soal pemandangan alam, banyak negara lain yang punya potensi itu. Tapi, kalau soal kekayaan budaya, mana ada  negara lain yang memiliki keragaman budaya seperti di Indonesia. Ini kekuatan Indonesia," ujar Hilmar.

Dari dokumentasi yang dilakukan Kemendikbud, sebagai pelaksanaan amanah dari UU nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, kata Hilmar, tercatat bahwa Indonesia memiliki lebih dari 10 ribu  cagar budaya, 3.000-an permainan rakyat, dan tidak terhitung banyaknya lagu-lagu rakyat, tarian, cerita, manuskrip, lukisan, dan produk budaya lainnya. Belum lagi bangunan bersejarah, batu menhir, candi, juga produk kontemporer seperti film, novel, games, musik, grafis, dan superhero seperti Gundala dan Godam. ‘’Itu semua harta karun,’’ ia menambahkan.

Dunia pariwisata belakangan juga diramaikan oleh tren baru wellnes, gaya hidup di mana selama masa liburannya wisatawan ingin dilayani untuk hidup sehat. Selain merasakan cara baru hidup sehat, para pelancong itu juga percaya bahwa treatment yang diterimanya itu juga bisa membuat tubuh mereka lebih sehat. Hilmar yakin bahwa banyak komunitas di Indonesia yang memiliki tradisi hidup sehat dan tenang, dengan makanan sehat dan herbal. ‘’Kita belum tahu persis di mana saja yang secara empiris terbukti punya hidup sehat dan berumur panjang,’’ kata Hilmar pula.

Di Bali, menurut Dirjen Kebudayaan ini, ada konsep Usada, yakni hidup sehat, dengan makanan sehat, minum herbal, melakukan gerak fisik tertentu, diselingi oleh meditasi. ‘’Saya kita perlu dalami lagi,’’ Hilmar menambahkan. Namun, perlu didukung data tentang kualitas hidup bagi mereka yang tekun menjalaninya.

Tidak kalah pentingnya adalah merevitalisasi tradisi-tradisi di daerah. Doktor sejarah lulusan National University of Singapore itu terkesan dengan aksi kebudayaan masyakarat Gunung Sumbing-Sindoro di Kabupaten Temanggung dan Wonosobo, Jawa Tengah, yang kompak melakukan kolaborasi dalam pementasan seni rakyat. Ternyata, aksi itu tak berhenti sampai di situ. Masyarakat dari dua kabupaten itu kemudian bersama-sama menggali kembali kearifan lokal dalam budi daya kopi, tembakau, dan kentang, untuk menekan tingkat erosi.

Bagi Hilmar, yang berlatar belakang aktivis dan intelektual, yang perlu dilakukan untuk menggerakkan agar potensi seni budaya nasional itu bangkit adalah, antara lain, dengan menyinergikan semua potensi yang ada di jajaran  pemerintahan. Selama ini, menurutnya, ada 41 kementerian dan lembaga negara yang mengurus.

Sesuai dengan strategi kebudayaan nasional, yang disusun sebagai amanat UU nomor 5/2017 tentang Pemajuan Budaya itu, lanagkah sinergi sedang dijalankan. ‘’Kita bikin matriks besar, kita kelompokkan sesuai kategori kegiatannya. Kalau berdekatan, kita bisa sinergikan,’’ kata Hilmar dalam seminar yang dihelat kelompok relawan Setnas Jokowi itu.

Matriks besar itu bisa menjadi acuan tentang bagaimana aksi-aksi kebudayaan itu akan dilakukan, setidaknya sampai lima tahun ke depan. Termasuk di antaranya peran-peran yang harus dimainkan si Gundala Putera Petir, atau Godam si superhero terbang dengan senjata palu godamnya. (P-1)